Beranda / Lain / LOVE YOU MBAK SANTRI / LOVE YOU MBAK SANTRI bab 1

Share

 LOVE YOU MBAK SANTRI
LOVE YOU MBAK SANTRI
Penulis: Azizah Azzahra Qolby

LOVE YOU MBAK SANTRI bab 1

last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-03 16:17:57

Jam tiga sore, aku berangkat menuju ke pesantren di mana Udin, menyelesaikan hapalan Al-Qur'an-nya. Kukendarai motor kesayanganku, menembus ramainya jalan, banyak orang mencari sesuatu untuk menikmati indahnya sore hari.

***

Setelah memarkirkan motor yang sudah kupastikan tidak roboh. Aku langsung menaiki tangga di mana kamar Udin berada. Sebelum masuk kurapikan pakaianku, juga rambut panjangku sepunggung, tidak lupa songkok yang sudah pudar warnanya dari hitam menjadi coklat, Jaket juga sarung tidak lupa kurapikan. Kamar Udin terletak di atas mushola, khusus anak tahfidz yang berada di sini, jadi sedikit melelahkan. 

"Assalamualaikum," ucapku di ambang pintu kamar.

Krieeetttt. Gesekan kayu dengan lantai sehingga menimbulkan suara.

"Waalaikumsalam," jawab orang tersebut. Keluarlah seorang lelaki santri memakai pakaian yang lusuh, maklum santri putra.

"Eh, Kang Jono," sapa Kang Abdul. Berkulit hitam tapi manis, wajahnya yang ke arab-araban. 

"Udinnya ada, Kang?" Kini aku masuk ke kamar Udin. Ah, jangan ditanya seperti apa kamar cowok. Aku duduk di sebelah kiri pintu. Kang Abdul mengeluarkan keresek hitam dari bawah lemari. Pelan-pelan Kang Abdul membuka tali tersebut, lalu mengeluarkan kertas putih kecil berbentuk persegi panjang.

"Monggo Kang tembakaunya," tawarnya. Ia taruh tembakau di kertas tadi lalu menggulungnya.

"Iya, Kang." Kukeluarkan satu bungkus rokok berwarna merah tua. Aku mengambil satu batang lalu kunyalakan. 

"Rokok, Kang?" tawarku padanya.

Kuletakkan di tengah-tengah. Ia ulurkan tangannya mengambil sesuatu, kulirik dari ekor mataku. Ternyata Kang Abdul mengambil satu batang rokok, menyelipkan rokok yang ia buat tadi di telinganya.

"Kang, Udin ke mana?" tanyaku memecah keheningan di antara kami.

"Katanya sih tadi ke warung," jawab Kang Abdul sambil menghisap rokoknya dalam-dalam, menghembuskan dari dua lubang hidung serta mulutnya.

"Oh gitu," jawabku.

"Di sini ada berapa orang yang hapalan?" tanyaku basa-basi.

"Ada empat," jawabnya. Bukannya menatap yang mengajak bicara justru menundukkan kepalanya. Terdengar langkah kaki menaiki anak tangga.

"Assalamualaikum," suaranya sudah tidak asing lagi di telingaku. Siapa lagi kalau bukan Udin.

"Waalaikumsalam," jawab kami kompak. Saat Udin masuk dia tampak terkejut ketika melihat diriku ada di dalam kamarnya.

"Udah dari tadi?" tanyanya, kini dia duduk di antara kami

"Tidak kok, baru aja," ucapku seraya mengulurkan tangan kananku untuk berjabat tangan.

"Oh aku kira sudah dari tadi." Udin menyambut uluran tanganku. Dia meletakkan kantong keresek putih di atas lemari. Ah entah apa itu.

"Ya udah Kang, saya tinggal dulu ya," pamit Kang Abdul pada kami berdua. Sepertinya Kang Abdul cukup paham kalau kami hanya ingin mengobrol berdua saja.

"Hei mau ke mana?" tanya Kang Abdul pada seseorang, tapi entah siapa itu.

"Mau ke toko," jawab seseorang. Suara dari bawah cukup jelas, jadi aku dan Udin bisa mendengar percakapan mereka. Suaranya seperti suara perempuan.

"Mungkin Kang Abdul hanya basa-basi," pikirku.

"Gimana betah gak?" tanyaku terus terang. Aku sudah tidak mendengarkan percakapan Kang Abdul.

"Alhamdulillah, betah kok," jawab Udin.

"Ini rokok." Kutawari rokok yang tinggal tiga batang.

"Iya," jawabnya singkat.

"Setorannya lancar?" 

"Lancar kok."

"Mulai dari awal lagi atau gimana?" 

"Ya, dari awal lagi, jadi aku bisa buat hapalan lagi untuk yang besok-besok. Kan aku sudah punya cicilan lima juz, jadi aku tinggal nambahin lagi. Jadi aku sedikit nyatai he he he," jelasnya.

***

Kulihat jam di ponsel, sudah menunjukkan jam lima kurang sepuluh menit.

"Ya udah aku pulang ke pesantren dulu, hati-hati di sini apa lgi kamu anak baru," pesanku pada Udin. Karena menunggu Kang Abdul tidak kujung datang juga, akhirnya aku pamit sama Udin. Kini kami berdiri berjalan keluar menuruni anak tangga.

"Kok di bawah rame banget Din?" tanyaku penasaran.

"Iya, jam lima semua santri mengaji surah waqiah," jawab Udin.

Kami berhenti di halaman belakang mushola, ada satu pohon mangga di mana aku memarkirkan motorku. Ada rumah di depan mushola.

"Ini rumah siapa?" tanyaku pada Udin, dari pada penasaran.

"Oh ini, ini rumah buleknya Mbah Yai," jawab Udin

Ada santri wati yang lewat di hadapan kami, yang satu masih kecil berkulit sawo matang, kutaksiri dia masih SMP. Yang satunya lagi sedikit tinggi dan berkulit putih, hidungnya mancung. Tangan kanan memegang ujung mukena agar tidak menyentuh tanah, sedangkan yang kiri memegang Al-Qur'an. Tidak selang beberapa lama ada santri wati datang dari arah belakang kami. Tangan kiri memegang ujung mukenahnya. Sedangkan kanan melambai mengikuti langkah kakinya.

"Dek," sapa Udin. Seketika aku terkejut, Terkejut karena Udin memanggil dengan sebutan 'Dek'. Dia berhenti dan menoleh ke arah kami.

"Mau ke mana, kan sebentar lagi mengaji mau di mulai?" tanya Udin, sambil senyum-senyum.

"Mau mengambil Al-Qur'an," jawabnya, tidak lupa ia ukir senyuman yang menghiasi wajahnya.

Di saat dia senyum ada rasa yang tidak biasa di hati ini, Lesung pipinya menghiasi pipi mungilnya, Hidung mancung serta berkulit sawo matang, Wajahnya seperti orang Turki mata yang tidak terlalu lebar juga tidak terlalu sipit. Beralis tebal dan ada belahan di dagunya. Ah manisnya.

'Siapa dia, kenapa aku deg-degan seperti ini,' gumamku dalam hati.

"Aku pulang dulu ya," pamitku pada Udin. Kugas pelan-pelan motornya, meninggalkan Udin yang masih berdiri. Matahari sudah mulai tenggelam, menyembunyikan sinarnya di gelapnya malam.

'Oh mbak santri,' gumamku dalam hati. Siapa dia, kenapa ada rasa yang tidak biasa di hati ini. 

"Ah kenapa aku memikirkan dia sih?" Aku merasa kesal pada diri sendiri. 

Aku memalingkan pikiranku ke orang-orang yang lalu-lalang, ramai sekali jalan banyak pemuda dan pemudi berduaan. Tidak sedikit pula mengajak keluarganya jalan-jalan menikmati udara di sore hari. Masih sama saat aku berjalan menuju ke pesantren Udin, tapi sekarang lebih ramai lagi. Penjual gorengan, mie ayam, bakso, ah masih banyak sekali. Bila aku sebutkan tidak akan ada habisnya.

"Kenapa tadi aku tidak tanya namanya ya?" gumamku lirih.

Bab terkait

  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 2

    Setelah melewati pasar sore, kini aku ke pikiran lagi kepada santri wati tadi, yang dipanggil Udin dengan sebutan 'Dek'. Siapa dia? Wajahnya yang cantik juga manis seakan-akan menari-nari di otakku."Ah penyakit pikiran sudah datang."Apakah aku sedang jatuh cinta. Karena aku sudah lama tidak merasakan yang namanya jatuh cinta? Yang terbayang adalah alis tebal, lesung pipitnya dan juga belahan yang ada di dagunya. Ah bikin hati ini meleleh kayak lilin."Oh mbak santri, siapa namamu. Love You mbak santri." Kini aku dimabuk cinta. Karena memikirkan mbak santri tadi, sampai-sampai aku keterusan."Lah kenapa aku sampai di kelurahan," gerutuku. Setelah kupastikan aman, tidak ada kendaraan yang lewat aku langsung memutar motorku balik arah."Aahhh ini gara-gara mbak santri tadi, sampi kelewat jauh aku," gumamku. Sampai di pondok adzan magrib berkumandang, kustandarkan motor di depan kamarku.***Selesai salat isya', kubunyikan k

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-03
  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 3

    Tiga hari aku tidak main ke pesantren Udin, ada rasa rindu di hati ini. Selalu dan ingin selalu memandang wajah mbak santri tersebut, rindu yang ada di hati tidak bisa lagi kureda."Kok aku rindu dia ya," gumamku, sambil tiduran di karpet tipis."Aku sudah tiga hari tidak ke sana, apa aku ke sana ya nanti."Aku menimbang-nimbangkannya. Daripada aku gelisah lebih baik aku ke sana saja sekarang. Kulihat jam lima sore, aku mengambil jaket levis berjalan mencari Kang Rois."Kang, aku mau jenguk Udin dulu kok aku ke pikiran." Tentu itu hanya alasanku saja. Aku berdiri di ambang pintu kamar Kang Rois."Oh iya Kang, sekalian aku nitip Kang." Dia yang awalnya tengkurap kini berdiri berjalan menghampiriku."Apa?""Tolong belikan gorengan yang ada di perapatan yang ada di pojokkan sana." Ia mengulurkan uang satu lembar pecahan sepuluh ribu."Beli berapa?" Kuambil uangnya dari tangannya""Lima ribu aja.""Nanti pulangnya jam

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-03
  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 4

    Semua santri berbondong-bondong menuju rumah Pak Kyai. Di sana sudah banyak santri wati. Kudekati Gus Ulin. Sebagian dari santri masih kasak kusuk apa yang terjadi. Begitu kerasnya Bu nyai menangis, sehingga menimbulkan tanda tanya. Tidak ada yang berani masuk meski santri putri."Ada apa Gus?" Ada kegelisahan yang terpancar dari wajahnya. Tiba-tiba dia memelukku."Abah, Kang abah," ucapnya terbata-bata."Kenapa Abah?" Kini aku mulai gelisah."Abah wafat." Seketika tangisnya pecah di pelukanku."Innililahiwainnailahirojiun.” Kuelus punggungnya."Yang sabar, Gus." Kulepas pelukannya dan kuarahkan dia duduk di kursi."Minum dulu, Gus." Kusodorkan air putih.Tidak lama keluarlah Gus Fuad dari dalam kamar, memerintah beberapa santri putra untuk menyiapkan segalanya. Juga pengurus tidak lupa mengumumkan perihal wafatnya pak kyai, aku sendiri tidak percaya abah meninggalkan kita semua, umur yang belum terlalu sepuh yaitu empat

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-03
  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 5

    "Assalamualaikum," ucap Kang Rois di depan pintu Bu Nyai."Waalaikumsalam," ucap seseorang dari arah dalam.Seorang perempuan hampir berkepala lima keluar dari kamar masih menggunakan mukena pajang. Sedikit gemuk tapi cantik."Ayo Kang silakan masuk," titah Bu nyai."Inggih."Bu nyai duduk di atas sofa sedangkan kami duduk di atas karpet. Ya itulah salah satu cara santri menghormati gurunya. Seorang santri berjajar dengan Guru merasa tidak pantas dan suul adabnya kurang."Jangan duduk di bawah dingin," ucap beliau.Kami menurut dengan ucapan Bu Nyai dari bawah kini kami duduk di sofa. Berhadapan dengan Bu Nyai. Hanya meja kecil yang menjadi pembatas kami."Kok baru datang jam segini Kang?"Kami memang sengaja datang setelah Shalat isya, agar bisa mengobrol dengan nyaman dan sedikit lama."Iya Bu, tadi saya mencari Kang Rois tidak ketemu-temu," jawabku dengan kepala menunduk."Lho emang tadi ke mana?"

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-03
  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 6

    Jam lima sore Kang Rois datang sambil mendorong motornya. Berhenti di depanku. "Apes wes apes." Stelah menstandarkan motornya, ia berjalan ke arahku dan merobohkan badannya di sampungku. "Kenapa Kang?” tanyaku heran. "Itu motornya Kang Usman malah mogok." Kang Usman juga salah pengurus tapi. "Kok bisa,” kupandangi motor, di lihat motornya tidak kenapa-napa. "Gak tau!” jawab Kang Rois ngos-ngosan setelah mendorong motor. "Mana lagi dorongnya dari perempatan sana, hadeh capek," cerocosnya. "Kenapa tidak di titipin ke bengkel aja tadi.” "Mana ada duit aku Kang-kang?" "Kan pinjam sama aku bisa.” "Emang kamu punya?" tanyanya. "Belum tahu hahaha.” "Edan samean." "Tadi udah di cek tangki bensinnya?" kudekati motor, dan kugenjot. "Asthofirrulloh egak.e Kang." seketika Kang Rois bangun dari tidurnya dan menepuk jidatnya sendiri. "Man

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-06
  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 7

    Akhir-akhir ini aku dan Kang Rois di sibukkan dengan pekerjaan baru, meskipun lelah tidak apa, asal pesantren mendapatkan keringanan meski, itu listrik tapi sangat membantu kami para santri."Kang aku pinjam motormu." Entah sejak kapan ia berdiri di depan pintu kamar."Mau kemana Kang?" kuserahkan kunci motor ke padanya."Ada deh, aku pinjam dulu ya!" ucapnya sambil berlalu.Sejak jadi penarik listrik Kang Rois orangnya sibuk."Assalmualaikum." Suara seseorang dari aula.Suaranya sangat familiar tapi siapa ya."Waalaikumsalam", jawabku. Tapi aku malas beranjak dari tempat dudukku."Waahhh rajinnya," ucapnya.Seketika aku mendongakkan kepala."Ehh Kamu, sama siapa kesini?" ternyata Udin."Sendiri aja, aku mau ngobrol serius sama kamu," kini dia duduk di samping kananku.Kut

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-07
  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI 8

    Saat mata ini ingin terpejam, terdengar suara langkah kaki yang menaiki tangga.Saat kulihat ternyata Kang Abdul, duduk di samping Udin tanpa permisi Kang Abdul menyeruput kopi Udin."Apa aku tanya aja, dari pada aku suudzon sama dia."Kubuka songkok yang tadi kubuat menutup muka, dan mengubah posisiku menjadi duduk bersila."Kang Abdul!""Hemm...."Dia menyalakan sebatang rokok kretek, ada kata pepatah setelah makan tidak merokok bagaikan beol tanpa cebok."Sudah berapa tahun menikah?"Mendengar perkataanku, Kang Abdul tersedak asap rokoknya. Sedangkan Udin malah mengrenyitkan dahinya. Merasa bingung dengan pertanyaanku. Mungkin."Menikah?! kamu dengar dari siapa?!" ucap Kang Abdul bingung."Iya, tadi santri perempuan yang makan bareng sama kamu itu, istrimu kan Kang?" tanyaku santai."Hahahahah hahaha hahaha...."Tiba-tiba Udin dan Kang Abdul tertawa terbahak-bahak, sampai aku bingung dan men

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-15
  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 9

    Sebulan alu tidak memikirkan mbak santri, karena aku pikir dia istrinya Kag Abdul ternyata salah.Seketika kesunggingkan senyum yang lebar. Indah orang jatuh cinta tapi kalau sudah kecewa ah jangan di tanya seperti apa sakitnya."Kenepa Kang senyum-senyum sendiri?" tanya Kang Rois."Ah egak kok Kang." Kang Rois membawa kresek hitam mebuat aku penasaran."Apa itu Kang?" tanyaku.Setelah di buka ternyata gorengan."Monggo Kang di makan!" tawarnya."Baru kiriman ya Kang?" tanyaku."Hehe iya." "Tiga bulan macet baru sekarang orang tua punya rejeki." Aku hanya oh ria saja, yang penting makan.*****Sudah dua minggu aku tidak mendengar kabar dari orang yang minta tolong padaku tempo lalu.Triing..Tiba-tiba poselku berbunyi dengan cepat aku buka pesan tersebut. Dari nomor yangbtidk di kenal.[Kang nanti bisa kesini] isi pesan tersebut.Triiing... Ada pesan masuk lagi.[Ini saya orang yang minta tolong sama kamu waktu lalu]Dengan cepat aku balas pesan singkat tersebut.[Insya Alloh] cent

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-30

Bab terbaru

  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 12

    "Ya bisa lah kenapa gak?" kuelus bahunya. Kutenangkan dia."Makasih ya Kang, ntar aku tanya sama orang tuaku, semoga saja di bolehin," ucapnya semangat.Kehumbuskan nafas pelan.*****"Kang ayok berangkat."Setelah kopiku habis aku melangkah ke kamar Kang Rois."Aduh Kang, aku libur dulu ya, aku lagi masuk angin."Mendengar Kang rois sakit, aku masuk ke dalam dan mengecek badanya. Kutempelkan punggung tanganku ke keningnya. Panas."Sejak kapan Kang?""Tadi pagi."Ia bungkus badan kecilnya dengan sarung."Kamu ajak dulu Kang Usman." Usulnya"Baik kalau begitu. Kamu mau menitip apa Kang, biar sekalian aku beliin," tawarku padanya."Obat penurun demam saja Kang.""Ehm bodrex*n ya.""Emang aku anak kecil," ujarnya."Hahaha.""Ah sudah sana pergi!" Usrinya."Ya ya ya."Aku keluar dari kamar Kang rois langsung menuju ke kamar Kang Usman.Letak kamar kang usman, sebelah kiri kamar kang rois selang satu kamar."Assalamualaikum." Aku berdiri di depan pintu."Waalaikumsalam," jawabnya.Tidak be

  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 11

    Hari-hari yang sangat melelahkan belakangan ini, ku rebahkan badanku ke kramik. Sekilas bayangan Mbak santri melintas di benakku.Melambaikan tangan dan tersenyum. Cantiknya.Drrttt drrttt"Siapa sih ganggu orang?" grutuku.Segara ku ambil posel yang ada di sampingku.[Kang, buruan kemari]Ternyata dari Bapak yang kemarin minta tolong."Ngapain aku di auruh kesana?! apa anaknya kumat lagi ya?!" batinku.Aku begegas mencari Kang Rois tapi tidak ada, di sungai pun juga tidak hampir satu jam aku mencarinya tapi tak kunjung temu.[Kok lama banget Kang] satu pesan masuk lagi.[Tunggu sebentar] balasku.Karena sudah di tunhgu jadi aku berangkat sendiri. Kurang lebih tiga puluh menit, aku sampai di sana."Assalamualaikum," ucapku sedikit keras.Kuamati rumahnya sepi, juga tidak ada suara orang yang mengamuk. Aku sedikit bingung.Saat aku bingung keluarlah seorang wanita cantik menggunaka drees warna biru dan jilbab yang senada dengan bajunya."Waalaikumsalam," ucapnya malu-malu.Ada perasaan

  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 10

    "Itu dia yang pakek jilbab...""Kang Udin?" teriak Kang Abdul dari bawah."Sebentar ya Kang," ucap udi sambil berlalu."Aaahhhh ada aja halangannya, padahal udah antusias mendengarkannya ujung-ujungnya gatot." rasanya aku ingin makan orang.Aku sangat kesal gimana tidak, ingin tahu seperti apa dia eh ada aja halangannya.Karena di tinggal sendiri, kuputuskan membeli kopi di kantin pesantren siapa tau bisa ketemu dia.Saat aku melewati asrama putra yang ada di sebelah utara. Samar-samar mendengarkan obrolan santri."Tadi aku jumpa dia?""Dimana?" jawab mereka bersamaan. Dengan antusiasnya."Tadi pas aku ke kantin, cantiknya. Tidak salah kalau di jadikan primadona pesantren udah cantik hafalan pula.""Apa lagi Abangnya sebagai tangan kanan Mbah Yai," imbuhnya.Aku yang lewat cuek aja toh juga tidak kenal juga sama primadona pesantren ini."Kopi Mbak satu," pesanku pada penunggu kantin pesantren. Dia adalah alumni sini dan sudah menikah.Setelah menikah dia menetap di sini dan membuka ka

  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 9

    Sebulan alu tidak memikirkan mbak santri, karena aku pikir dia istrinya Kag Abdul ternyata salah.Seketika kesunggingkan senyum yang lebar. Indah orang jatuh cinta tapi kalau sudah kecewa ah jangan di tanya seperti apa sakitnya."Kenepa Kang senyum-senyum sendiri?" tanya Kang Rois."Ah egak kok Kang." Kang Rois membawa kresek hitam mebuat aku penasaran."Apa itu Kang?" tanyaku.Setelah di buka ternyata gorengan."Monggo Kang di makan!" tawarnya."Baru kiriman ya Kang?" tanyaku."Hehe iya." "Tiga bulan macet baru sekarang orang tua punya rejeki." Aku hanya oh ria saja, yang penting makan.*****Sudah dua minggu aku tidak mendengar kabar dari orang yang minta tolong padaku tempo lalu.Triing..Tiba-tiba poselku berbunyi dengan cepat aku buka pesan tersebut. Dari nomor yangbtidk di kenal.[Kang nanti bisa kesini] isi pesan tersebut.Triiing... Ada pesan masuk lagi.[Ini saya orang yang minta tolong sama kamu waktu lalu]Dengan cepat aku balas pesan singkat tersebut.[Insya Alloh] cent

  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI 8

    Saat mata ini ingin terpejam, terdengar suara langkah kaki yang menaiki tangga.Saat kulihat ternyata Kang Abdul, duduk di samping Udin tanpa permisi Kang Abdul menyeruput kopi Udin."Apa aku tanya aja, dari pada aku suudzon sama dia."Kubuka songkok yang tadi kubuat menutup muka, dan mengubah posisiku menjadi duduk bersila."Kang Abdul!""Hemm...."Dia menyalakan sebatang rokok kretek, ada kata pepatah setelah makan tidak merokok bagaikan beol tanpa cebok."Sudah berapa tahun menikah?"Mendengar perkataanku, Kang Abdul tersedak asap rokoknya. Sedangkan Udin malah mengrenyitkan dahinya. Merasa bingung dengan pertanyaanku. Mungkin."Menikah?! kamu dengar dari siapa?!" ucap Kang Abdul bingung."Iya, tadi santri perempuan yang makan bareng sama kamu itu, istrimu kan Kang?" tanyaku santai."Hahahahah hahaha hahaha...."Tiba-tiba Udin dan Kang Abdul tertawa terbahak-bahak, sampai aku bingung dan men

  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 7

    Akhir-akhir ini aku dan Kang Rois di sibukkan dengan pekerjaan baru, meskipun lelah tidak apa, asal pesantren mendapatkan keringanan meski, itu listrik tapi sangat membantu kami para santri."Kang aku pinjam motormu." Entah sejak kapan ia berdiri di depan pintu kamar."Mau kemana Kang?" kuserahkan kunci motor ke padanya."Ada deh, aku pinjam dulu ya!" ucapnya sambil berlalu.Sejak jadi penarik listrik Kang Rois orangnya sibuk."Assalmualaikum." Suara seseorang dari aula.Suaranya sangat familiar tapi siapa ya."Waalaikumsalam", jawabku. Tapi aku malas beranjak dari tempat dudukku."Waahhh rajinnya," ucapnya.Seketika aku mendongakkan kepala."Ehh Kamu, sama siapa kesini?" ternyata Udin."Sendiri aja, aku mau ngobrol serius sama kamu," kini dia duduk di samping kananku.Kut

  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 6

    Jam lima sore Kang Rois datang sambil mendorong motornya. Berhenti di depanku. "Apes wes apes." Stelah menstandarkan motornya, ia berjalan ke arahku dan merobohkan badannya di sampungku. "Kenapa Kang?” tanyaku heran. "Itu motornya Kang Usman malah mogok." Kang Usman juga salah pengurus tapi. "Kok bisa,” kupandangi motor, di lihat motornya tidak kenapa-napa. "Gak tau!” jawab Kang Rois ngos-ngosan setelah mendorong motor. "Mana lagi dorongnya dari perempatan sana, hadeh capek," cerocosnya. "Kenapa tidak di titipin ke bengkel aja tadi.” "Mana ada duit aku Kang-kang?" "Kan pinjam sama aku bisa.” "Emang kamu punya?" tanyanya. "Belum tahu hahaha.” "Edan samean." "Tadi udah di cek tangki bensinnya?" kudekati motor, dan kugenjot. "Asthofirrulloh egak.e Kang." seketika Kang Rois bangun dari tidurnya dan menepuk jidatnya sendiri. "Man

  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 5

    "Assalamualaikum," ucap Kang Rois di depan pintu Bu Nyai."Waalaikumsalam," ucap seseorang dari arah dalam.Seorang perempuan hampir berkepala lima keluar dari kamar masih menggunakan mukena pajang. Sedikit gemuk tapi cantik."Ayo Kang silakan masuk," titah Bu nyai."Inggih."Bu nyai duduk di atas sofa sedangkan kami duduk di atas karpet. Ya itulah salah satu cara santri menghormati gurunya. Seorang santri berjajar dengan Guru merasa tidak pantas dan suul adabnya kurang."Jangan duduk di bawah dingin," ucap beliau.Kami menurut dengan ucapan Bu Nyai dari bawah kini kami duduk di sofa. Berhadapan dengan Bu Nyai. Hanya meja kecil yang menjadi pembatas kami."Kok baru datang jam segini Kang?"Kami memang sengaja datang setelah Shalat isya, agar bisa mengobrol dengan nyaman dan sedikit lama."Iya Bu, tadi saya mencari Kang Rois tidak ketemu-temu," jawabku dengan kepala menunduk."Lho emang tadi ke mana?"

  • LOVE YOU MBAK SANTRI   LOVE YOU MBAK SANTRI bab 4

    Semua santri berbondong-bondong menuju rumah Pak Kyai. Di sana sudah banyak santri wati. Kudekati Gus Ulin. Sebagian dari santri masih kasak kusuk apa yang terjadi. Begitu kerasnya Bu nyai menangis, sehingga menimbulkan tanda tanya. Tidak ada yang berani masuk meski santri putri."Ada apa Gus?" Ada kegelisahan yang terpancar dari wajahnya. Tiba-tiba dia memelukku."Abah, Kang abah," ucapnya terbata-bata."Kenapa Abah?" Kini aku mulai gelisah."Abah wafat." Seketika tangisnya pecah di pelukanku."Innililahiwainnailahirojiun.” Kuelus punggungnya."Yang sabar, Gus." Kulepas pelukannya dan kuarahkan dia duduk di kursi."Minum dulu, Gus." Kusodorkan air putih.Tidak lama keluarlah Gus Fuad dari dalam kamar, memerintah beberapa santri putra untuk menyiapkan segalanya. Juga pengurus tidak lupa mengumumkan perihal wafatnya pak kyai, aku sendiri tidak percaya abah meninggalkan kita semua, umur yang belum terlalu sepuh yaitu empat

DMCA.com Protection Status