Share

BAB 3

Penulis: Anputri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dia adalah Albara Sabian Wijaya. Laki-laki yang menolong Lily saat dia pingsan di restoran. Sekaligus anak laki-laki yang Lily temui di taman dan memberikannya jepit rambut itu. Lily adalah nama yang tentunya selalu dia ingat. Sosok anak permpuan yang menangis sendirian di taman dan jangan lupakan satu hal bahwa anak perempuan itu sangat cantik. Wajahnya yang bulat, bibirnya kecil dan berwarna pink, serta pipinya yang gembul membuat Bara saat itu menyukai perempuan kecil itu meskipun wajahnya sembab dan matanya memerah karena menangis. Bara tidak menyangka akan bertemu kembali dengannya di sini. Bara bersyukur tidak menolak ajakan papanya untuk bertemu dengan klien di New York.

"Terima kasih sudah menolong saya dan sudah mengembalikan jepit rambut saya," ujar Lily.

"Sama-sama, memang sudah keharusan untuk saling membantu sesama manusia bukan?" balas Bara.

'Iya Dokter benar sekali, oh iya Dokter kerja disini?" tanya Rachel.

"Bukan. Saya ke sini menemani papa saya untuk bertemu klien," jawab Bara.

"Oh maaf saya pikir anda bekerja disini," ujar Rachel sambil men.

"Kalau boleh saya tahu, apakah jepit rambut ini sangat penting untuk Lily?" tanya Bara.

"Iya Dok. Barang ini sangat berharga untuk saya," jawab Lily dengan lugas.

Bara senang jika Lily masih menyimpan barangnya, itu berarti Lily masih mengarapkan untuk bertemu kembali dengannya. Bara rasanya senang memikirkan hal itu. Bara masih enggan untuk memberitahu Lily jika anak laki-laki saat itu adalah dirinya. Biarlah begini dulu, Bara ingin membuat Lily jatuh hati kepadanya. Bara seketika teringat jika kemarin dirinya menolong Lily di restoran. Memikirkan itu membuat Bara merasa sedih karena di hari itu juga Bara mengetahui jika Lily mempunyai penyakit jantung dan membutuhkan donor jantung segera. Bara bertekad untuk berusaha mencari donor jantung untuk Lily dan menyembuhkan pemyakit Lily bagaimanapun caranya. Dia tidak ingin gadisnya tersiksa karena penyakit yang dideritanya. Bolehkah Bara menyebut Lily sebagai gadisnya atau perempuan kecilnya? rasanya Bara ingin egois untuk memiliki Lily seutuhnya dan hanya dirinya yang berhak terhadap Lily. Biarlah Bara seperti itu karena memang Bara akan posesif dan egois jika menyangkut apa yang dirinya miliki. Lily hanya milikinya dan seterusnya akan seperti itu.

"Kalau begitu saya permisi dulu, saya harus segera ke bandara untuk kembali ke Jakarta," ucap Bara.

"Oh iya silahkan Dok," kata Rachel.

"Chel ayo kita balik ke hotel, badan aku rasanya lengket semua. Aku ingin segera mandi," lanjut Lily sambil mangajak Rachel untuk segera beranjak dari taman.

"Oke, yuk kita balik!" seru Rachel.

Keesokan paginya kota New York diselimuti oleh salju. Semua jalanan tertutup salju. Memang mereka disini saat musim dingin dan wajar saja jika pagi hari ini New York turun salju. Kedua sahabat itu masih bergelung di dalam selimut. Cuaca yang dingin mendukung mereka untuk tetap terlelap menyelami mimpi. Lily mengerjapkan matanya pelan dan mengernyitkan dahinya. Lily melihat jam di meja sampingnya kemudian berjalan menuju jendela untuk membuka gorden. Udara di dalam kamar terasa dingin, ternyata di luar sedang turun salju. Lily menengok tempat tidur, dimana sahabatnya yang masih bergelung dengan selimut. Lily mendengus “Pulas sekali Rachel tidurnya. Nanti saja aku bangunkan, lebih baik aku mandi dulu," ujar Lily. Lily kemudian bergegas menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Hari ini mereka akan kembali mengunjungi butik Aunty Sera untuk membicarakan persoalan cabang butik di Jakarta. Setelah itu mereka akan menghabiskan waktu berbelanja di Woodbury Common, karena keesokan harinya mereka sudah bersiap untuk kembali ke Jakarta. Meskipun dengan cuaca yang dingin karena kota New York sedang turun salju, mereka masih tetap semangat untuk bergantian memasuki satu persatu toko yang ada di Woodbury Common. Selain itu, mereka juga harus mencari oleh-oleh. Karyawan butik di tempat Rachel dan Lily bekerja meminta oleh-oleh dan mereka sebagai teman yang baik harus menurutinya.

Aunty Sera saat ini sedang mengantarkan Rachel dan Lily ke Bandara John F. Kennedy. Lily sangat senang bisa menghabiskan waktu di New York bersama sahabat dan aunty dari sahabatnya ini. Gadis itu merasa sedih harus kembali ke Jakarta. Lily langsung memeluk erat Aunty Sera dan berkata jika dia akan sangat rindu dengan Aunty Sera. "Aunty juga senang sekali bisa menghabiskan waktu dengan kalian di sini. Aunty pasti akan merindukan kalian. Kalian jaga diri baik-baik ya di sana," kata Aunty Sera. Rachel mendengus mendengarkan percakapan mereka berdua sambil merotasikan matanya.

"Ya ampun kalian ini kenapa drama sekali. Aunty juga minggu depan akan kembali ke Jakarta. Tidak perlu drama seakan kalian tidak akan bertemu selama bertahun-tahun," ujar Rachel.

"Kamu ini Rachel merusak suasana aja," kata Aunty Sera sambil mendengus.

"Oh baiklah, ayo kita harus segera masuk ke pesawat sebentar lagi pesawatnya akan take off," ujar Rachel.

"Oke, bye Aunty sampai bertemu minggu depan!" seru Lily.

"Bye, kalian hati-hati. Jangan lupa hubungi Aunty jika sudah sampai di Jakarta!" seru Aunty Sera.

"Siap Aunty!" ujar mereka berdua.

Perlahan punggung mereka mulai tidak terlihat. Mereka sudah hilang dari pandangan Aunty Sera. Aunty Sera sangat senang bisa menghabiskan waktu bersama mereka berdua. Ah rasanya sudah rindu saja dengan mereka. Minggu depan dia akan kembali ke Jakarta dan bertemu kembali dengan mereka. Sesampainya di Jakarta mereka kembali ke tempat tinggal masing-masing. Besok harinya mereka akan kembali menjalani aktivitas kembali. Pagi harinya Lily sudah berada di butik untuk kembali bekerja setelah empat hari berlibur di New York bersama Rachel. Sebenarnya Lily lelah dan ingin beristirahat di apartemen tapi banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan. Apartemen, itulah tempat tinggal Lily sekarang. Lily tidak tinggal serumah lagi dengan ibunya semenjak dia bekerja di butik. Lily masuk ke dalam butik dan menyapa Santi salah satu karyawan butik. "Pagi juga Bu Lily," jawab Santi.

Dreett ... Dreett ... Dreett

"Halo," jawab Lily.

"Kamu sudah sampai di Jakarta Li? Kenapa tidak menghubungiku?" ucap seorang laki-laki.

"Maaf, semalam aku langsung tidur setelah sampai apartemen," ucap Lily.

"Bisa kita bertemu hari ini? Aku ingin bertemu denganmu," ujar seorang laki-laki.

"Oke baiklah, nanti makan siang kita bertemu di cafe," kata Lily.

Kringg ... Kringg ...

Bel pintu berbunyi yang menandakan jika ada orang yang masuk ke dalam cafe, orang itu adalah Lily. Lily mengarahkan pandangan ke segala arah untuk mencari seseorang yang akan ditemui. Seseorang itu sedang melihat Lily masuk dan melambaikan tangan supaya Lily menghampirinya. Lily yang melihatnya pun segera menuju ke meja tempat orang itu berada. Seseorang yang tadi pagi meneleponnya dan mengajak bertemu adalah Rayhan. Iya, Rayhan sahabat Lily dan juga Rachel.

“Hai Ray, maaf lama,” ucap Lily.

It’s okay Li,” jawab Rayhan.

“Enak ya habis jalan-jalan sampai sahabatnya yang satu ini dilupakan," sindir  Rayhan.

“Maaf Ray, kamu diajak ikut juga engga mau,” ujar Lily.

“Aku malas harus ikut berlibur. Kalian pasti disana juga kerjaannya cuma belanja," sindir Rayhan.

“Nah itu kamu paham," kata Lily sambil tertawa.

Rayhan mengamati Lily yang sedang tertawa dengan wajah yang serius. Entah kenapa Rayhan sangat menyukai Lily saat tertawa lepas seperti ini. Rayhan tidak tau sampai kapan dia harus memendam rasa ini. Rayhan takut jika dia bilang mengenai perasaannya Lily akan menjauhinya. Lily hanya menganggap Rayhan sebatas sahabat tidak lebih dari itu. Saat ini, Rayhan hanya mampu menyimpan perasaannya dan fokus menemani Lily untuk menyembuhkan penyakitnya. Rayhan berjanji untuk selalu berada disamping Lily sampai kapanpun.

“Keadaan kamu gimana Li? di sana baik-baik saja kan?” tanya Rayhan dengan raut wajah khawatir.

“Ehmm ... aku baik-baik saja, tidak perlu khawatir Ray,” ujar Lily dengan gugup. “Benarkah?” selidik Rayhan.

Wajah Rayhan berubah serius saat Lily berucap dengan gugup. Rayhan terus saja memandangi dan mengamati mata Lily mencari kebohongan di sana. Rayhan tidak yakin Lily berkata dengan jujur. Firasat laki-laki itu mengatakan jika terjadi sesuatu selama Lily berada di New York. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Lily saat di sana? Rayhan sangat khawatir dengan hal itu. Apakah penyakit gadis itu kambuh lagi? Banyak pertanyaan yang bersarang di kepala Rayhan saat ini.

Bab terkait

  • LILY   BAB 4

    Rayhan tahu jika Lily berbohong karena laki-laki itu sudah berteman dengan Lily sejak lama. Pikiran Rayhan kini kalut, dia takut jika benar terjadi sesuatu saat Lily berada di sana. Rayhan hanya mengamati wajah Lily dengan serius. “Oh baiklah. Aku sempat pingsan disana tapi aku baik-baik saja,” ujar Lily. Rayhan terdiam mendengar jawaban Lily. Laki-laki itu khawatir dengan keadaan Lily, tidak menutup kemungkinan jika kondisi Lily semakin buruk karena sampai saat ini Lily belum mendapatkan donor jantung. Donor jantung adalah solusi dari Dokter untuk bisa menyembuhkan Lily. “Ayolah aku baik-baik saja Ray, tidak perlu khawatir seperti itu,” ucap Lily. “Baiklah aku percaya kalau ada masalah jangan sungkan untuk meminta bantuanku," ujar Rayhan. “Oke, terima kasih Ray sudah menjadi sahabat yang selalu ada buat aku. Kata terima kasih tidak cukup untuk membalas semua kebaikan darimu,” kata Lily. “Hei jangan merasa seperti itu, aku tulus membantumu," ujar Rayh

  • LILY   BAB 5

    Dokter Santi menghela nafas dengan berat saat mengetahui hasil pemeriksaan Lily. Dokter Santi tidak menduga jika penyakit jantung Lily semakin parah. Obat yang biasanya Lily konsumsi sudah tidak efektif untuk mengurangi rasa sakitnya. Salah satu cara yang terbaik adalah Lily harus segera mendapatkan donor jantung. Tapi dirinya sampai saat ini kesulitan untuk mendapatkan donor jantung untuk Lily. Wanita itu akan berusaha sebaik mungkin untuk segera mendapatkan donor jantung untuk gadis itu. “Li, apakah kamu sering mengalami serangan beberapa hari ini?” tanya Dokter Santi. “Iya Bun, belakangan ini lebih sering muncul dibandingkan dengan yang dulu,” jawab Lily. “Oke baiklah. Bunda akan menaikkan dosis obatmu karena obat yang sekarang kamu konsumsi sudah tidak efektif untuk penyakitmu,” jelas Dokter Santi. “Apakah semakin parah Bun?” tanya Rachel dengan raut wajah yang cemas. “Apakah benar itu Bun?" imbuh Lily. “Kalian jangan cemas. Lily j

  • LILY   BAB 6

    Matahari telah menanpakkan sinarnya yang menandakan jika waktu telah pagi. Seorang gadis masih bergelung di bawah selimut dan masih menyelami mimpi. Gadis itu perlahan mulai membuka kedua matanya karena terkena silau cahaya matahari yang masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu segera bangun dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Gadis yang baru saja bangun tidur tadi adalah Lily. Lily hari ini berencana untuk menemui ibunya karena dia sudah lama tidak berkunjung ke rumah ibunya. Meskipun ibu Lily bersikap acuh terhadapnya tapi tidak menyurutkan dia untuk tetap menemui ibunya. Setelah membersihkan diri, Lily pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Perutnya sudah berbunyi sejak tadi meminta untuk diisi. Lily bergegas untuk pergi ke rumah ibunya sebelum sinar matahari semakin panas. Sesampainya dia di depan rumah ibunya, Lily langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dirinya tahu jika ibunya tidak akan membiarkannya masuk ke dalam rumah

  • LILY   BAB 7

    Hari minggu yang cerah diawali dengan seorang gadis yang masih bergelung diselimut tebalnya meskipun matahari sudah menampakkan sinarnya. Gadis itu tidak merasa terusik dengan silau matahari yang menerpa sebagian wajahnya. Gadis itu masih nyaman bermimpi ditidurnya. Namun, tiba-tiba suara dering telepon mengganggu tidurnya. "Hoam ... aduh siapa sih yang telepon pagi-pagi," gerutu Lily. Lily yang daritadi masih tidur dan bergelung dibawah selimutnya merasa kesal karena tidurnya terganggu. Lily segera mengambil telepon di atas nakas dan mengangkatnya."Halo ada apa?," kesal Lily."Jangan emosi dong Li, ini sudah jam berapa? kenapa masih belum bangun?," tanya Rachel."Ini masih pagi Rachel, lagian hari ini weekend jadi jangan ganggu orang yang lagi ingin tidur dong," jelas Lily.Rachel yang mendengarkan ocehan sahabatnya itu langsung kesal sendiri, "sahabatku tersayang hari ini kamu engga lupa kan kalau harus pergi ke bandara?" tanya Rachel dengan s

  • LILY   BAB 8

    Mereka akhirnya sampai di rumah Rachel. Aunty Sera berencana tinggal di sini selama dirinya di Jakarta. Sebenarnya Aunty Sera memiliki rumah di Jakarta. Tetapi, wanita itu malas jika harus di rumah sendirian apalagi di sana banyak kenangan dengan mantan suaminya. Aunty Sera sudah lama bercerai dengan suaminya semenjak dua tahun yang lalu. Alasan mereka bercerai adalah mantan suaminya yang selingkuh dengan wanita lain. Miris sekali nasib Aunty Sera, bahkan sampai sekarang wanita itu belum ingin memulai hubungan dengan lelaki manapun. Itulah sebabnya dia menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Lily kagum dengan tante dari sahabatnya itu, menurutnya Aunty Sera sudah seperti kakak dan idola bagi dirinya. Rachel masuk ke dalam rumah terlebih dahulu dan disusul Lily serta Aunty Sera. Di ruang tamu sudah ada Bunda Santi yang menyambut kedatangan mereka. “Selamat datang adikku tersayang. I miss you,” ujar Bunda San

  • LILY   BAB 9

    Aunty Sera, Lily, dan Rachel saat ini masih berada di tempat dimana akan dibuka cabang butik baru. Setelah mendapatkan fakta jika masih ada perbaikan terkait pembangunan toko membuat ketiganya sekarang berpikir keras. Mereka harus memikirkan solusi untuk keluar dari masalah ini. Perbaikan memang hanya membutuhkan beberapa hari tetapi mereka juga harus menyiapkan keperluan lain untuk pembukaan butik."Huh ... terus apa yang harus kita lakukan Aunty?" tanya Rachel."Apakah kita harus menunda pembukaan butik Aunty?" imbuh Lily."Aku rasa itu bukan ide yang buruk," ujar Rachel."Tapi persiapan untuk pembukaan butik sudah hampir selesai, sangat disayangkan kalau ingin menunda acaranya," ucap Lily."Iya kamu benar Li, akan sangat rumit jika acaranya ditunda," timpal Aunty Sera."Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Rachel."Aunty jika kita ingin acaranya tetap berlangsung minggu depan, mungki

  • LILY   BAB 10

    Pagi yang cerah ini semua orang sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Begitu pula dengan semua karyawan yang ada di butik. Semuanya sedang sibuk mempersiapkan untuk pembukaan butik yang dilaksanakan sore ini. Aunty Sera bahkan sudah berada di butik sejak jam 6 pagi untuk menyiapkan keperluan acara sore ini. Dirinya tidak ingin melewatkan hal sekecil apapun.Disisi lain seorang gadis sedang terburu-buru keluar dari apartemennya. Gadis itu segera masuk ke dalam mobil kemudian mengendarainya dengan kecepatan yang tinggi. Setelah mengebut di jalan raya, gadis itu sampai di depan butik A&S Collection. Begitu keluar dari mobil, seorang gadis lain berkacak pinggang di depan pintu butik seakan ingin memarahi si pengendara mobil yang baru saja turun itu“Jam berapa sekarang hmm?" desis si gadis dengan masih berkacak pinggang dan melototkan matanya.“Jam 9 pagi,” balas si gadis yang baru saja keluar dari mobil.“

  • LILY   BAB 11

    Lily semakin kehilangan kesadarannya. Namun, dirinya mencoba untuk tetap sadar. Gadis itu sudah tidak kuat menopang tubuhnya lagi. Semakin lama pandangan Lily mulai buram dan kehilangan kesadarannya. Saat itu juga Aunty Sera yang berada di sana dan melihat Lily yang kehilangan kesadarannya langsung berteriak panik."LILY," jerit Aunty Sera.Semua karyawan yang berada di sana langsung menoleh ke sumber suara yang baru saja mengalihkan perhatian mereka. Sontak mereka semua terkejut karena salah satu atasan mereka tergeletak tak berdaya di lantai. Para karyawan yang berada di dekat sana langsung saja menghampiri Lily.Begitu pula dengan Aunty Sera. “Lily sadar sayang,” ucap Aunty Sera sambil menepuk pelan pipi Lily. Namun, Lily masih terdiam dan tidak bergerak. Rachel yang berada di lantai atas tidak sengaja mendengar kegaduhan di bawah sontak langsung menuju ke sana.Hal pertama yang dia lihat adalah sah

Bab terbaru

  • LILY   BAB 46

    Kedua pasangan itu tampak tergugu setelah mendengarkan perkataan wanita paruh baya itu. Salah tingkah yang kini Bara rasakan. Sedangkan Lily pun juga sama tapi ada hal lain yang mengganggunya. Tentu saja gadis itu mencoba untuk menutupinya. “Apa mama salah bicara?” tanya mama Bara. Bukan tanpa alasan mama Bara bertanya seperti itu, karena kedua pasangan itu langsung diam setelah dirinya bertanya seperti itu. “Bukan seperti itu ma, hanya saja kami belum punya pikiran seperti itu,” jelas Bara. “Ohh begitu .... sudah saatnya kalian memikirkan masa depan, ingat! umur kalian tidak muda lagi, lagipula mama juga ingin cepat-cepat punya cucu,” papar mama Bara. “Astaga, tadi ditanya nikah sekarang cucu! Bisa gila dirinya,” batin Bara. Disisi lain Lily tertawa canggunng melihat anak dan ibu itu. Entahlah dirinya merasa aneh karena mereka membicarakan mengenai masa depan. Lily saja merasa pesimis dengan masa depannya. Andai penyakitnya tidak hadir dalam hidupnya, mungkin ia akan merancang mas

  • LILY   BAB 45

    Sosok perempuan yang baru saja menghampiri meja mereka membuat suasana hening seketika. “Hai,apa kabar kalian?” sapa perempuan itu lagi. Perkataan perempuan itu membuat mereka tersadar kembali. Rayhan menolehkan kepalanya ke arah Dany, seolah meminta penjelasan mengenai perempuan itu. Dany yang ditatap hanya meringis kecil.“Ekhem ... hai juga Kiara!” balas Dany dengan senyum yang terkesan dipaksa. Kiara memandang keduanya dengan tatapan senang, sedangkan salah satu sosok laki-laki di depannya itu sepertinya tidak begitu menyukai keberadaannya. Terlihat jelas tatapan datar yang ditujukan padanya. Padahal dulu hanya tatapan memuja yang sering didapatkannya dari sosok laki-laki itu.Jauh sebelum Kiara mengenal Bara dan Dany, ia mengenal Rayhan lebih dulu. Sosok sahabat yang selalu mendukungnya dan selalu ada disampingnya. Namun, semua itu musnah saat Rayhan menyatakan perasaannya pada Kiara. Tidak ada yang murni dari persahabatan antara perempuan dan laki-laki. Entah salah satu atau ked

  • LILY   BAB 44

    Cahaya matahari sudah mulai nampak yang menandakan hari telah berganti. Seorang perempuan menatap langit-langit kamar dengan mata sayunya. Sejak semalam kedua mata itu belum menutup sama sekali. Entah seperti apa penampilannya sekarang. Ia yakin pasti rupanya sudah seperti zombie.Sambil mendengus kesal, ia menyampirkan selimut yang sejak semalam bertengger manis menutupi kedua kakinya. Kaki kecilnya mulai menginjak lantai yang dingin karena pendingin ruangan yang menyala di kamarnya. Berjalan sampai di depan pintu balkon, ia menyibak gorden yang menutupi pintu balkon yang terbuat dari kaca itu.Terlihat orang sedang berlalu lalang di jalanan. Banyak orang yang sudah melakukan aktivitasnya. Apalagi matahari sudah mulai terik, tandanya para pekerja akan kembali memulai pekerjaan mereka. Begitu juga dengan Lily, dengan semangat yang membara ia memasuki kamar mandi unuk membersihkan diri.Ia meringis melihat penampilannya di cermin. Sangat menyedihkan! Kantung mata yang menghitam, wajah

  • LILY   BAB 43

    Dany berusaha menyadarkan Bara yang sejak tadi termenung memandangi wanita paruh baya yang ada di depan mereka. Dany mengakui jika wanita itu sangat cantik, bahkan masih terlihat muda meskipun usianya sama dengan kedua orang tuanya. Tapi, tetap saja yang dilakukan Bara terlihat memalukan. Apalagi sahabatnya itu sudah punya kekasih.Tunggu! Berbicara mengenai Lily, mengapa wajah wanita paruh baya di depannya terlihat mirip dengan Lily. Dany terus saja memindai wanita di depannya dengan intens. Dirinya seperti melihat Lily dalam versi tua. Tapi, apakah Lily memiliki hubungan dengan klien mereka kali ini?Saat asyik memikirkan itu di kepalanya, suara deheman dari wanita itu menyadarkan mereka berdua. “Apa ada masalah dengan penampilan saya? Sepertinya sejak tadi kalian terus saja memperhatikan saya,” ujar Wanita paruh baya itu. Mereka berdua yang mendengar itu jadi salah tingkah. Betapa memalukannya mereka!“Bukan begitu Bu Liana, hanya saja saat

  • LILY   BAB 42

    Suasana di dalam restoran itu sangat ramai berbeda dengan meja yang ditempati oleh Lily dan Bara. Keheningan tercipta diantara keduanya setelah Kiara yang kebetulan sedang berada di sana ikut makan di meja mereka. Sebenarnya Lily tidak keberatan, meskipun di dalam hatinya ia sedikit tidak rela jika waktu berduanya dengan sang kekasih diganggu. Apalagi yang mengganggu adalah Kiara yang merupakan perempuan masa lalu kekasihnya.Tidak ingin dianggap sebagai kekasih yang agresf dan posesif, ia mencoba untuk acuh dengan keberadaan Kiara. Jujur saja ini bukan sifatnya sama sekali. Entahlah semenjak Bara menjadi kekasihnya sifat itu muncul begitu saja. Ia hanya tidak ingin kehilangan Bara. Tidak bisa dibayangkan hidupnya tanpa Bara, pasti hambar.“Maaf, jika aku menganggu kalian,” ujar Kiara dengan wajah menyesal. Baiklah ia keterlaluan! Lily bisa melihat raut wajah Kiara yang tulus. Seperti benar-benar menyesal karena menganggu waktunya dengan sang kekasih. Hati

  • LILY   BAB 41

    Seorang perempuan sedang berlari tergesa-gesa di koridor rumah saki. Terlihat juga seorang laki-laki yang mengikuti perempuan itu dari belakang. Mereka menghiraukan orang-orang yang menatap dengan aneh. Namun, ada juga yang memaklumi karena pasti ada sesuatu yang membuat mereka berlari seperti itu. Mereka berhenti di ruang UGD, di sana terlihat Bi Asih yang duduk di kursi depan ruangan tersebut.“Bi, bagaimana keadaan ibu?” tanya Lily dengan gusar. Keringat membasahi dahi Lily setelah berlari menuju ke UGD. Bi Asih yang menelepon Lily tadi mengabari jika ibunya terpeleset di kamar mandi. Parahnya kepala ibunya terbentur wastafel sampai berdarah. Hal itu yang membuat Lily khawatir dan takut jika terjadi sesuatu terhadap ibunya.“Ibu sudah ditangani oleh dokter dan bibi disuruh menunggu di sini,” balas Bi Asih.Lily menghembuskan napas dengan lega, setidaknya ibunya sudah ditangani oleh pihak medis. Sekarang ia juga ikut duduk di samping Bi

  • LILY   BAB 40

    Hari ini Lily masih belum beranjak dari kasurnya. Padahal matahari sudah menjulang tinggi. Tandanya hari sudah mulai siang. Bukan tanpa alasan ia masih berada di kamarnya, karena sejak kemarin fisik dan pikirannya terkuras habis. Sekarang ia berbaring tidak berdaya di kasurnya.Untungnya ia tadi sudah meminta izin pada Aunty Sera untuk tidak masuk kerja hari ini. Sungguh ia tidak sanggup jika harus berangkat kerja. Sekedar berjalan untuk pergi ke kamar mandi saja kepalanya sudah pusing. Jika dipaksakan ia bisa pingsan di kantor dan itu tidak boleh terjadi. Lily tidak ingin merepotkan orang lain.Tubuhnya yang semakin lemas membuatnya tidak bisa bergerak lebih leluasa. Ia kembali membaringkan tubuhnya dan mulai tertidur. Bagaimana tubuhnya tidak lemas jika sejak tadi ia belum makan apa pun. Lily terlalu malas untuk membuat makanan. Padahal sekarang zaman sudah modern dan bisa memesan makanan lewat online. Tapi, entah mengapa ia malas walau hanya sekedar memesan lewat te

  • LILY   BAB 39

    Bara langsung menghempas tangan Kiara yang seenaknya saja memegang tangannya. Lily yang sudah terlanjur kecewa segera berbalik dan berjalan menjauh dari unit apartemen Bara. Tentu saja Bara tidak akan tinggal diam. Lelaki itu berlari mengejar pujaan hatinya. Jangan sampai hubungannya berantakan karena masalah ini.Beruntung Lily tidak pergi jauh. Gadis itu pergi ke taman yang ada di belakang apartemen. Bara langsung memeluk Lily dari belakang. Lily meronta di dalam pelukan Bara. Ia masih kecewa dengan Bara dan ingin menyendiri. Namun, kekuatan Bara jauh lebih besar dibanding dirinya. Hingga akhirnya Lily menyerah dan pasrah berada dipelukan Bara.‘Maaf,” lirih Bara dengan menenggelamkan wajahnya di bahu Lily.Lily diam tidak berkutip mendengar perkataan Bara. Ia bingung ingin berkata apa. Air matanya masih saja membasahi pipinya. “Aku mohon jangan menangis, aku minta maaf,” gumam Bara pelan. Hati lelaki itu sakit melihat kekasihnya menete

  • LILY   BAB 38

    Dany berjalan dengan cepat menuju ke unit apartemen Bara sambil sesekali melihat ke belakang. Berharap tidak ada yang mengikutinya. Begitu sampai di depan pintu unit apartemen Bara, ia langsung menekan pascode unit apartemen bosnya itu. Setelah terbuka ia langsung masuk ke dalam dan menutup pintu dengan cepat.“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Bara. Pemilik kamar apartemen itu merasa heran dengan perilaku sekertarisnya yang seperti dikejar seseorang.Sedangkan Dany yang mendengar itu langsung terkejut mendengar suara Bara. Rasanya jantungnya seakan ingin lepas dari tubuhnya. Belum juga ia bernapas lega karena ingin menghindari kekasih sang bos, sekarang justru dikagetkan dengan suara si bos. Dany mencoba bernapas dengan pelan-pelan. Suara hembusan napas terdengar nyaring di dalam apartemen itu.Setelah dirasa cukup, Dany mulai menceritakan kenapa ia berjalan dengan terburu-buru ke unit apartemen Bara. “Aku tahu bos semalam dirimu bertemu de

DMCA.com Protection Status