Share

Lamar Kakak, Nikahi Adiknya
Lamar Kakak, Nikahi Adiknya
Author: Ulya Faudiyah

Bab 1

Author: Ulya Faudiyah
last update Last Updated: 2025-02-24 12:46:26

Bab 1: Hari Perjodohan yang Berantakan

“Nadia ke mana?!” Suara Ibu menggema di ruang rias, membuat semua orang di dalam ruangan terpaku. Aisyah berdiri kaku di sudut, menggenggam ujung jilbab putihnya yang sudah basah oleh keringat dingin. Dari pantulan cermin besar, ia bisa melihat wajah Ibu yang merah padam, sementara Bapak mencoba menenangkan istrinya dengan suara rendah.

“Tadi masih di sini, Buk. Dia bilang mau ke kamar mandi,” jawab salah seorang kerabat yang ikut membantu acara.

“Sudah setengah jam!” Ibu mendengus kesal. Ia menoleh ke arah Aisyah. “Ais, kamu lihat kakakmu enggak?”

Aisyah menggeleng cepat. “Enggak, Bu. Tadi Mbak Nadia bilang mau ke kamar mandi, tapi Ais enggak tahu ke mana lagi.”

Ibu menekan pelipisnya, napasnya memburu. “Ya Allah… apa dia kabur?” gumamnya, hampir tak terdengar. Namun, itu cukup membuat Aisyah terkejut.

“Bu, jangan berpikiran macam-macam dulu. Mungkin Nadia hanya butuh waktu,” sahut Bapak, mencoba meredakan situasi.

“Waktu apa, Pak? Penghulu sudah datang! Reza sudah menunggu di ruang akad! Tamu-tamu mulai gelisah! Ini bukan main-main!”

Aisyah menunduk, tak berani menatap wajah Ibu yang semakin tegang. Di luar, suara riuh tamu undangan bercampur dengan instrumen musik tradisional yang dimainkan pelan, seolah menambah atmosfer mencekam di dalam ruangan.

Tiba-tiba, pintu ruang rias terbuka keras. Laila, sahabat Aisyah, muncul dengan napas terengah-engah. “Bu, Pak… ini! Saya nemu ini di kamar Mbak Nadia!” Ia mengangkat sebuah ponsel, layar masih menyala menampilkan sebuah pesan.

Ibu buru-buru merebut ponsel itu, matanya bergerak cepat membaca isi pesan. Seketika, wajahnya memucat. “Dia… dia ke rumah mantannya?”

Aisyah mendongak kaget. “M-mantan?”

“Dia dapat pesan dari mantannya! Lihat ini!” Ibu menyerahkan ponsel itu ke Bapak dengan tangan gemetar.

Bapak membaca pesan di layar dengan raut wajah tegang. “Nad, aku belum bisa melupakanmu. Tolong temui aku untuk terakhir kalinya sebelum kamu menikah. Aku ada di rumah. Kumohon, Nad.”

Aisyah menutup mulutnya, tak percaya. “Jadi… Mbak Nadia pergi ke sana?”

“NA-DIA!” Ibu berteriak marah, hampir saja menjatuhkan ponsel itu ke lantai. “Anak ini benar-benar… benar-benar memalukan keluarga!”

Di sisi lain kota, Nadia berdiri di depan sebuah rumah sederhana dengan tangan gemetar. Ia membaca ulang pesan yang dikirim oleh Bayu, mantan kekasihnya. Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya, membuat hatinya bimbang.

“Kenapa aku ke sini?” gumamnya pelan. Tapi, langkah kakinya tetap membawanya masuk ke halaman rumah.

Pintu terbuka sebelum ia sempat mengetuk. Bayu berdiri di sana, mengenakan kaos oblong dan celana pendek. Ia tersenyum tipis, tetapi matanya tampak gugup.

“Nadia… kamu datang,” ucapnya pelan.

“Aku enggak tahu kenapa aku ke sini,” jawab Nadia cepat. “Kamu bilang ini terakhir kali, kan? Apa yang mau kamu bicarakan?”

Bayu menggaruk belakang kepalanya, ragu. “Masuk dulu, Nad. Kita bicara di dalam.”

Nadia menggeleng. “Enggak. Aku cuma punya waktu sebentar. Apa yang sebenarnya kamu mau?”

Bayu terdiam sejenak, lalu menghela napas. “Aku cuma… aku cuma mau minta maaf. Aku masih sayang sama kamu, Nad. Aku enggak bisa lihat kamu menikah dengan orang lain.”

Mendengar itu, Nadia merasakan hatinya mencelos. Ia tahu ia seharusnya tidak mendengarkan ucapan itu. Namun, bagian kecil dari dirinya masih berharap Bayu benar-benar tulus.

“Kenapa kamu baru bilang sekarang?” tanya Nadia, suaranya bergetar.

Bayu menunduk. “Karena aku pengecut. Dan aku tahu aku salah.”

Sejenak, Nadia terpaku. Namun, sesuatu di wajah Bayu membuatnya merasa aneh. Ada kegelisahan yang tidak biasa.

“Bayu, kamu serius enggak sih?”

Bayu terlihat semakin gelisah. Ia membuka mulut, tapi sebelum kata-kata keluar, suara tawa keras terdengar dari dalam rumah. Nadia menoleh, bingung. Dari celah pintu, ia melihat beberapa teman Bayu duduk di ruang tamu, memegang ponsel dan tertawa-tawa.

“Dia datang, ya? Wah, gila sih, Bay! Enggak nyangka dia beneran mau ke sini gara-gara dare!” salah satu dari mereka berceletuk.

Nadia membeku. “Dare?”

Bayu langsung panik. “Nad, aku bisa jelasin—”

“Jadi ini cuma permainan?” suara Nadia bergetar, matanya memerah menahan amarah. “Kamu ngajak aku ke sini hanya karena tantangan?”

“Nad, aku enggak bermaksud begitu! Aku beneran sayang sama kamu, tapi mereka… mereka cuma bercanda, aku enggak bisa nolak!”

PLAK!

Tangan Nadia mendarat keras di pipi Bayu. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan berjalan cepat keluar dari rumah, air mata mengalir di pipinya.

Di rumah, suasana semakin tegang. Waktu akad sudah lewat dari jadwal, dan tamu mulai mempertanyakan keberadaan Nadia.

“Pak, kita harus bagaimana? Kalau tamu tahu Nadia kabur, kita bakal malu besar!” Ibu mondar-mandir di ruang tamu, sementara penghulu dan keluarga Reza menunggu di ruang utama dengan wajah canggung.

“Aisyah.”

Aisyah yang sejak tadi duduk diam di sudut ruangan tersentak mendengar suara Bapak. “I-iya, Pak?”

“Kamu harus menggantikan kakakmu,” ujar Bapak tegas.

Mata Aisyah melebar. “Apa? Tapi, Pak… Ais…”

Bapak menatapnya lekat. “Nama baik keluarga kita dipertaruhkan. Kamu tahu itu, kan? Kamu harus kuat, Nak.”

Aisyah merasakan tubuhnya gemetar. Semua mata di ruangan kini tertuju padanya. Ibu memegang bahunya, menatapnya dengan penuh harap sekaligus tekanan.

“Ais, tolong, Nak. Kita enggak punya pilihan lain,” bujuk Ibu.

Air mata mulai menggenang di sudut mata Aisyah. Ia menoleh ke arah ruang utama, di mana Reza berdiri dengan wajah tegang. Pria itu jelas marah, meskipun ia berusaha menutupinya.

“Reza… dia pasti enggak akan setuju, Bu,” bisiknya lemah.

“Itu urusan nanti. Yang penting sekarang, kamu harus menggantikan Nadia,” sahut Ibu dengan nada memerintah.

Aisyah menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu ia tidak punya pilihan. Dengan berat hati, ia mengangguk pelan. “Baik, Bu.”

“Saudara Reza bin Sulaiman, apakah Anda menerima Aisyah binti Abdul Hamid sebagai istri Anda?”

Ruangan hening. Semua mata tertuju pada Reza, yang duduk di depan penghulu dengan wajah dingin. Aisyah, yang duduk di sisi lain, menunduk dalam-dalam, tak berani menatap siapa pun.

Butuh beberapa detik sebelum Reza akhirnya menjawab, “Saya terima.”

Suara itu terdengar datar, tanpa emosi. Aisyah merasakan hatinya mencelos. Bahkan setelah akad selesai, Reza tidak menoleh kepadanya. Ia hanya berdiri, mengucapkan salam pada penghulu dan tamu, lalu keluar dari ruangan tanpa sepatah kata pun.

Aisyah hanya bisa menelan ludah, menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia tahu ini bukan awal pernikahan yang ia bayangkan, tetapi inilah takdirnya sekarang.

Setelah semua tamu pulang, dan rumah mulai sepi, Aisyah mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara dengan Reza. Ia mengetuk pintu kamar yang kini menjadi kamar mereka.

“Mas Reza?”

Tidak ada jawaban.

Aisyah menghela napas dan membuka pintu perlahan. Di dalam, Reza duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke arah jendela.

“Mas… maaf,” ucap Aisyah pelan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 2

    Bab 2: Awal Pernikahan yang Dingin “Mas Reza?” Tidak ada jawaban. Aisyah menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang sejak tadi berdegup kencang. Dengan tangan gemetar, ia membuka pintu pelan-pelan. Di dalam kamar yang kini harus mereka bagi bersama, Reza duduk di tepi ranjang, pandangannya kosong menatap jendela yang terbuka sedikit. Sinar bulan masuk menerangi ruangan yang terasa sunyi dan dingin. “Mas… maaf,” ucap Aisyah pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam malam yang hening. Reza tidak langsung menjawab. Ia hanya menghela napas panjang, seolah kata-kata Aisyah tadi hanyalah angin lalu. Namun, akhirnya ia berdiri, membelakangi Aisyah, dan berjalan menuju lemari pakaian. “Aku tidur di sofa,” ucapnya datar sambil membuka lemari, mengambil selimut tipis. Aisyah terdiam. Kata-kata itu terasa seperti tusukan di hatinya. Bukan karena ia mengharapkan kehangatan dari pria itu, tetapi sikap dingin dan tanpa ekspresi Reza membuatnya merasa terhina. Apakah ia bena

    Last Updated : 2025-02-24
  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 3

    Bab 3: Tekanan Sekolah dan Rumah TanggaAisyah mendongak, menatap Reza dengan mata yang memerah.“Kenapa Mas menikah sama aku?” tanyanya, suaranya bergetar.Reza terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Matanya terpaku pada wajah Aisyah yang tampak lelah. Gadis itu masih mengenakan seragam sekolah yang sedikit kusut karena seharian dipakai. Tatapan Aisyah begitu tajam, meski bercampur kebingungan dan rasa sakit. “Aku… aku nggak tahu harus jawab apa, Dek Ais,” ucap Reza akhirnya. Suaranya pelan, hampir seperti bisikan. “Aku juga nggak pernah mengira semuanya bakal jadi seperti ini.”Aisyah mengalihkan pandangannya. Dia menunduk, menatap ujung rok seragamnya yang mulai memudar warnanya. Hening menyelimuti ruang makan kecil itu, hanya suara kipas angin yang berdecit pelan terdengar di antara mereka. “Aku capek, Mas,” gumam Aisyah akhirnya. Reza menatapnya, ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia ragu. Setiap kali dia mencoba memahami Aisyah, selalu ada dinding tinggi yang memisahkan merek

    Last Updated : 2025-02-24
  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 4

    Bab 4: Kejutan Bisnis dan Rahasia Lama“Aku nggak janji, Nad,” jawab Reza akhirnya.Dari balik pintu kamarnya, Aisyah yang tidak sengaja mendengar percakapan itu merasa seluruh tubuhnya melemas. Hatinya yang berusaha menerima keadaan sekarang mendadak terasa seperti dihantam palu. “Siapa Nadia, Mas?” tanyanya pelan, hampir seperti berbisik, tapi cukup keras untuk membuat Reza terkejut.Reza menoleh ke arah pintu kamar Aisyah. Dia tidak menyadari bahwa Aisyah sudah berdiri di sana, wajahnya pucat dengan sorot mata yang sulit ditebak. Reza menelan ludah, berusaha menyusun kata-kata. Namun, tidak ada yang keluar dari mulutnya.“Mas…” Suara Aisyah bergetar. “Siapa Nadia?” ulangnya, kali ini dengan nada lebih tegas.Reza menghela napas panjang dan meletakkan ponselnya di atas meja. Dia tahu dia tidak bisa menghindar lagi. Tapi bagaimana dia bisa menjelaskan semuanya tanpa menyakiti Aisyah lebih jauh?“Dia… dia orang dari masa lalu Mas,” jawab Reza akhirnya, singkat.“Masa lalu?” Aisyah me

    Last Updated : 2025-02-24
  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 5

    Bab 5: Tumbuhnya Rasa yang Tak DisadariReza menggenggam ponselnya erat-erat. Pandangannya melayang ke arah kamar Aisyah. Dia tahu berita ini akan mengubah segalanya.“Apa yang sebenarnya terjadi, Mas?” suara Aisyah memecah keheningan, membuat Reza tersentak.Reza menoleh. Di sana, Aisyah berdiri dengan wajah penuh tanda tanya. Matanya memancarkan campuran emosi antara kebingungan, rasa ingin tahu, dan ketakutan. Untuk beberapa detik, Reza hanya bisa diam. Ia tahu Aisyah pantas mendapatkan jawaban, tetapi masalahnya, apa yang bisa ia katakan?“Aisyah…” Reza menghela napas panjang. Ia melangkah mendekat, meletakkan ponsel di atas meja. “Mas nggak mau kamu salah paham.”“Kalau begitu, jelaskan, Mas,” potong Aisyah dengan suara yang lebih tegas dari biasanya. “Siapa yang telepon? Apa hubungannya sama Mbak Nadia?”Reza duduk di sofa, mengusap wajahnya yang tampak lelah. “Orang itu bilang… dia tahu di mana Nadia sekarang.”Aisyah terdiam. Kata-kata itu seperti pisau yang menusuk hatinya. “

    Last Updated : 2025-02-24
  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 6

    "Tok! Tok! Tok!"Ketukan di pintu depan menggema di seluruh rumah. Aisyah yang sedang membereskan meja makan di ruang tengah spontan menoleh ke arah sumber suara. Matanya memandang sekilas ke arah dapur, di mana Reza baru saja menaruh gelas ke dalam wastafel."Ais, bisa bukain pintunya?" suara Reza terdengar dari dapur.Aisyah mengangguk kecil sebelum melangkah ke depan. Tangannya menggenggam gagang pintu, menariknya perlahan. Namun, begitu melihat siapa yang berdiri di balik pintu, napasnya tertahan sejenak.Nadia.Perempuan itu berdiri dengan angkuh di depan pintu, mengenakan blouse putih elegan yang dipadukan dengan rok panjang hitam. Wajahnya tetap secantik yang Aisyah ingat, tetapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang berbeda—lebih suram, lebih lelah."Aisyah," Nadia menyebut namanya dengan nada yang sulit diartikan, seperti ada ketidaksukaan yang terpaksa ditahan. "Reza ada?"Aisyah tidak langsung menjawab. Ada perasaan aneh yang menyusup di dadanya. Sejak awal, keberadaannya di

    Last Updated : 2025-03-13
  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 7

    "Aku ini cuma pengganti, kan?"Aisyah menggigit bibirnya, menahan gemuruh di dadanya saat suara hatinya sendiri berdengung keras di kepalanya. Di hadapannya, Reza berdiri dengan ekspresi terkejut, seolah tak siap mendengar pertanyaan itu keluar dari mulutnya.“Apa maksudmu, Ais?”Aisyah menatapnya lurus. "Aku ini istrimu, tapi kenapa aku merasa cuma bayangan Mbak Nadia di rumah ini? Kenapa keluargamu lebih menginginkan dia kembali?"Reza menarik napas panjang, mengusap wajahnya dengan kasar. “Ini nggak seperti yang kamu pikirkan.”“Oh, ya? Aku pikir aku cuma pelarian. Aku pikir mereka menerimaku karena nggak ada pilihan lain,” suara Aisyah sedikit bergetar, tapi matanya tetap tajam. “Bilang, Mas. Kalau Mbak Nadia nggak kabur waktu itu, aku nggak akan ada di sini, kan?”Reza terdiam. Seketika, keheningan di antara mereka lebih menusuk daripada ribuan kata. Sakit.Jawaban yang tak terucapkan dari Reza lebih menyakitkan daripada jika dia mengiyakan.Aisyah terkekeh pelan, lebih ke arah

    Last Updated : 2025-03-13
  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 8

    "Kenapa kamu selalu menghindar, Za?"Suara Nadia terdengar pelan, tapi ada ketegasan di dalamnya. Reza yang baru saja masuk ke ruang tamu langsung terhenti. Matanya menatap perempuan di hadapannya dengan ekspresi dingin, tetapi ada ketegangan dalam sikapnya."Aku nggak menghindar," jawab Reza, menekan nada suaranya. "Aku cuma nggak mau ada masalah baru."Nadia tersenyum miring, menutup jarak di antara mereka. "Masalah baru? Atau kamu takut menghadapi perasaan sendiri?"Reza mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Kita udah selesai, Nad.""Tapi aku belum."Hening.Reza menatap Nadia dengan mata tajam, tapi perempuan itu tetap berdiri tegak, penuh keyakinan. "Aku nggak pernah benar-benar mencintai Bayu," lanjut Nadia, nadanya lebih pelan, lebih dalam. "Aku pergi karena keluarga kamu, Za. Karena tekanan dari mereka. Bukan karena aku pengin."Reza mengalihkan pandangannya, dadanya terasa sesak. Dia tahu betul bagaimana ibunya bisa menghancurkan seseorang dengan gengsinya yang berlebihan

    Last Updated : 2025-03-14
  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 9

    “Ais, kamu serius mau ninggalin semuanya gini?” Laila berdiri di depan meja makan dengan tangan bersedekap, menatap Aisyah yang duduk di kursi dengan kepala tertunduk. Di depan Aisyah, secangkir teh yang mulai dingin belum disentuh sejak tadi. “Aku nggak ninggalin apa-apa, La,” suara Aisyah lirih, tetapi tetap tegas. “Aku cuma butuh waktu buat mikir.” Laila menghela napas panjang, lalu menarik kursi di seberang Aisyah dan duduk. “Mikir? Ais, kamu udah cukup banyak mikir. Dari dulu kamu selalu nurut, selalu nahan perasaan, selalu mikirin orang lain sebelum diri sendiri. Tapi kapan kamu mulai mikirin kebahagiaan kamu sendiri?” Aisyah terdiam. Hatinya penuh sesak, pikirannya bercabang. Sejak meninggalkan rumah Reza dan memilih tinggal sementara di rumah Laila, dia terus memikirkan satu pertanyaan besar: apakah dia benar-benar ingin tetap berada di dalam pernikahan ini? “Aku nggak tahu, La…” Aisyah akhirnya mengakui. “Aku takut. Aku nggak mau jadi perempuan yang lari dari tanggu

    Last Updated : 2025-03-14

Latest chapter

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 28

    "Kamu pikir dengan melakukan semua ini, kami akan menerimamu?"Suara Ibu Reza menggema di ruang makan keluarga. Wajahnya dingin, matanya menatap tajam ke arah Aisyah yang berdiri tegak di seberang meja. Di sekelilingnya, suasana tegang. Reza duduk di samping, ekspresinya sulit ditebak.Aisyah menelan ludah, tapi dia tidak menunduk. "Saya tidak melakukan ini untuk diterima, Bu. Saya melakukannya karena saya ingin."Ibu Reza mengangkat alis. "Ingin?"Aisyah mengangguk. "Saya ingin berada di sisi Mas Reza, dalam keadaan apa pun."Hening. Suasana di ruangan itu terasa semakin tegang. Laila, yang berdiri di sudut ruangan, menggigit bibirnya, terlihat gelisah. Reza sendiri belum berkata apa-apa, tapi tangannya terkepal di atas meja, menandakan ketidakpuasannya terhadap situasi ini."Kalau begitu, kenapa baru sekarang bicara seperti ini?" suara Ibu Reza penuh sindiran. "Dari awal, kamu hanya diam, menunduk, seolah tidak punya pendirian. Kamu tidak seperti Nadia."Jantung Aisyah mencelos mend

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 27

    "Aku bukan bayangan Mbak Nadia, Mas."Suara Aisyah bergetar, tapi sorot matanya teguh. Reza menatapnya, terdiam beberapa saat. Di ruangan apartemen mereka yang remang, ketegangan terasa seperti udara yang mengental, menunggu untuk dipecahkan."Aku tahu," suara Reza lebih pelan, tetapi tak lantas mereda. "Dek Ais, aku nggak pernah menganggap kamu begitu."Aisyah menelan ludah. "Tapi Mas Reza selalu ragu-ragu. Aku bisa merasakannya."Reza mengusap wajahnya, napasnya berat. "Aku hanya butuh waktu...""Waktu untuk apa?" potong Aisyah. "Untuk menyadari kalau aku benar-benar istri Mas Reza? Untuk melihat aku bukan cuma seseorang yang hadir karena keadaan?"Hening. Suara detak jam di dinding terasa begitu jelas, seolah mengikuti irama ketegangan di antara mereka. Reza menarik napas panjang, lalu berjalan mendekat. "Aku memang butuh waktu, Aisyah. Tapi bukan untuk itu."Aisyah diam, menunggu. Dia tahu bahwa di balik setiap kata Reza terdapat sebuah ketulusan yang terpendam."Aku butuh waktu

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 26

    "Dek Ais, aku nggak mau dengar alasan apa pun lagi. Aku harus ada di sana."Suara Reza terdengar tegas. Aisyah, yang tengah duduk di depan meja rias, menatap pantulan dirinya di cermin. Tangan mungilnya mengepal di atas pangkuan. Dia merasakan ketegangan yang mengalir di antara mereka, seperti arus listrik yang tak terlihat namun sangat kuat."Mas Reza, aku nggak mau merepotkan..." Reza berdecak, melangkah mendekat. "Kamu lulus hari ini. Hari penting dalam hidup kamu. Suamimu sendiri harus hadir, bukan?"Aisyah menggigit bibir. "Ibu nggak akan suka.""Ibu bisa berpikir sesukanya." Reza menggerakkan tangannya seolah menyingkirkan semua kekhawatiran yang menghalangi mereka.Jantung Aisyah berdebar. Sejak pernikahan mereka, Reza memang selalu membela dirinya. Tapi tetap saja, dia tak ingin menjadi penyebab keretakan hubungan Reza dan ibunya. Rasa bersalah menyergapnya."Tapi, Mas..." Reza menunduk sedikit, menatap langsung ke matanya. "Nggak ada tapi. Aku suami kamu, dan aku mau ada di

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 25

    "Kenapa, Za? Kenapa kamu berubah gini?" Suara Nadia bergetar, tapi Reza tetap menatapnya tanpa ekspresi. Hawa dingin yang menyelimuti ruangan itu seolah menekan setiap kata yang ingin keluar dari mulutnya. "Aku nggak berubah, Nad. Justru ini pertama kalinya aku bersikap seperti yang seharusnya."Nadia menelan ludah. Ada sesuatu dalam tatapan Reza yang membuat dadanya sesak—seolah dia benar-benar kehilangan sesuatu yang selama ini dia pikir bisa dia kendalikan."Jangan ngomong kayak gitu. Kamu nggak bisa ninggalin aku, Za. Kamu tahu itu!" Reza mendengus pelan."Kamu terlalu percaya diri, Nad."Nadia mengerjap, seolah belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan yang ada di depan matanya. Sejak awal, dia selalu percaya bahwa Reza akan tetap ada untuknya—entah sebagai pria yang dia cintai, atau setidaknya seseorang yang tidak bisa benar-benar lepas dari genggamannya. Tapi sekarang, semuanya terasa berbeda."Kamu masih marah soal yang kemarin, kan?" Reza menghela napas. "Bukan cuma kemar

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 24

    Ruang tamu yang biasanya hangat dan penuh tawa kini terasa dingin dan tegang. Cahaya lampu gantung di langit-langit memantulkan bayangan samar di dinding, seolah mencerminkan pergolakan yang sedang berlangsung di antara dua wanita yang berdiri saling berhadapan. Aisyah berdiri tegak di tengah ruangan, jilbab panjangnya yang berwarna krem menjuntai hingga menutupi sebagian pundaknya. Tangannya tersembunyi di balik kain itu, namun jika dilihat lebih dekat, jemarinya tampak mengepal erat, menahan gelombang emosi yang bergejolak di dadanya. Suaranya yang keluar dari bibirnya sedikit bergetar, namun matanya—mata yang biasanya lembut dan penuh kehangatan—kini menatap lurus ke arah Nadia tanpa sedikit pun gentar."Apa maumu sebenarnya, Mbak Nadia?" tanyanya, nada suaranya bercampur antara ketegangan dan kemarahan yang ia coba tahan.Nadia, yang duduk santai di sofa empuk dengan kaki disilangkan, hanya tersenyum tipis. Senyum itu tidak mencapai matanya; ada sesuatu yang dingin dan licik ters

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 23

    “Apa yang kamu lakukan, Mbak Nadia?” Suara Aisyah bergetar, namun ada kekuatan yang tersirat dalam nada bicaranya. Matanya menatap lurus ke arah wanita yang berdiri di depannya, sorot keteguhan yang belum pernah Reza saksikan sebelumnya memenuhi wajah lembut Aisyah. Cahaya lampu ruang tamu yang temaram memantulkan bayangan mereka di dinding, menciptakan suasana yang tegang seolah udara di sekitar mereka ikut mengeras.Nadia tersenyum sinis, lengkungan bibirnya penuh dengan kepahitan yang sudah lama terpendam. “Kamu pikir aku akan membiarkan kamu merebut semuanya dariku, Aisyah? Aku tahu semua rahasia keluarga ini—setiap detail kecil yang disembunyikan dengan rapi di balik senyum manis dan kata-kata bijak. Dan aku akan memastikan kamu menyesal telah masuk ke dalamnya, menjejakkan kakimu di dunia yang bukan milikmu.”Reza melangkah maju, tubuhnya yang tinggi berdiri tegak di antara Aisyah dan Nadia, seolah menjadi benteng pelindung bagi wanita yang kini menjadi bagian penting dalam hidu

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 22

    "Aku mau hubungan kita dimulai dari awal, Mas. Tanpa bayangan Mbak Nadia."Reza terdiam. Suasana ruang tamu yang biasanya dingin, dengan dinding-dinding putih polos dan sofa tua yang berderit pelan, kini terasa sesak, seolah udara di sekitar mereka menolak bergerak. Cahaya lampu gantung di atas kepala memantulkan bayangan samar di lantai kayu, namun sorotan mata Aisyah yang berdiri di hadapannya jauh lebih tajam daripada kilau itu. Wajahnya tenang, hampir terlalu tenang, tapi di balik ketenangan itu, Reza bisa melihat kilasan ketegasan yang asing—sesuatu yang belum pernah ia temui sebelumnya dalam diri Aisyah selama tiga tahun pernikahan mereka."Jadi, kamu... benar-benar mau kembali ke rumah ini?" Suara Reza bergetar samar, seperti angin yang menyelinap di sela-sela jendela yang tak pernah tertutup rapat. Dia berdiri di dekat meja kecil di sudut ruangan, tangannya meremas ujung kain sarung yang dikenakannya, mencari pegangan untuk menenangkan hati yang bergetar.Aisyah mengangguk pe

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 21

    Cinta adalah sebuah perasaan yang tak terduga, sering kali datang di saat yang tak kita duga dan membawa perubahan besar dalam hidup. Dalam kisah ini, kita akan menyelami perjalanan Aisyah dan Reza yang terjebak dalam hubungan yang rumit. Apakah mereka akan mampu mengatasi masa lalu dan menemukan kebahagiaan yang sejati? Mari kita lanjutkan narasi ini.Sejak pernikahan mereka dimulai, Aisyah selalu merasakan bayang-bayang Nadia, mantan kekasih Reza yang masih menghantui hubungan mereka. Setiap kali Aisyah berharap untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang Reza, selalu ada rasa bahwa ia hanya menjadi pengganti. **Realita ini sangat menyakitkan** bagi Aisyah, dan ia merasa terjebak dalam situasi yang tidak adil. Reza, di sisi lain, berjuang dengan rasa bersalah dan kesedihan yang mendalam. Kehilangan Nadia membuatnya merasa bahwa ia tidak berhak untuk mencintai lagi. **Pikiran ini membuatnya menjaga jarak dari Aisyah**, meskipun di dalam hatinya, ia menyimpan perasaan yang semakin d

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 20

    "Aku lelah, Mas. Aku nggak bisa terus-terusan berusaha kalau aku sendiri nggak yakin aku memang pantas di sini."Aisyah menatap Reza dengan mata yang dipenuhi air. Suaranya terdengar pelan, tetapi cukup untuk menusuk hati pria di depannya. Dia merasa terjebak dalam perasaannya sendiri, dan saat-saat seperti ini membuatnya meragukan segala sesuatu yang telah dia jalani bersama Reza."Jangan ngomong gitu, Dek Ais." Suara Reza lebih rendah dari biasanya, nyaris seperti bisikan. "Aku tahu ini berat, tapi kita bisa cari jalan keluar bareng-bareng." Ada nada harapan dalam suaranya, tetapi Aisyah merasa semua itu sia-sia.Aisyah menggeleng. "Aku udah coba. Aku berusaha keras buat bertahan, buat percaya kalau aku bisa jadi bagian dari hidup Mas Reza. Tapi yang selalu aku lihat cuma bayang-bayang Mbak Nadia. Aku capek." Kata-kata itu meluncur keluar seperti aliran air yang tidak bisa dia tahan lagi. Setiap detik rasanya semakin menyakitkan.Reza mengatupkan rahangnya. Tangannya mengepal di sis

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status