Rasa terlalu sibuk berkenalan dan mengenal yang satu tapi tidak sama lain
“Bunga itu sudah cukup indah Al, jangan kau pandangi terus”, tiba-tiba suara seorang laki-laki yang terasa asing memecahkan lamunanku menatap bunga lavender di belakang kelas. Sosok wajahya baru kukenal tapi seolah dia sudah mengenalku lama.
“Ngaco aja kamu”
“Ya sudah kalau tidak percaya, aku mengatakannya bukan untuk membuatmu percaya”
“Kok kamu tahu namaku?”.
“Siapa yang tidak tahu namamu Al, Aline Clarissa Putri.” Satu sekolah rasanya sudah tahu namamu.
“Ah masa, dari tadi kamu melantur aja”, ketus ku kesal meninggalkannya.
“Aku Theo”
Seketika aku berhenti karena mendengar namanya, teringat kepada sebuah surat misterius yang dulu keterima, tapi langsung kubuang begitu saaja. Aku menghentikan langkah ku lalu memutar badan melihatnya.
“Theo, kamu...”
“Iya Al, aku yang mengirimkanmu surat minggu kemarin, yang pada akhirnya juga kamu buang.”
“Tahu darimana kalau suratnya aku buang?,
“Tahu begitu saja”
“ah dasar nyebelin.”
"Ternyata kesan pertamaku sudah merusak suasana moodmu ya Al".
"Bagus deh kalau kamu tahu".
"Masih ingat apa yang ada dalam suratnya?"
"Ah, ga tahu. Udah lupa". Aku berjalan pamit membalikkan badanku dan meninggalkannya
"Kotak waktu Al !!"
Dia meneriakkan kalimat itu, kalimat yang pernah kubaca dalam suratnya yang kubuang kemarin. Tapi aku tetap tidak saja menggubrisnya, karena tidak paham apa maksud dan tujuannya menyebutkan itu. Aku meninggalkannya segera dan menuju kelas.
Pelajaran sekolah sudah dimulai kembali, aku dengan baik memahami apa yang dijelaskan Bu Ridha guru biologi favoritku. Pelajaran Biologi adalah pelajaran paling seru daripada pelajaran lain. Biologi itu ibarat ilmu romansa dari kehidupan, satu hal yang baru kutahu, akan membuatkan penasaran untuk mengenalnya lebih dalam. Kenapa dia seperti ini, kenapa seperti itu. Tapi beberapa menit kemudian rasa penasaranku muncul dengan kalimat yang disebutkan Theo si cowo yang misterius itu.
"Kotak Waktu"
Sekeras aku mencoba berfikir, semakin pusing dan tidak ada hasil maupun jawaban dari rasa penasaranku ini.
"Aline,.. Al.... Hei melamun aja nih anak". Tiba-tiba Nana menepuk pundakku yang berusaha menyadarkan lamunanku yang daritadi tidak sadar kalau sedang dipanggil olehnya.
"Haa,, apa Na?, ga melamun kok."
"Ga melamun apaan udah diteriakin dari tadi kagak juga nyaut"
"Iyah kenapa... kenapa??
"Pulang Al, udah pulang... ayoo"
"Eh udah pulang, cepet amat. Bu Ridha tadi mana ya?, ada yang mau aku tanyain nih."
"Udah keluar kelas Al, daritadi juga. Lagian sih ngelamunin apasih sampe ga sadar Bu Ridha udah keluar".
"Hemm yaudah deh, yok beres-beres, ga ngelamunin apa-apa kok Na"
"Iyaudah deh, aku mau piket dulu yah, tunggu bentar"
"Oke Na"
Aku berdiri di luar kelas sambil menunggu Nana selesai piket. Aku memandang sesekali ke bawah melihat kerumunan orang yang pulang sekolah. Ada yang sendiri enjoy berjalan, ada yang udah siap-siap main bola futsal, ada kumpulan cewek -cewek yang lagi hebohnya ngobrol sama teman mereka. Suasana kayak gini paling dirindukan kalau lagi liburan. Yang kalau di rumah cuman ngeliat abang yang super nyebelin. Tapi mengingat abang jadi kangen dibawelin dia.
Sore ini seperti cerah, senja terlalu manja untuk berbagi warna cantiknya. Kadang sembunyi di balik awan yang sudah menipis, kadang gagah berani menyilaukan mataku yang memperhatikan cahayanya dari depan kelas ini. Ditambah siaran radio sekolah yang sangat seru menutup aktivitas sekolah ini dengan paket komplit tiada duanya.
"Aline, senyum-senyum sendiri aja nih". Ian tiba-tiba muncul di sampingku.
" Ya senang aja gitu, ngeliat warna senja"
" Al, kamu tahu nggak kenapa senja itu pemalu?"
"Nah itu yang aku pikirin daritadi, kenapa hayo?"
" Sebenarnya bukan pemalu Al, dia takut telalu egois untuk menjadi pusat dari tatapanmu yang sudah dari tadi menatapnya tanpa henti"
" Hahaha, ga gitulah konsepnya. Secara teorinya kan ada awan yang kadang menutupinya karena sesekali terbawa oleh arus angin yang mencoba menutupinya Ian"
"Dahlah kamu gak akan paham Al"
Kami tersenyum berdua melihat kekonyolan obrolan ini. Sambil menikmati detik-detik terakhir senja akan berpisah tapi untuk datang lagi di kemudian hari. Karena kata pergi untuknya bukanlah kata berakhir, karena pulangnya akan selalu tahu rumahnya adalah disini. Semua punya timing yang pas buat kembali.
Setelah selesai menunggu Nana piket, seperti biasanya kunci kelas akan aku titipkan di ruang tata usaha. Tapi kali ini Ian menawarkan diri dia saja yang mengantarkannya. Jadi aku dan Nana langsung pulang ke asrama karena sudah mau gelap juga.
Hari ini begitu random untuk diceritakan dalam catatan harianku. Tapi mungkin saja hal random ini akan menjadi sebuah cerita ataupun kenangan yang manis untuk di baca lagi kembali suatu hari nanti. Kebiasaanku menulis apa yang terjadi hari ini adalah suatu aktivitas favoritku, seolah mengulang kembali segala perasaan tentang hari ini. Aku percaya semesta telah merancang indah setiap hari dengan sangat rapi, dan untuk meromansakan satu hari yang semesta berikan, aku akan mengabadikannya dalam momen ceritaku kali ini.
"Haloo.. Bunda.."
"Haloo, eh ada si jelek". sudah terbaca olehku dari suaranya yang menyebalkan itu. Abang yang selalu riweh dengan segala tentang hidupku. Tapi dia abang terbaik dan menyebalkan tiada tandingannya di dunia ini. Aku bersyukur semesta menghadirkan dia untuk menjagaku dengan tingkah menyebalkannya.
"Ihh malah dijawab sama orang jelek, mana bundaa??..
"Apa Uni jelek, tuh Bunda tapi abang ga mau ngasih telponnya.. Gimana dong". Jawabnya dengan nada yang menyebalkan dan membuatku sangat kesal.
"Ih dasarr, abang kasih ke Bunda, aku mau ngomong. Kangen Bunda.."
"Kangen abang gak?".
"Kagak lah, jelek sih!"
"Ih dasar penyu"
"Tuhkan emang orang jelek nih suka menyebalkan".
Walau sebenarnya abang tidak jelek dan dia punya penggemar cewek yang suka meribetkan hidupku karena mereka ingin mencoba dekat dengannya. Wajah gantengnya yang menyebalkan dan ribet itu jadi kusebut jelek saja.
"Halo nak, ini Bunda. Tadi lagi ada tamu sayang"
"Siapa Bunda"
"Itu Om Suryo, kamu masih inget gak. Tetangga rumah kita dulu waktu di Jogja, yang anaknya Om Suryo suka main bareng kamu di rumah pohon dulu"
"Ehhh iyaa bunda aku inget. Siapa yah namanya anaknya...Soma... Soma bunda , nama anaknya Om Suryo" Jawabku sambil mencoba mengingat-ingat lagi kenangan yang cukup sebentar itu.
"Iya nak, Soma namanya. Om Suryo pindah dinas kerjanya kesini, jadi dia mampir ke rumah deh"
"Iya Bunda titip salam sama Om Suryo ya Bunda, tanyain Soma juga yah"
"Iyah sayang, ngomong sama abang dulu yah".
"Oke Bunda"
Setelah mengobrol sedikit dengan Bunda dan menceritakan kedatangan Om Suryo sekilas, aku melanjutkan ngobrol dengan abang. Dengan saling menceritakan apa kejadian konyol yang terjadi antara kita berdua yang belum diceritakan. Sudah habis waktu setengah jam ngobrol dengan abang dan juga udah habis waktu batas nelponku di asrama karena sudah waktunya tidur. Kami pamitan dengan segala kericuhan dan kekonyolan obrolan yang pastinya akan dirindukan kembali.
Kadang setiap momen yang terkesan bosan bisa jadi hal yang dirindukan dengan segala kericuhannya.
*******************
Terimakasih yang sudah mau membaca cerita ini,
Maaf untuk segala kekurangan penulisan, maklum penulis pemula yang akan terus belajar dan memperbaiki agar menuju kata sempurna.
Bantu cerita ini dengan cara vote dan comment ya, jangan lupa.
With Love, Aponi line❤️
Ada kalanya waktu suka bercanda terkait beberapa hal yang seharusnya diletakkan pada porsi serius. Karena kadang untuk serius malah menjadikannya sebuah kata sulit yang tidak mampu untuk dileburkan. Hingga sampai pada akhirnya segala yang serius tidak mesti mati dalam definisinya, tetapi bisa hangat jika ada kata bercanda dalamnya.Hampir dua tahun sekolah yang jauh dari Ayah, Bunda dan Abang menuntut si gadis kecil yang dulunya manja ini perlahan mulai mandiri dan dewasa dengan sendirinya. Menjalankan hari-hari dengan bertahan tanpa pernah bisa untuk mengungkapkan perasaan mengeluh sedikit pun pada siapa pun selain diri sendiri adalah hal luar biasa yang sepatutnya aku banggakan kepada diri sendiri.Dari hal itu, banyak momen dan kejadian yang terjadi mewarnai perjalanan seorang Aline Clarissa Putri yang perlahan mengantarkannya mengenal sisi-sisi dunia dan sudut pandang yang berbeda. Dari menemukan sahabat-sahabat tersayang yang selalu ada bahkan sedia 24 jam untuk s
Masa lalu kadang datang, kadang juga pergi. Tapi yang pasti akan ada kejadian yang akan selaludirindukanyaituKenangan."Aline, ada keluarga kamu di depan asrama" , sahut pembina asrama yang datang mengabariku ke kamar."Bunda saya Bu?" tanya ku memperjelas ucapannya."Iya, silahkan ke depan ya supaya tidak menunggu terlalu lama" ucapnya kemudian berlalu meninggalkanku.Aku kemudian bersiap-siap untuk menemui bunda karena sudah tidak sabar lagi. Hal yang paling seru dari sekolah asrama adalah dikunjungi keluarga secara tiba-tiba, perasaan dikasih kejutan seperti itu sungguh sangat luar biasa. Apalagi jika sudah lama tidak bertemu, bisa-bisa pas ketem
Pertemuan tidak selalu tentang direncanakan,Tapi kadang ketidaksengajaan juga merupakan rencana semesta untuk kita ketemu lagi.Setelah kejutan yang sangat luar biasa kemarin kepalaku keram berputar-putar. Bahkan perasaan canggung juga muncul ketika bertemu Theo sepertinya. Sosok Soma yang selalu membuatku penasaran dia ada dimana sekarang selama ini. Ternyata dia begitu dekat, tapi tidak kusangka dia harus datang dengan membuatku jengkel terhadapnya untuk pertama kalinya.Tapi sekarang apapun yang terjadi mengenai Theo sebelumnya bisa kuleburkan saja. Kalau dilihat sebenarnya dia tidak begitu salah. Hanya saja aku yang terlalu jutek padanya saat pertemuan pertama kami di sekolah.Ternyata Theo adalah murid pindahan dari Jogja ke sekolahku. Rasa penasaran yang banyak serasa ingin kuhabiskan dengan bertanya kepadanya. Tapi mengingat awal pertemuan itu, kadang membuatku juga malu.Sulit mempercayai bahwa
Hal yang biasa sekarang suatu saat akan jadi kenangan luar biasa yang tidak bisa lagi diulang. Karena porsi dan kerjanya hanya untuk berada di masa lalu."Hampir saja", ucapku dengan napas yang tersengal-sengal karena hampir saja terlambat dan berdiri tepat di luar gerbang sekolah."Pak... buka dong pak",Terdengar suara Ian dari belakangku. Dia terlambat beberapa detik setelah gerbang sekolah ditutup. Tampak napasnya yang ikut ngos-ngossan kemudian melihatku. Mendengar itu, pak satpam menghiraukannya saja kemudian berlalu meninggalkan kami berdua."Terlambat, hampir saja tadi bisa masuk loh padahal.""Iya namanya juga usaha, udah lari tetap aja terlambat. Al bantuin aku dong"Melihat di sekitarku tidak ada guru dan satpam, Ian mencoba membujukku untuk membantunya sebelum jam pelajaran di kelas mulai. Tetapi gerbangnya sudah di gembok sama pak satpam yang pergi melewatiku tadi."Gimana
Untuk rasa bahagia yangberlalu-lalang.Jikalauinginmenetapberhentilah. Tapi jika hanyasinggahpergilah. Karena rasa bukan sepertibianglala yangdikemudikan.Aktifitas sekolah yang sudah mulai sibuk dengan ujian membuat semua punya wajah kusut kusam saat bel sekolah berbunyi. Rasa ingin membaringkan badan segera di kasur dan batal yang empuk sekarang adalah tujuan satu-satunya.Hari ini, pulang sekolah cukup telat daripada biasanya. Sudah banyak persiapan soal-soal ujian akhir semester yang harus dipelajari lagi. Tidak banyak tapi tidak juga sedikit untuk ditimbang mata dan kepala yang sudah merindukan senja dan r
Bahwa kaumenyukaiseseorang berarti, kau salahmemahamiorang itu dengancaramusendiri.Cuaca terlalu cerah untuk di cemberutkan rasa lelah. Rasa syukur bisa menatap langit malam penuh bintang yang didesain semesta hari ini amat sangat luar biasa lebih dari kata sempurna. Dari sudut kota Bogor dan jauh dari keluarga ternyata kehangatan itu masih ada walau tanpa ada mereka. Semua punya peran masing-masing dan warnanya sendiri seperti pelangi yang di jelaskan Ian kemarin. Di segala titik kehidupan dan proses yang kita lalui semesta telah menetapkan rencana kejutannya masing-masing untuk kita.Sebuah kertas yang sudah terlihat lusuh terlipat menjadi dua bagian ini diberikan Ian kemarin baru sempat kubaca. Karena secara cepat tubuh langsung
Jika ada satu kata yang punyasejutamaknadari setiap jiwaitulahPerasaan. Karena Perasaan ibaratgalaksidari semua rasa jatuh, sedih, bahagia, bingung, suka, luka bahkan cinta.Apakah ada sebuah alat untuk membaca dengan jelas segala perasaan yang membuat kebingungan bisa dilihat penyebabnya. Jika ada sepertinya aku adalah orang yang pertama yang akan jadi pembelinya. Sulitnya mengatasi kebingungan dari rasa yang kian gundah sampai pada detak jantung yang termakan waktu sehingga harus berdetak dengan begitu laju.Ketidaknyamanan yang seharusnya dilewatkan begitu saja, tapi tetap menetap seperti jamur yang membaur di segala dentangan jam detik maupun hari. Untuk siap menutup telinga bisa, tapi tidak menutup asumsi
Hampir saja tidak sempat untuk masuk ke perpustakaan sebelum Bu Dinda pegawai pustaka mengunci pintu karena sudah menunjukan waktu istirahat. Tapi untuk beberapa orang yang lebih memilih stay buat membaca buku diperbolehkan berada di dalam saja sampai pintunya di buka kembali sama Bu Dinda.Aku mulai sering ke perpustakaan karena beberapa target dari buku-buku kedokteranku terbang kalai. Untuk memenuhi dan mengebut supaya ga lost lagi sama planning yang udah aku susun. Duduk dan berdiam diri di perpustakaan adalah cara paling praktis menyelesaikan buku ini dengan cepat.Terlihat Soma yang sedang asik melukis. Aku mengagetkannya dari belakang tapi sebisa mungkin tidak akan membuatnya mengacaukan lukisan indahnya itu. Soma tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku yang usil."Usilnya masih sama ya kayak waktu kecil Al""Hehehe, habisnya fokus banget"Aku membuka buku kedokteran dan segera membacanya dengan sebuah pena warna yang akan
Perasaan yang kuketahui melalui dirimuJiwa ini terlalu banyak diam meskipun mulut bersuara terbuka. Tapi hati dan jiwa menolak semua pintu untuk berani mengutarakan segala rasa yang dirasakan. Begitulah serba sulitnya menjadi seorang Aline. Jika boleh menarik diri sendiri untuk berani ngutarain apapun tolong aku mau banget. Karena capek sembunyi kayak kucing-kucingan dengan segala rasa yang kadang aku tahu ini bagaimana.Sehabis beranjak pergi dari kantin untuk menemui Ian kini mataku tertuju padanya. Banyak hal yang ingin diucapkan tapi yang jelas aku butuh satu jawaban yang benar-benar dari mulutnya saat ini.“Aline..” panggil Ian dengan nada sendu memandangiku yang dari tadi terpaku tidak berniat menjangkaunya lebih dekat.“Jadi gimana?, yang dikatakan Tania itu betul atau salah?”“Aku masih disini kok, belum kemana-mana.”“Bukan itu maksudku, kamu sudah tahu apa yang harus kamu jawab Ia
Karena rasa itu tidak semestinya ada dan terlalu lama menetap Pagi sudah menyongsong rapi garis kerutan di gambar yang cemberut.Matahari menggelitik mataku yang melamun sedari tadi.Lamunanku buyar ketika suara seseorang dari belakang mulai mendekati perlahan.Aku yang peka dengan langkah kaki itu, sengaja tidak mempedulikan siapa yang berada di belakang.Langkahnya mendekat tapi lagunaku terlalu nikmat untuk dihentikan. "Dorr!!", ucap seseorang yang mencoba membuatku kaget tapi tidak denganku yang sudah tahu dia berada di belakang.Soma dengan wajah manisnya yang selalu melempar senyum membuat lamunan senduku tadi mulai buram dan perlahan tersingkirkan. "Somaa, aku udah nyadar loh daritadi kamu jalan pelan bu
Tidak semua perasaan bisa untuk disembunyikan begitu rapi. Tapi ada beberapa hal yang memaksanya cukup dalam diam sajaSetelah pelukan sore itu sampai sekarang kejadiannya masih terbayang-bayang di kepalaku ini. Aku mulai memikirkan beberapa hal yang akan membuatku canggung jika bertemu dengannya kembali.Bodohnya keberanian itu telah berhasil membuatku terperangkap dengan rasa malu. Memeluknya tanpa aba-aba bahkan sambil menangis di pelukannya, oh semesta sepertinya aku sudah kehilangan akal.Baiklah sekarang saatnya harus amnesia sekejap atas apa yang terjadi kemaren. Supaya dapat kukumpulkan sisa-sisa rasa berani itu untuk berangkat ke sekolah hari ini. Yang mau tidak mau, wajah Ian pasti akan kulihat, karena kami yang sekelas.Aku terlalu malu untuk kembali ke sekolah. Nana sudah memanggilku yang dari tadi yang sebeneranya sudah siap. Tapi hanya tidak siap untuk melangkahkan kaki ke sekolah. Rasa malu kali ini tidak bi
Ternyata perasaan tidak perlu izin untuk mencemaskan seseorang yang bukan siapa-siapa.Langit siang di kota Bogor hari ini cukup terik daripada biasanya. Tidak ada saupun tanda-tanda mendung dilihat dari beberapa awan yang hanya sedikit melindungi bumi dari matahari. Hal-hal yang seperti ini akan jadi momen langka tapi juga menguntungkan bagi beberapa orang seperti petani-petani yang berharap padi mereka akan cepat kering.Lokasi sekolahku yang cukup jauh dari pusat kota membuat sekolah ini punya kesan sendiri seperti berada di desa. Kanan kiri gedung sekolah masih dikelilingi oleh luasnya lahan sawah dari masyarakat disini.Hampir setiap pagi bahkan sampai menjelang siang udara disini masih sangat segar dihirup. Tidak ada polusi udara dan juga tidak banyaknya asap kendaran. Tapi karena banyak yang bersekolah disini, suasananya tidak pernah sepi.Aku mulai berangkat sekolah hari ini bersama Nana, Arum dan Tania. Tapi satu
Hampir saja tidak sempat untuk masuk ke perpustakaan sebelum Bu Dinda pegawai pustaka mengunci pintu karena sudah menunjukan waktu istirahat. Tapi untuk beberapa orang yang lebih memilih stay buat membaca buku diperbolehkan berada di dalam saja sampai pintunya di buka kembali sama Bu Dinda.Aku mulai sering ke perpustakaan karena beberapa target dari buku-buku kedokteranku terbang kalai. Untuk memenuhi dan mengebut supaya ga lost lagi sama planning yang udah aku susun. Duduk dan berdiam diri di perpustakaan adalah cara paling praktis menyelesaikan buku ini dengan cepat.Terlihat Soma yang sedang asik melukis. Aku mengagetkannya dari belakang tapi sebisa mungkin tidak akan membuatnya mengacaukan lukisan indahnya itu. Soma tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku yang usil."Usilnya masih sama ya kayak waktu kecil Al""Hehehe, habisnya fokus banget"Aku membuka buku kedokteran dan segera membacanya dengan sebuah pena warna yang akan
Jika ada satu kata yang punyasejutamaknadari setiap jiwaitulahPerasaan. Karena Perasaan ibaratgalaksidari semua rasa jatuh, sedih, bahagia, bingung, suka, luka bahkan cinta.Apakah ada sebuah alat untuk membaca dengan jelas segala perasaan yang membuat kebingungan bisa dilihat penyebabnya. Jika ada sepertinya aku adalah orang yang pertama yang akan jadi pembelinya. Sulitnya mengatasi kebingungan dari rasa yang kian gundah sampai pada detak jantung yang termakan waktu sehingga harus berdetak dengan begitu laju.Ketidaknyamanan yang seharusnya dilewatkan begitu saja, tapi tetap menetap seperti jamur yang membaur di segala dentangan jam detik maupun hari. Untuk siap menutup telinga bisa, tapi tidak menutup asumsi
Bahwa kaumenyukaiseseorang berarti, kau salahmemahamiorang itu dengancaramusendiri.Cuaca terlalu cerah untuk di cemberutkan rasa lelah. Rasa syukur bisa menatap langit malam penuh bintang yang didesain semesta hari ini amat sangat luar biasa lebih dari kata sempurna. Dari sudut kota Bogor dan jauh dari keluarga ternyata kehangatan itu masih ada walau tanpa ada mereka. Semua punya peran masing-masing dan warnanya sendiri seperti pelangi yang di jelaskan Ian kemarin. Di segala titik kehidupan dan proses yang kita lalui semesta telah menetapkan rencana kejutannya masing-masing untuk kita.Sebuah kertas yang sudah terlihat lusuh terlipat menjadi dua bagian ini diberikan Ian kemarin baru sempat kubaca. Karena secara cepat tubuh langsung
Untuk rasa bahagia yangberlalu-lalang.Jikalauinginmenetapberhentilah. Tapi jika hanyasinggahpergilah. Karena rasa bukan sepertibianglala yangdikemudikan.Aktifitas sekolah yang sudah mulai sibuk dengan ujian membuat semua punya wajah kusut kusam saat bel sekolah berbunyi. Rasa ingin membaringkan badan segera di kasur dan batal yang empuk sekarang adalah tujuan satu-satunya.Hari ini, pulang sekolah cukup telat daripada biasanya. Sudah banyak persiapan soal-soal ujian akhir semester yang harus dipelajari lagi. Tidak banyak tapi tidak juga sedikit untuk ditimbang mata dan kepala yang sudah merindukan senja dan r
Hal yang biasa sekarang suatu saat akan jadi kenangan luar biasa yang tidak bisa lagi diulang. Karena porsi dan kerjanya hanya untuk berada di masa lalu."Hampir saja", ucapku dengan napas yang tersengal-sengal karena hampir saja terlambat dan berdiri tepat di luar gerbang sekolah."Pak... buka dong pak",Terdengar suara Ian dari belakangku. Dia terlambat beberapa detik setelah gerbang sekolah ditutup. Tampak napasnya yang ikut ngos-ngossan kemudian melihatku. Mendengar itu, pak satpam menghiraukannya saja kemudian berlalu meninggalkan kami berdua."Terlambat, hampir saja tadi bisa masuk loh padahal.""Iya namanya juga usaha, udah lari tetap aja terlambat. Al bantuin aku dong"Melihat di sekitarku tidak ada guru dan satpam, Ian mencoba membujukku untuk membantunya sebelum jam pelajaran di kelas mulai. Tetapi gerbangnya sudah di gembok sama pak satpam yang pergi melewatiku tadi."Gimana