Axcel POV
Namaku Axcel Aditama Riguela, anak tunggal dari pasangan Alexander Riguela dan Andini Marselina Riguela. Saat ini aku berada di kelas XII di sebuah SMA ternama yang merupakan milik papaku. Bisa dibilang aku anak berada, siapa yang tidak mengenal keluarga Riguela? Kakekku yang bernama Samuel Riguela merupakan pemilik beberapa perusahaan besar warisan turun temurun keluarga yang dia kembangkan menjadi lebih besar.
Papaku yang merupakan anak lelaki satu-satunya dikeluarga Riguela, tentu saja dia yang akan meneruskan bisnis keluarga. Sedangkan kakak dari papaku yang bernama Alana Swarini Riguela atau sekarang sudah berganti marga menjadi Negulian karena sudah menikah dengan keluarga Negulian yang juga deretan keluarga kaya.
Aku memiliki pacar bernama Indira Cantika, kami sudah berpacaran sejak masih SMP kelas VIII. Aku sangat mencintai Indira, dia pacar pertamaku, dan kurasa dia cinta pertamaku. Hubungan kami sangat baik, paling hanya ada beberapa konflik kecil saja.
Indira gadis yang cantik, populer dan pastinya fashionable. Dia selalu masuk jajaran most wanted dari jaman SMP hingga sekarang, aku bangga menjadi pacarnya. Bisa di bilang kami ini couple goals sejak dulu, karena aku juga masuk dalam jajaran most wanted sejak dulu.
Kenapa dia memilihku? Tentu saja aku juga sebanding dengannya. Aku tampan, kaya, pintar dan populer dan asal kalian tau ya. Aku juga pernah menjabat sebagai kapten basket dan ketua OSIS sekolah sejak dari jaman SMP sampai SMA .
Hanya saja karena kelas XII harus focus ujian, maka segala bentuk jabatan diserahkan pada kelas XI. Dulu Indira adalah sekertarisku di OSIS, dia juga kapten team Cheerleaders di sekolahku, dari jaman SMP sampai SMA.
Aku dan dia merupakan couple paling favorit sejak kami pertama kali jadian. Bahkan kami memiliki fansclub khusus yang mengidolakan kami. Namanya Axinlovers (Axcel Indira lovers) mereka adalah perkumpulan dari fansku dan Indira yang akhirnya menggabungkan diri setelah melihat keserasian kami. Sekali lagi kutekankan aku dan Indira memang sangat serasi.
Kami tidak pernah terpisahkan, di OSIS dia selalu bersamaku karena sekertarisku, sedangkan dibasket dia juga selalu ikut kemanapun aku bertanding karena dia kapten team Cheerleaders sekolah.
Aku berharap hubungan kami akan berjalan selamanya, bahkan aku sudah berencana untuk melamarnya saat kita kuliah nanti. Lalu setelah kami berdua lulus aku akan menikahinya. Bagiku tidak masalah menikah muda, karena aku tau bahwa dikeluargaku kebanyakan menikah muda. Kakek dan nenekku saja dulu menikah muda, lalu papa dan mamaku juga menikah muda saat papa baru lulus kuliah dan mama baru akan masuk kuliah.
Lalu tanteku Alana, yang merupakan ibu dari kakak sepupu tersayangku kak Andra dan adik sepupuku Rayanna. Dia menikah diusianya yang tepat berusia 17 tahun. Jadi tak masalah kan kalau aku mengikuti tradisi keluargaku? Lagi pula masalah keuangan nampaknya tidak jadi masalah, toh nantinya aku menjadi pewaris satu-satunya perusahaan papaku. Jadi aku tidak perlu khawatir soal keuangan setelah menikah karena aku kan akan meneruskan usaha papa.
Tapi semua ketenangan hidupku mendadak sirna saat Indira bilang bahwa keluarganya akan pindah ke London dan Indira harus ikut pindah sekolah kesana. Padahal Indira sudah kelas tiga, sebentar lagi juga lulus. Tapi kenapa dia mendadak harus pindah begini.
Sepulang sekolah aku dan Indira makan disebuah restoran untuk membicarakan keputusannya. Aku ingin membujuknya agar Indira mau menetap di sini, aku berjanji akan menjaganya walau dia akan jauh dari orangtuanya. Walau diriku tergolong sedikit bad boy, tapi aku tidak pernah macam-macam. Aku menjaga Indira dengan sangat baik, aku tidak pernah melakukan hal-hal negative padanya. Aku sadar kami belum menikah, akan lebih baik kalau kita melakukan hal-hal intim setelah menikah saja.
"Axcel, aku bingung harus bagaimana. Aku gak mau LDR, aku gak bisa." Indira nampak frustasi, aku tau dia tidak bisa dengan yang namanya hubungan jarak jauh. Sama seperti diriku, aku juga tidak bisa berada jauh dari gadisku.
"Sama Indira, aku juga gak bisa LDR sama kamu. Gimana kalau kamu jangan pindah dulu." Aku ikut mengeluh karena aku benar-benar ikut pusing saat ini.
"Tapi orangtuaku memaksa," ujar Indira lemas.
"Aku punya ide.” Tiba-tiba saja terlintas sebuah ide difikiranku.
“Apa?” tanya Indira
"Kamu bilang saja sama orangtuamu kalau kamu pindah ke Londonnya nanti setelah lulus SMA, karena tanggung sudah kelas tiga. Nanti setelah kita lulus aku juga akan melanjutkan kuliahku di London bersamamu, hanya tunda satu tahun saja Indira ke Londonnya." Aku memberikan usulanku, berharap dia akan setuju dengan ideku karena aku benar-benar tidak sanggup jauh darinya.
"Hmm, gimana yah? Ide kamu bagus juga sih, dari pada kita LDR setahun nunggu kamu lulus baru kuliah di sana. Tapi nanti aku bahas sama orangtuaku dulu yah, sayang." Indira nampaknya juga setuju dengan usulanku itu, kini aku tinggal berharap kalau orangtua Indira juga akan setuju dan mengijinkan Indira menyelesaikan SMA nya di sini.
“Aku harap orangtuamu akan setuju, ya sudah ayo aku antar kamu pulang. Takutnya kan nanti orangtua kamu nyariin.” Karena sudah cukup lama aku membawa pacarku ini ke luar, aku tentu harus segera memulangkannya. Nanti orangtuanya bisa marah karena Indira lama di luar setelah pulang dari sekolah. Lalu akhirnya aku mengantar Indira pulang ke rumahnya.
***
Aku terus berlari mengejar Indira ke tempat parkir untuk menjelaskan semua kesalahpahaman yang terjadi akibat gadis aneh tiba-tiba mengaku menjadi pacarku. Sialnya, karena gadis itu kini aku tak bisa mencegah Indira pergi menggunakan taksi. Lantas aku berlari ke mobilku dan mengejarnya, aku berhenti di depan rumah Indira.
Tok tok tok.
Aku mengetuk pintu rumahnya dengan harap-harap cemas, kenapa malah jadi runyam begini sih. Setelah cukup lama aku menunggu sambil terus mengetuk pintu, kini terbukalah pintu rumah Indira menampakan seorang pria paruh baya yang merupakan ayah dari Indira.
"Permisi Om, Indiranya ada?" tanyaku pada ayah Indira dengan sopan
"Ada apa lagi kamu kemari? Belum cukup sudah membuat putriku menangis? Mulai sekarang jangan temui dan ganggu anak saya lagi!" ujar ayah indira tegas memperingatkanku.
Oh astaga, semuanya semakin rumit saat ayah dari Indira juga ikut salah paham. Kalau begini ceritanya bisa rusak image ku didepan calon mertua masa depanku, aku harus buru-buru menjelaskan semuanya. Aku tidak mau hubungan ini kandas hanya karena sebuah kesalahpahaman yang aku sendiri masih bingung kenapa bisa ada gadis yang seenaknya saja mengaku-ngaku begitu.
"Tapi Om, saya mau jelasin semuanya sama Indira. Indira telah salah paham pada saya Om, saya mohon ijinkan saya bertemu dengan dia," pintaku memohon.
"Indira! Indira!" ayah Indira akhirnya memanggil putrinya, aku bisa bernafas sedikit lega karena beliau mengijinkanku untuk bicara dan menjelaskan semuanya pada Indira.
Lalu tak selang beberapa lama Indira datang kehadapan kami dengan matanya yang sembab. Aku merasa bersalah telah membuatnya menangis, walau ini semua sebenarnya bukan kesalahanku melainkan kesalahan gadis asing yang menyebalkan itu. Berani sekali dia membuat orang yang aku cintai sampai menangis sendu begini, awas saja kalau aku bertemu lagi dengannya.
"Kamu selesaikan dulu urusanmu dengan lelaki ini, ini terakhir kalinya kau bertemu dengan dia!" ayah Indira membuatku sedih, jangan bilang keputusan Indira untuk pindah sudah bulat. Aku tidak sanggup jauh darinya barang sebentar saja, walau LDR hanya setahun tapi bagiku dan Indira itu sangat lama. Karena kami bukan orang yang tahan berjauhan, apalagi dalam waktu yang terbilang lama.
Ayah Indira berjalan pergi meninggalkan diriku berdua bersama Indira, dia memberikan waktu untuk kami berdua berbincang.
"Mau apa lagi kamu kesini Axcel?" tanya Indira dingin membuat relung hatiku terluka
Nampaknya dia benar-benar marah padaku saat ini. Karena selama ini Indira tidak pernah berbicara sedingin ini padaku, terlepas kami sedang bertengkar atau dia sedang kesal.
"Indira, dengerin penjelasanku dulu. Kamu salah paham, aku aja gak kenal siapa gadis tadi," kataku jujur.
"Cukup Axcel! Aku udah mutusin buat pergi dari sini, keputusan aku udah bulat, kita putus!" ujar Indira lalu dia langsung masuk menutup pintu rumahnya keras.
Putus? Dia mengakhiri hubungan kita tanpa mendengar penjelasan dariku terlebih dahulu. Aku tidak mau hubungan kami berakhir, bagaimana dengan rencanaku membangun masadepan bersama dengan dirinya. Aku tidak mau hubungan ini berakhir hanya karena sebuah kesalahpahaman semata. Aku tidak salah disini, aku tidak menghianati Indira.
Akhirnya aku memutuskan untuk tetap berada di sana sampai Indira mau menemuiku lagi dan mendengar semua penjelasanku. Aku tidak bisa membiarkan dia pergi dengan kesalahpahaman yang ada. Biarlah aku semalaman berdiri di depan pintu rumah Indira, menunggunya keluar untuk minta kesempatan lagi.
Cukup lama aku menunggu di sana, tapi Indira atau keluarganya tidak ada yang keluar menemuiku. Dinginnya malam menusuk kulitku, serta nyamuk-nyamuk nakal yang mulai berkeliaran dimalam hari kini menggigiti kulitku untuk menghisap darahku. Rasanya gatal juga sedikit panas hingga aku harus bersabar menjadi sasaran empuk para nyamuk yang kelaparan. Tanpa sadar aku tertidur di depan teras rumah Indira karena terlalu lama menunggu.
Perlahan aku mulai membuka mataku saat ada silau cahaya yang mengenainya, rasanya sudah tidak sedingin semalam. Oh, rupanya ini sudah pagi, jadi semalaman aku ketiduran di sini dan menjadi sasaran empuk nyamuk nakal. Kulitku bentol-bentol merah bekas gigitan serangga penghisap darah semalam. Rasanya badanku juga pegal-pegal karena tertidur di teras seperti itu, biasanya aku selalu tidur di kasur yang empuk.
"Loh, aden ngapain tidur di teras rumah ini?" tanya tukang kebun Indira
"Saya nunggu Indira, Pak. Saya mau bertemu dengannya,” jawabku sambil merenggangkan badanku yang rasanya seperti habis dipukuli
"Loh, Non Indira serta keluarganya kan sudah pergi sejak pagi buta tadi, sekitar jam tiga dini hari lah kira-kira." Perkataan dari bapak itu membuatku terkejut, Indira pergi meninggalkanku saat aku tertidur di teras rumahnya. Astaga, aku tidak bisa kehilangan gadis yang sangat aku cintai itu.
“Terimakasih infonya, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu.” Aku langsung berlari keluar dari rumah Indira dan melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi menuju bandara, berharap pesawat yang Indira tumpangi belum lepas landas. Namun sayang harapanku pupus, pesawat itu sudah terbang dari dua jam yang lalu.
Axcel POV Hatiku terasa sangat sakit mengetahui gadis yang sangat aku cintai pergi begitu saja tanpa pamit. Dia bahkan pergi tanpa mendengarkan penjelasan dariku terlebih dahulu. Akhirnya aku berjalan gontai keluar bandara lalu melajukan mobilku menuju rumah orangtuaku. "Indira, kenapa kamu ninggalin aku? Kenapa kamu gak percaya padaku? Kamu bahkan gak mau mendengarkan penjelasanku terlebih dulu." Kini aku duduk di ranjang king sizemiliku sambil memegang fotoku yang sedang bersama dengan Indira. Aku tak menyangka kisahku dan Indira yang sangat sempurna akan hancur seperti ini. Kami berpacaran selama kurang lebih empat tahun tapi harus kandas hanya karena kesalahpahaman. Padahal aku dan Indira yang digadang-gadang oleh banyak orang sebagai pasangan paling romantis, serasi, bahkan diharapkan sampai ke pelaminan ternyata harus kandas seperti ini. "Ini semua gara-gara gadis gila itu, awas saja aku kalau berte
Axcel menarik tangan Clarissa dan membawanya ke gudang, dihempaskannya kasar tangan gadis itu membuat Clarissa mengaduh kesakitan dan nyaris saja tubuhnya terjatuh ke lantai karena hempasan kasar yang dilakukan Axcel padanya. Clarissa dapat melihat amarah yang besar dari wajah tampan yang kini terlihat sangat menyeramkan itu. Clarissa tidak mungkin dibunuh disini kan? Clarissa sangat takut karena sekarang mereka berada di gudang yang gelap dan pengap. "Sebenarnya apa sih tujuanmu mengaku-ngaku menjadi pacarku huh?" kak Axcel bertanya pada Clarissa dengan nada sinis sambil terus memberikan tatapan tajam pada Clarissa yang sudah menciut ketakutan. "Kak, soal yang waktu itu aku minta maaf," cicit Clarissa penuh dengan penyesalan. Clarissa hanya bisa menunduk karena tidak berani menatap Axcel yang tengah menatapnya dengan tatapan sinis seolah akan mengulitinya hidup-hidup. Sebenarnya Clarissa selalu kepikiran akan nasib Axcel dan Indira setelah hal tidak pantas y
Clarissa POV Hari ini adalah hari pertamaku memasuki masa putih abu-abu, setelah kemarin telah selesai berkutat dengan MOS dan segala tetek bengeknya. Aku sudah terbiasa bangun pagi untuk bersiap sekolah, walau terkadang kalau tidurku larut malam karena tugas menumpuk membuatku terlambat bangun dan harus dibangunkan oleh mamaku. "Clarissa, nanti semangat yah belajarnya!" mama memberikan aku semangat saat aku sedang berjalan ke dapur untuk mengambil minum, karena saat ini mama sedang memasak untuk sarapan kami. Aku tersenyum ke arahnya sambil mengambil gelas dari rak piring, saat ini aku masih mengenakan piyama panjang bergambar doraemon. "Iya, Mah. Tapi sayang Clarissa gak sekelas sama Ares, Lala dan Chris." Aku sedikit sedih menceritakan hal itu pada mama, mengingat aku dan para sohibku tidak bisa bersama. Padahal sejak SD sampai SMP kami selalu bersama, walau sekarang kami juga masih satu sekolah hanya beda kelas saja. Kuli
Clarissa terjatuh tak sadarkan diri di kantin, membuat anak-anak yang tengah makan atau mengantri makan menjadi kaget. Axcel kebetulan memang sedang melihat kearah Clarissa sehingga dia tau gadis itu pingsan. Axcel dengan malas langsung bangkit dari tempat duduknya dan pergi menuju tempat Clarissa yang tengah tergeletak di lantai."Dih, ini anak malah pingsan, ngrepotin aja!" gerutu Axcel kesal, lalu dia mengangkat tubuh Clarissa untuk membawanya ke UKS.Semua murid memandang kearah Axcel saat dirinya menggendong Clarissa ala bridal style dan melangkah pergi menuju UKS. Banyak siswi yang berteriak histeris karena merasa iri hati, tidak bisa dipungkiri bahwa Axcel adalah salah satu pentolan sekolah. Dia tampan, kaya, gaul dan gayanya yang cool serta tak tersentuh membuat para siswi mengidolakannya. Dia juga terkenal sebagai pria yang setia, karena berdasarkan track record Axcel hanya pernah berpacaran satu kali dengan mantan kekasihny
Pagi ini Clarissa terbangun dari tidurnya, dia memang sudah terbiasa untuk bangun lebih pagi. Clarissa langsung bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, tapi sesuai dengan janjinya pada Axcel dia harus menjemput lelaki itu kerumahnya.Kak AxcelJangan lupa, jemput tepat waktu!Clarissa.Kak, jangan lupa kirim alamat rumahnya.Kak AxcelJln. KH Mas Mansyur, karet tengsin, Jakarta Pusat.Clarissa yang rumahnya berada di Jakarta barat harus menempuh perjalanan yang lumayan jauh tentu saja. Untuk menghindari macet, dia sengaja minta ijin berangkat lebih pagi pada orangtuanya. Tidak lupa Clarissa sarapan roti dengan selai karena makanan untuk sarapan belum siap. Tapi itu sudah cukup untuk sekedar mengganjal perutnya, karena dia tidak mau kalau sampai kejadian seperti waktu kemarin terulang kembali.“Kamu kok dari kemarin berangkatnya pa
Axcel terus menarik Clarissa ke luar dari Mall menuju ke parkiran, setelah sampai di parkiran dia menyuruh Clarissa masuk ke dalam mobilnya dan menaruh belanjaan mereka di kursi belakang."Kita makan malem dulu," ujar Axcel sambil menjalankan mobilnya ke sebuah restoran langganannya.Sesampainya di sana Axcel mengajak Clarissa masuk, mereka kemudian duduk di kursi yang kosong, Axcel bahkan mengijinkan Clarissa memilih makanan yang Clarissa inginkan dan Axcel yang akan membayarnya.Karena tidak ingin terlalu merepotkan, Clarissa akhirnya memesan makanan yang paling murah di sana. Hal itu membuat Axcel mengernyitkan alisnya, biasanya perempuan suka sesuatu yang mahal dan mewah. Indira saja kalau setiap makan selalu pesan yang mahal-mahal, Axcel pikir semua perempuan seperti itu.Saat sedang makan, sedari tadi Clarissa nampak gelisah sambil berulang kali melirik jam tangannya. Karena ini sudah semakin larut, tadi Clarissa berbohong pada orangtuanya dengan me
Cukup lama Clarissa menangis dipelukan Axcel, dengan sabar Axcel menenangkan dan menepuk-nepuk punggung Clarissa supaya gadis itu tenang. Clarissa akhirnya sadar bahwa ternyata sejak tadi dia memeluk dan menangis dipelukan devil yang selama ini membuatnya kesulitan. Clarissa langsung melepaskan pelukannya dan segera menyeka air matanya dengan tangan."Kak, m-maafkan aku. Tadi aku refleks memeluk Kakak karena aku sedang ketakutan," ujar Clarissa saat dirinya sudah mulai tenang.Clarissa merutuki dirinya sendiri, bisa-bisanya sejak tadi dia tidak sadar telah memeluk erat lelaki itu bahkan menangis sesenggukan dipelukannya. Apakah seniornya ini akan marah padanya? Atau justru Axcel akan menganggapnya kegatelan karena sudah berani memeluknya."Ya sudah, ayo pulang. Gue anterin lo balik, tadi gue udah bilang sama Ares dan Lala kalau lo gak bisa jalan sama mereka," ujar Axcel datar membuat Clarissa mengela nafasnya sedikit lega karena ternyata Axcel tidak marah karena
Pagi ini sebelum masuk kelas, Lala dan Clarissa mengobrol didekat lapangan. Sudah cukup jarang dia dan teman-teman gengnya tidak berkumpul bersama dan menghabiskan waktu seperti dulu. Selain karena mereka tidak satu kelas, tapi mereka juga punya kesibukan yang berbeda-beda. Clarissa sibuk menjadi pesuruh Axcel dari awal masuk sekolah, sementara Ares sibuk mendekati Anna karena menjalankan taruhan atau dare yang sudah disepakati saat bermain TOD di Kafe. Sedangkan Lala dan Chris juga cukup sibuk dengan teman-teman baru mereka.“Udah lama kita gak nongkrong bareng nih, gimana kalau siang ini sepulang sekolah kita nonton bioskop bareng? Kebetulan ada film baru yang bagus nih, Ares sama Chris juga siap katanya!” ajak Lala antusias.“Boleh deh, aku ikut juga. Kangen banget kumpul-kumpul kaya dulu!” pekik Clarissa senang.“Iya lah, lagian lo sibuk mulu sama Kak Axcel. Dan Ares sibuk sama Anna, tersisa gue sama Chris doan
Teman-teman semuanya, terimakasih banyak karena sudah membaca ceritaku, semoga kalian sehat selalu, dipermudah urusannya dan dilancarkan rejekinya. Sampai bertemu dicerita-cerita selanjutnya. Sedikit informasi, LOVE GAME sedang direncanakan kalau jadi akan terbit cetaknya. Akan ada perbedaan antara versi certaknya, di sana lebih lengkap dan endingnya lebih klimaks. Cerita dari awalnya sama aja sih, cuma yang membedakan akan ada banyak bab tambahan biar endingnya lebih jelas dan akan ada ektra part juga. Pokoknya recomended deh, cuma masih lama sih jadi bisa nabung dulu biar bisa peluk Axcel dan Clarissa. Sekali lagi terimaksih untuk kalian yang sudah berkenan membaca maupun memberikan vote. Author harap jika kalian berkenan, kalian bisa kasih rating ulasan dibagian atas yang ada gambar bintang-bintangnya. Sayonara, sampai jumpa lagi. Have a nice day semua.
Seminggu kemudian.“Apa maksudmu!” pekik seorang pria penuh amarah pada wanita di depannya yang datang bersama dengan anak lelaki berumur empat tahun yang wajahnya begitu mirip dengan pria itu.“Dia anak kita, Zidan!” ujar wanita itu penuh percaya diri.“Apa yang kau katakana, Veronica! Berhenti omong kosong, kapan aku pernah melakukan hal seperti itu denganmu, hah?” Zidan merasa begitu kesal pada Veronica yang sejak dulu selalu mengejar cintanya namun selalu Zidan tolak karena sejak SMA dia sudah menyukai Clarissa.“Mungkin kau lupa, empat tahun lalu saat kau sedang patah hati karena Rissa ternyata sudah menikah dengan pria lain saat dirinya berada di Indonesia. Saat itu kau mabuk di bar milik temanmu, dan kebetulan aku juga sedikit mabuk sehingga tanpa sadar kita melakukan hal itu.” Veronica mengingatkan hal yang sudah Zidan lupakan.Saat itu Zidan begitu merasa frustasi k
Clarissa bergegas pergi memanggil dokter untuk memberitahukan kondisi Axcel yang sudah sadar agar dokter bisa memeriksa keadaannya. Setelah itu Clarissa juga segera menghubungi keluarganya dan juga keluarga Axcel untuk mengabari bahwa Axcel sudah sadarkan diri. Dokter bergegas memeriksa keadaan Axcel, beruntungnya Axcel ternyata sudah melewati masa kritisnya. Setelah memberikan beberapa wejangan, sang dokter pun pergi keruangannya.“Ha..us..” lirih Axcel dengan suara serak karena tenggorokannya terasa begitu kering setelah beberapa hari tidak sadarkan diri. Clarissa langsung mengambilkan gelas berisi air putih di meja yang berada di samping ranjang. Clarissa kemudian membantu Axcel meminumnya dengan pelan-pelan.“Axcel, aku senang kamu sudah sadar,” ujar Clarissa sambil tersenyum penuh haru.“Aku rasa, aku lebih memilih mati dari pada harus berpisah denganmu dan Bella. Kalau aku meninggal, kita tidak perlu bercerai kan? Kamu akan te
Axcel bersama dengan Clarissa telah menyepakati beberapa hal, salah satunya adalah Rissa harus bisa membuat Bella memanggil Axcel dengan panggilan ‘papa’ dalam waktu seminggu selama mereka pergi berlibur ke Bali. Namun sayangnya dengan alasan apapun Bella tetap memanggilnya om, dia sama sekali tidak mau memanggil Axcel dengan panggilan papa.“Nak, cuma selama seminggu aja kok kamu panggil om Axcel dengan sebutan papa, mau yah?” bujuk Clarissa.“Tapi Bella gak mau Mah, kalau Mama maksa, mending Bella gak usah ikut pergi ke Bali. Bella di sini aja sama oma, opa dan papa Zidan. Lagi pula Bella gak mau membuat papa sedih kalau sampai dia tau Bella memanggil orang lain dengan panggilan itu. Papa Bella kan cuma papa Zidan doang, sejak Bella masih bayi juga papaku itu papa Zidan.” Bella menolak dengan tegas untuk memanggil Axcel dengan sebutan papa membuat hati Axcel terasa begitu ngilu.“Tapi Bella, anggap saja ini sebuah perm
"Kamu tau rasa sakitnya diduakan, Axcel? Saat aku uring-uringan karena sikap kamu yang selalu membatalkan janji tanpa mengabari tapi nyatanya kamu malah sibuk dengan selingkuhan kamu itu. Saat dia berbohong padamu tentangku dan kamu langsung mempercayainya, kamu bahkan sudah jelas-jelas memilihnya dan anaknya dibandingkan diriku, jadi jangan ganggu aku lagi. Aku ingin bahagia Axcel, bisakah kamu sedikit tahu diri." Perkataan Rissa kembali menohok relung hati Axcel, Axcel sangat menyesal akan kebodohannya dulu tapi dia benar-benar tidak sanggup kehilangan anak dan istrinya lagi."Maaf Rissa maaf, aku tau aku bodoh, aku tau semua salahku, aku lelaki bre*ngsek yang tidak berguna. Maafkan aku, kasih aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, maafin aku, kamu boleh menghukum aku seperti apapun asal jangan tinggalkan aku lagi." Axcel tak sanggup lagi berkata, dadanya terasa sangat nyeri dan sesak. Tentu saja air matanya seolah aliran sungai yang deras, mengalir tanpa henti.
Axcel membawa Nissa ke ruangan kerjanya yang berada dirumah orangtua Axcel, dia mengeluarkan sebuah foto dari laci mejanya. Foto seorang perempuan yang sangat dia cintai, foto itu adalah satu-satunya foto berbingkai yang masih bisa Axcel miliki. Karena semenjak mentalnya hancur setelah kepergian Clarissa dari hidupnya, kedua orangtua Axcel mengambil semua foto clarissa termasuk ponsel Axcel yang dipenuhi oleh foto istrinya kala itu. Mereka sengaja menyembunyikannya dan melarang Axcel mengambilnya, itu semua mereka lakukan demi pemulihan mental Axcel.Nissa terkejut saat melihat perempuan di foto itu sangat mirip dengan Fira, orang yang menjadi WO untuk mengurus pernikahannya dengan Axcel."Iya, Fira itu adalah Rissa, Clarissaku, istriku. Clarissa Shafira, dia masih hidup. Aku ingin mengejar istriku, sampai detik ini dia masih sah menjadi istriku. Kami belum bercerai karena surat cerai itu aku sobek." Axcel menjelaskan semuanya pada Nissa, mendengar penuturan dari Axcel
Siang ini Fira kembali membuat janji dengan kliennya yaitu Nissa, kebetulan Nissa bilang kalau suaminya akan ikut meeting. Tapi ternyata saat sedang berada dijalan Nissa mendapat kabar kalau temannya masuk rumah sakit jadi dia harus ke sana, karena itu adalah teman baiknya.“Axcel, temanku masuk rumah sakit, aku harus tengokin dia ke sana,” ujar Nissa merasa sedih."Ya sudah, kita batalkan saja janji dengan WO nya." Axcel dengan malas menyarankan untuk membatalkan saja janji temunya, karena sejujurnya dia benar-benar enggan."Tidak bisa Axcel, aku tidak enak dengan orang WO nya. Kamu pergi temuin dia dulu yah, nanti setelah aku melihat kondisi temanku, secepat mungkin aku akan menyusul." Nissa memaksa Axcel karena dia merasa tidak enak jika membatalkan janjinya dengan Fira.“Merepotkan!” gerutu Axcel malas, sejujurnya kalau tidak karena terpaksa tentu saja Axcel juga enggan menemani Nissa menemui Wedding Organizer
Siang ini Fira akan bertemu dengan kliennya, dia telah sampai terlebih dahulu di tempat yang dijanjikan. Itu merupakan prinsipnya dalam bekerja, harus selalu tepat waktu. Bahkan bila perlu jangan sampai klien yang menunggu, maka biasanya kalau waktunya memungkinkan pasti Fira akan datang beberapa saat lebih awal dari waktu yang dijanjikan."Mba Fira?" tanya seorang perempuan yang datang bersama temannya."Iya, ini mba Gina?" tanya Fira"Iya, eh, panggil Gina aja deh biar enak, kata bibiku kita seumuran, kamu dua puluh lima tahun kan?" tanya Gina"Iya, baiklah. Oh iya, kalau begitu kalian juga panggil saya Fira saja yah biar lebih enak," ujar Fira membuat Gina dan Nissa mengangguk, lalu merekapun duduk."Oh iya, perkenalkan, ini temanku yang mau menikah Fir, namanya Nissa. Aku sudah tau sendiri kinerja mu dan team WO mu sangat bagus." Gina memperkenalkan mereka berdua sambil memuji Fira."Nissa.""Fira."Mereka pun saling berjab
Terlihat seorang perempuan mengenakan dress hijau panjang dengan rambut panjang tergerai sedang berdiri disebuah pesta pernikahan. Kedua mempelai menghampiri perempuan itu."Fira, makasih banget yah, berkat kamu acara pernikahan kami jadi bisa berjalan dengan lancar," Ujar sang mempelai wanita dengan senyum merekah di bibirnya, aura kebahagiaan sebagai sepasang pengantin baru bisa terlihat jelas di wajah keduanya."Betul sekali, ternyata benar kata orang kalau memakai jasa WO-mu memang pilihan terbaik, hasilnya sangat memuaskan!" pekik sang mempelai pria."Terimakasih pujiannya, justru aku yang harus senang serta berterimakasih karena kalian merasa puas. Bagi kami, kepuasan pelanggan adalah prioritas kami," ujar gadis bernama Fira itu dengan senyum mengembang, dia adalah orang yang paling berbahagia jika ternyata pernikahan yang ditanganinya berjalan dengan lancar dan pelanggannya merasa puas akan kinerja team WO nya."Fira, nikmati pestanya yah, maaf kam