Rayhan tahu jika Lily berbohong karena laki-laki itu sudah berteman dengan Lily sejak lama. Pikiran Rayhan kini kalut, dia takut jika benar terjadi sesuatu saat Lily berada di sana. Rayhan hanya mengamati wajah Lily dengan serius. “Oh baiklah. Aku sempat pingsan disana tapi aku baik-baik saja,” ujar Lily. Rayhan terdiam mendengar jawaban Lily. Laki-laki itu khawatir dengan keadaan Lily, tidak menutup kemungkinan jika kondisi Lily semakin buruk karena sampai saat ini Lily belum mendapatkan donor jantung. Donor jantung adalah solusi dari Dokter untuk bisa menyembuhkan Lily.
“Ayolah aku baik-baik saja Ray, tidak perlu khawatir seperti itu,” ucap Lily.
“Baiklah aku percaya kalau ada masalah jangan sungkan untuk meminta bantuanku," ujar Rayhan.
“Oke, terima kasih Ray sudah menjadi sahabat yang selalu ada buat aku. Kata terima kasih tidak cukup untuk membalas semua kebaikan darimu,” kata Lily.
“Hei jangan merasa seperti itu, aku tulus membantumu," ujar Rayhan sambil tersenyum.
Rayhan memang tampan, baik, perhatian, dan mapan diusianya yang baru 24 tahun. Tapi Lily tidak pernah menaruh perasaan terhadap Rayhan. Entahlah, Lily juga tidak paham kenapa dia hanya bisa menganggap Rayhan sebatas sahabat. Lily, Rachel, dan Rayhan sudah berteman sejak lama dan itu membuat Lily tidak pernah ada perasaan lebih terhadap Rayhan. “Oh sepertinya aku harus kembali ke butik Ray karena masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan," ujar Lily. Rayhan menyetujui jika Lily harus kembali ke butik karena jam makan siang sudah selesai.
“Oke. Aku pergi duluan Ray,” kata Lily dengan melambaikan tanganya.
“Iya Li,” balas Rayhan dengan ikut melambaikan tangannya.
Dreett ... Dreett ... Dreett
“Halo. Iya ada apa?” ujar Rayhan.
“Bisakah kau ke kantor pusat?" ujar seorang laki-laki dibalik telepon.
“Kau sudah kembali ke Jakarta?” tanya Rayhan.
“Sudah. Cepat ke sini aku ingin meminta bantuanmu," ucap seorang laki-laki.
“Baiklah aku akan ke kantormu,” ujar Rayhan.
“Apakah kau sibuk? kalau kau sibuk aku tidak memaksa," kata seorang laki-laki.
“Come on dude, tidak masalah aku akan membantumu," ujar Rayhan.
“ Baiklah. Aku tutup teleponnya, " ucap seorang laki-laki.
“Oke sampai nanti,” ucap Rayhan.
Huh melelahkan sekali hari ini bagi Rayhan. Barusan sepupunya meminta bantuan untuk mengurusi klien yang akan bekerja sama dengan Wijaya Group. Sepupunya itu adalah CEO dari Wijaya Group, sedangkan dirinya juga CEO tetapi disalah satu cabang perusahaan Wijaya Group. Dirinya saja yang bekerja di cabang sudah sibuk seperti ini apalagi sepupunya itu yang bekerja di pusat. Padahal tadi sebelum bertemu Lily dia sudah ada meeting dua kali dengan klien yang berbeda. Mungkin hari ini dia harus menguras tenaganya. Ah sudahlah lagipula sepupunya itu juga pasti sedang disibukkan dengan pekerjaannya yang lain karena dia barusan kembali ke Jakarta setelah ada pertemuan dengan klien di luar negri. Sudah bisa dipastikan sepupunya itu memiliki pekerjaan yang menumpuk sekarang. Huh, membayangkannya saja membuat Rayhan pusing sendiri. Rayhan sebenarnya heran kenapa sepupunya itu bisa bergelut dengan dua profesi sekaligus. Satu saja menurut Rayhan sudah melelahkan apalagi harus dua. Tapi itu kembali ke diri masing-masing, Rayhan lihat sepupunya itu menikmati pekerjaannya yang sekarang meskipun gurat kelelahan terpancar di wajahnya.
Rayhan sudah sampai di Kantor pusat Wijaya Group. Dia langsung masuk kedalam dan naik lift menuju lantai 30 tempat dimana ruangan CEO berada. Pintu bertuliskan CEO adalah tujuan Rayhan sekarang. Rayhan langsung memutar knop pintu ruangan tersebut, "Hai Bara. Hai Dany," ucap Rayhan. Seseorang yang ingin ditemui Rayhan adalah Albara Sabian Wijaya. Sepupu dari Rayhanan Sabian Wijaya. Sepupunya yang bekerja sebagai CEO dan Dokter spesialis bedah di rumah sakit swasta di Jakarta. Dia adalah Bara yang sama dengan anak laki-laki yang memberikan jepit rambut ke Lily. Dunia ini sungguh sempit, dua keturunan dari Wijaya ternyata menyukai gadis yang sama tanpa mereka ketahui. Dany adalah sekertaris dari Bara. Dia juga yang membantu mengurus perusahaan jika Bara ada praktek dan operasi di rumah sakit.
Dany bukan hanya sekedar sekertaris bagi Bara, tapi dia adalah sahabat Bara. Dany mengetahui seluk beluk kehidupan Bara dari mulai kecil, karena memang dia berteman dengan Bara dari kecil saat Rumah keluarga mereka bersebelahan. Meskipun sekarang tidak lagi bersebelahan sejak Bara SMP tapi mereka tetap bersahabat sampai sekarang dan bahkan Dany mengetahui gadis yang Bara berikan jepit rambut itu meskipun dia belum pernah bertemu dengan gadis itu. "Hai Ray. Bagaimana kabarmu?" tanya Dany sedangkan Bara hanya bergumam membalas sapaan Rayhan. Rayhan sudah tahu sifat sepupunya itu seperti kulkas berjalan yang berarti dingin dan datar.
"Kabarku baik Dan. Jadi ada yang bisa aku bantu?" ucap Rayhan.
"Oh iya, jadi begini Ray perusahaan kita akan bekerja sama dengan perusahaan lain untuk mengerjakan proyek yang baru berjalan. Bara meminta bantuanmu untuk mengawasi proyek baru itu," ujar Dany.
"Lalu?" kata Rayhan.
"Kamu dan Dany pergi meeting dengan perwakilan perusahaan yang bekerja sama dengan kita besok. Supaya kamu mengerti seperti apa proyek yang akan kita lakukan. Kebetulan besok aku ada operasi," ujar Bara.
"Syukurlah kalau besok. Hari ini aku sungguh lelah bertemu dengan klien terus daritadi pagi," ucap Rayhan dengan menghembuskan nafas dan memperlihatkan wajah yang kelelahan.
"Come on Ray. Mana nih Rayhan yang punya semangat menggebu," ucap Dany sambil tertawa.
"Diamlah Dan. Kamu sendiri juga pasti tahu itu melelahkan," ucap Rayhan.
"Oke baiklah, aku akan diam," ujar Dany dengan menahan senyum, sedangkan Bara hanya menyunggingkan senyum tipis.
"Kalau tidak ada lagi yang dibicarakan aku akan kembali ke kantor cabang," ujar Rayhan.
"Baiklah, kamu boleh kembali ke kantor cabang. Hanya itu yang ingin aku bicarakan," ujar Bara.
"Oke, aku duluan," ucap Rayhan sambil berdiri dari sofa dan berjalan membuka pintu ruangan Bara.
"Anak itu sangat bisa diandalkan Bar, tapi aku kesal dengan sikapnya yang seolah-olah kita seumuran. Padahal kita lebih tua darinya," ucap Rayhan.
Rayhan tidak seumuran dengan Bara dan Dany. Mereka terpaut 2 tahun, namun Rayhan tidak pernah memanggil mereka dengan sebutan kak, mas, ataupun abang. Rayhan hanya memanggil nama saja yang menurutnya sangat cocok dan lebih akrab dibangingkan dengan panggilan lainnya. Rayhan memang memiliki sifat yang supel berbeda sekali dengan Bara. Bara lebih sering menampakkan wajah datarnya dan jarang tersenyum. Dany terkadang heran dengan Bara yang jarang sekali tersenyum, pernah sekali tersenyum tapi sangat tipis.
"Sudahlah memangnya kamu mau dianggap tua?" ucap Bara.
"Benar juga sih," ujar Dany sambil menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal.
Pagi yang cukup cerah dengan matahari yang mulai menampakkan sinarnya. Hari ini Lily akan pergi ke rumah sakit bersama Rachel untuk memeriksakan kesehatannya. Gadis itu sudah berjanji untuk melakukan check up setelah pingsan di New York. Kedua gadis itu masuk ke dalam ruangan Dokter Santi. Beliau adalah dokter spesialis jantung sekaligus Bunda dari Rachel. Kedua sahabat itu memanggil Dokter Santi dengan sebutan Bunda, meskipun bukan anak kandung dari Dokter Santi tetapi Lily sudah dianggap seperti anak sendiri. Kedua gadis itu sudah tiba di rumah sakit dan melangkahkan kakinya menuju ruangan Dokter Santi.
Lily memutar knop pintu ruangan Dokter Santi, “Selamat pagi Bunda,” sapa Lily.
“Pagi Lily,” balas Dokter Santi.
“Bagaimana keadaanmu Li?” tanya Dokter Santi.
“Aku baik-baik saja dan kuharap seterusnya seperti itu,” ucap Lily dengan berwajah murung.
“Syukurlah kalau begitu. Oke, saatnya kita melakukan pemeriksaan sayang,” ajak Dokter Santi.
“Dunia berasa milik berdua ya,” sindir Rachel.
“Bunda lupa kalau ternyata ada kamu,” sahut Dokter Santi.
“Gimana sih Bunda sama anak sendiri lupa,” gerutu Rachel.
“Maaf ya anak Bunda yang paling cantik,” puji Dokter Santi.
“Ayo katanya ingin periksa Lily?” ujar Rachel.
“Oh iya, ayo sayang,” ajak Dokter Santi.
Dokter Santi mulai melakukan beberapa pemeriksaan kepada Lily. Lily berharap pemeriksaannya saat ini mendapatkan hasil yang baik. Gadis itu sudah lelah harus melakukan pemeriksaan terus menerus dan mengkonsumsi obat yang menurutnya tidak enak. Perasaannya jadi tidak tenang melihat kerutan di dahi Dokter Santi yang sedang melihat hasil pemeriksaan, apakah dirinya baik-baik saja? Dokter Santi terus terdiam dan membuat Lily semakin khawatir. Bagaimana kondisinya saat ini?
Dokter Santi menghela nafas dengan berat saat mengetahui hasil pemeriksaan Lily. Dokter Santi tidak menduga jika penyakit jantung Lily semakin parah. Obat yang biasanya Lily konsumsi sudah tidak efektif untuk mengurangi rasa sakitnya. Salah satu cara yang terbaik adalah Lily harus segera mendapatkan donor jantung. Tapi dirinya sampai saat ini kesulitan untuk mendapatkan donor jantung untuk Lily. Wanita itu akan berusaha sebaik mungkin untuk segera mendapatkan donor jantung untuk gadis itu. “Li, apakah kamu sering mengalami serangan beberapa hari ini?” tanya Dokter Santi. “Iya Bun, belakangan ini lebih sering muncul dibandingkan dengan yang dulu,” jawab Lily. “Oke baiklah. Bunda akan menaikkan dosis obatmu karena obat yang sekarang kamu konsumsi sudah tidak efektif untuk penyakitmu,” jelas Dokter Santi. “Apakah semakin parah Bun?” tanya Rachel dengan raut wajah yang cemas. “Apakah benar itu Bun?" imbuh Lily. “Kalian jangan cemas. Lily j
Matahari telah menanpakkan sinarnya yang menandakan jika waktu telah pagi. Seorang gadis masih bergelung di bawah selimut dan masih menyelami mimpi. Gadis itu perlahan mulai membuka kedua matanya karena terkena silau cahaya matahari yang masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu segera bangun dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Gadis yang baru saja bangun tidur tadi adalah Lily. Lily hari ini berencana untuk menemui ibunya karena dia sudah lama tidak berkunjung ke rumah ibunya. Meskipun ibu Lily bersikap acuh terhadapnya tapi tidak menyurutkan dia untuk tetap menemui ibunya. Setelah membersihkan diri, Lily pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Perutnya sudah berbunyi sejak tadi meminta untuk diisi. Lily bergegas untuk pergi ke rumah ibunya sebelum sinar matahari semakin panas. Sesampainya dia di depan rumah ibunya, Lily langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dirinya tahu jika ibunya tidak akan membiarkannya masuk ke dalam rumah
Hari minggu yang cerah diawali dengan seorang gadis yang masih bergelung diselimut tebalnya meskipun matahari sudah menampakkan sinarnya. Gadis itu tidak merasa terusik dengan silau matahari yang menerpa sebagian wajahnya. Gadis itu masih nyaman bermimpi ditidurnya. Namun, tiba-tiba suara dering telepon mengganggu tidurnya. "Hoam ... aduh siapa sih yang telepon pagi-pagi," gerutu Lily. Lily yang daritadi masih tidur dan bergelung dibawah selimutnya merasa kesal karena tidurnya terganggu. Lily segera mengambil telepon di atas nakas dan mengangkatnya."Halo ada apa?," kesal Lily."Jangan emosi dong Li, ini sudah jam berapa? kenapa masih belum bangun?," tanya Rachel."Ini masih pagi Rachel, lagian hari ini weekend jadi jangan ganggu orang yang lagi ingin tidur dong," jelas Lily.Rachel yang mendengarkan ocehan sahabatnya itu langsung kesal sendiri, "sahabatku tersayang hari ini kamu engga lupa kan kalau harus pergi ke bandara?" tanya Rachel dengan s
Mereka akhirnya sampai di rumah Rachel. Aunty Sera berencana tinggal di sini selama dirinya di Jakarta. Sebenarnya Aunty Sera memiliki rumah di Jakarta. Tetapi, wanita itu malas jika harus di rumah sendirian apalagi di sana banyak kenangan dengan mantan suaminya. Aunty Sera sudah lama bercerai dengan suaminya semenjak dua tahun yang lalu. Alasan mereka bercerai adalah mantan suaminya yang selingkuh dengan wanita lain. Miris sekali nasib Aunty Sera, bahkan sampai sekarang wanita itu belum ingin memulai hubungan dengan lelaki manapun. Itulah sebabnya dia menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Lily kagum dengan tante dari sahabatnya itu, menurutnya Aunty Sera sudah seperti kakak dan idola bagi dirinya. Rachel masuk ke dalam rumah terlebih dahulu dan disusul Lily serta Aunty Sera. Di ruang tamu sudah ada Bunda Santi yang menyambut kedatangan mereka. “Selamat datang adikku tersayang. I miss you,” ujar Bunda San
Aunty Sera, Lily, dan Rachel saat ini masih berada di tempat dimana akan dibuka cabang butik baru. Setelah mendapatkan fakta jika masih ada perbaikan terkait pembangunan toko membuat ketiganya sekarang berpikir keras. Mereka harus memikirkan solusi untuk keluar dari masalah ini. Perbaikan memang hanya membutuhkan beberapa hari tetapi mereka juga harus menyiapkan keperluan lain untuk pembukaan butik."Huh ... terus apa yang harus kita lakukan Aunty?" tanya Rachel."Apakah kita harus menunda pembukaan butik Aunty?" imbuh Lily."Aku rasa itu bukan ide yang buruk," ujar Rachel."Tapi persiapan untuk pembukaan butik sudah hampir selesai, sangat disayangkan kalau ingin menunda acaranya," ucap Lily."Iya kamu benar Li, akan sangat rumit jika acaranya ditunda," timpal Aunty Sera."Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Rachel."Aunty jika kita ingin acaranya tetap berlangsung minggu depan, mungki
Pagi yang cerah ini semua orang sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Begitu pula dengan semua karyawan yang ada di butik. Semuanya sedang sibuk mempersiapkan untuk pembukaan butik yang dilaksanakan sore ini. Aunty Sera bahkan sudah berada di butik sejak jam 6 pagi untuk menyiapkan keperluan acara sore ini. Dirinya tidak ingin melewatkan hal sekecil apapun.Disisi lain seorang gadis sedang terburu-buru keluar dari apartemennya. Gadis itu segera masuk ke dalam mobil kemudian mengendarainya dengan kecepatan yang tinggi. Setelah mengebut di jalan raya, gadis itu sampai di depan butik A&S Collection. Begitu keluar dari mobil, seorang gadis lain berkacak pinggang di depan pintu butik seakan ingin memarahi si pengendara mobil yang baru saja turun itu“Jam berapa sekarang hmm?" desis si gadis dengan masih berkacak pinggang dan melototkan matanya.“Jam 9 pagi,” balas si gadis yang baru saja keluar dari mobil.“
Lily semakin kehilangan kesadarannya. Namun, dirinya mencoba untuk tetap sadar. Gadis itu sudah tidak kuat menopang tubuhnya lagi. Semakin lama pandangan Lily mulai buram dan kehilangan kesadarannya. Saat itu juga Aunty Sera yang berada di sana dan melihat Lily yang kehilangan kesadarannya langsung berteriak panik."LILY," jerit Aunty Sera.Semua karyawan yang berada di sana langsung menoleh ke sumber suara yang baru saja mengalihkan perhatian mereka. Sontak mereka semua terkejut karena salah satu atasan mereka tergeletak tak berdaya di lantai. Para karyawan yang berada di dekat sana langsung saja menghampiri Lily.Begitu pula dengan Aunty Sera. “Lily sadar sayang,” ucap Aunty Sera sambil menepuk pelan pipi Lily. Namun, Lily masih terdiam dan tidak bergerak. Rachel yang berada di lantai atas tidak sengaja mendengar kegaduhan di bawah sontak langsung menuju ke sana.Hal pertama yang dia lihat adalah sah
Wajah Dokter Bara berubah sendu. Hal ini karena gadisnya harus rawat inap di rumah sakit. Sungguh hal itu membuat dirinya sedih. Lelaki itu takut jika terjadi pada gadisnya. Mungkin lebih baik nanti dia mengunjungi gadisnya di ruang rawat inap.“Kenapa dengan Lily?” tanya Dokter Bara.“Kondisi jantung Lily semakin memburuk ditambah kemarin dia disibukkan dengan pembukaan cabang baru,” jelas Rachel.“Harusnya Lily tidak boleh terlalu capek Chel,” ujar Dokter Bara.“Iya Dok saya tahu, tapi Lily orangnya sangat keras kepala,” ungkap Rachel.“Kamu sebagai temannya harus lebih memperingatkan Lily untuk tidak kelelahan,” ucap Dokter Bara.“Iya itu benar Dok, mungkin saat ini saya harus lebih tegas lagi untuk memperingatkan Lily,” balas Rachel.“Hmm,” gumam Dokter Bara.Rachel yang mendegar jawaban Dokter Bara yang singkat itu merasa kesal. Sudah bicar
Kedua pasangan itu tampak tergugu setelah mendengarkan perkataan wanita paruh baya itu. Salah tingkah yang kini Bara rasakan. Sedangkan Lily pun juga sama tapi ada hal lain yang mengganggunya. Tentu saja gadis itu mencoba untuk menutupinya. “Apa mama salah bicara?” tanya mama Bara. Bukan tanpa alasan mama Bara bertanya seperti itu, karena kedua pasangan itu langsung diam setelah dirinya bertanya seperti itu. “Bukan seperti itu ma, hanya saja kami belum punya pikiran seperti itu,” jelas Bara. “Ohh begitu .... sudah saatnya kalian memikirkan masa depan, ingat! umur kalian tidak muda lagi, lagipula mama juga ingin cepat-cepat punya cucu,” papar mama Bara. “Astaga, tadi ditanya nikah sekarang cucu! Bisa gila dirinya,” batin Bara. Disisi lain Lily tertawa canggunng melihat anak dan ibu itu. Entahlah dirinya merasa aneh karena mereka membicarakan mengenai masa depan. Lily saja merasa pesimis dengan masa depannya. Andai penyakitnya tidak hadir dalam hidupnya, mungkin ia akan merancang mas
Sosok perempuan yang baru saja menghampiri meja mereka membuat suasana hening seketika. “Hai,apa kabar kalian?” sapa perempuan itu lagi. Perkataan perempuan itu membuat mereka tersadar kembali. Rayhan menolehkan kepalanya ke arah Dany, seolah meminta penjelasan mengenai perempuan itu. Dany yang ditatap hanya meringis kecil.“Ekhem ... hai juga Kiara!” balas Dany dengan senyum yang terkesan dipaksa. Kiara memandang keduanya dengan tatapan senang, sedangkan salah satu sosok laki-laki di depannya itu sepertinya tidak begitu menyukai keberadaannya. Terlihat jelas tatapan datar yang ditujukan padanya. Padahal dulu hanya tatapan memuja yang sering didapatkannya dari sosok laki-laki itu.Jauh sebelum Kiara mengenal Bara dan Dany, ia mengenal Rayhan lebih dulu. Sosok sahabat yang selalu mendukungnya dan selalu ada disampingnya. Namun, semua itu musnah saat Rayhan menyatakan perasaannya pada Kiara. Tidak ada yang murni dari persahabatan antara perempuan dan laki-laki. Entah salah satu atau ked
Cahaya matahari sudah mulai nampak yang menandakan hari telah berganti. Seorang perempuan menatap langit-langit kamar dengan mata sayunya. Sejak semalam kedua mata itu belum menutup sama sekali. Entah seperti apa penampilannya sekarang. Ia yakin pasti rupanya sudah seperti zombie.Sambil mendengus kesal, ia menyampirkan selimut yang sejak semalam bertengger manis menutupi kedua kakinya. Kaki kecilnya mulai menginjak lantai yang dingin karena pendingin ruangan yang menyala di kamarnya. Berjalan sampai di depan pintu balkon, ia menyibak gorden yang menutupi pintu balkon yang terbuat dari kaca itu.Terlihat orang sedang berlalu lalang di jalanan. Banyak orang yang sudah melakukan aktivitasnya. Apalagi matahari sudah mulai terik, tandanya para pekerja akan kembali memulai pekerjaan mereka. Begitu juga dengan Lily, dengan semangat yang membara ia memasuki kamar mandi unuk membersihkan diri.Ia meringis melihat penampilannya di cermin. Sangat menyedihkan! Kantung mata yang menghitam, wajah
Dany berusaha menyadarkan Bara yang sejak tadi termenung memandangi wanita paruh baya yang ada di depan mereka. Dany mengakui jika wanita itu sangat cantik, bahkan masih terlihat muda meskipun usianya sama dengan kedua orang tuanya. Tapi, tetap saja yang dilakukan Bara terlihat memalukan. Apalagi sahabatnya itu sudah punya kekasih.Tunggu! Berbicara mengenai Lily, mengapa wajah wanita paruh baya di depannya terlihat mirip dengan Lily. Dany terus saja memindai wanita di depannya dengan intens. Dirinya seperti melihat Lily dalam versi tua. Tapi, apakah Lily memiliki hubungan dengan klien mereka kali ini?Saat asyik memikirkan itu di kepalanya, suara deheman dari wanita itu menyadarkan mereka berdua. “Apa ada masalah dengan penampilan saya? Sepertinya sejak tadi kalian terus saja memperhatikan saya,” ujar Wanita paruh baya itu. Mereka berdua yang mendengar itu jadi salah tingkah. Betapa memalukannya mereka!“Bukan begitu Bu Liana, hanya saja saat
Suasana di dalam restoran itu sangat ramai berbeda dengan meja yang ditempati oleh Lily dan Bara. Keheningan tercipta diantara keduanya setelah Kiara yang kebetulan sedang berada di sana ikut makan di meja mereka. Sebenarnya Lily tidak keberatan, meskipun di dalam hatinya ia sedikit tidak rela jika waktu berduanya dengan sang kekasih diganggu. Apalagi yang mengganggu adalah Kiara yang merupakan perempuan masa lalu kekasihnya.Tidak ingin dianggap sebagai kekasih yang agresf dan posesif, ia mencoba untuk acuh dengan keberadaan Kiara. Jujur saja ini bukan sifatnya sama sekali. Entahlah semenjak Bara menjadi kekasihnya sifat itu muncul begitu saja. Ia hanya tidak ingin kehilangan Bara. Tidak bisa dibayangkan hidupnya tanpa Bara, pasti hambar.“Maaf, jika aku menganggu kalian,” ujar Kiara dengan wajah menyesal. Baiklah ia keterlaluan! Lily bisa melihat raut wajah Kiara yang tulus. Seperti benar-benar menyesal karena menganggu waktunya dengan sang kekasih. Hati
Seorang perempuan sedang berlari tergesa-gesa di koridor rumah saki. Terlihat juga seorang laki-laki yang mengikuti perempuan itu dari belakang. Mereka menghiraukan orang-orang yang menatap dengan aneh. Namun, ada juga yang memaklumi karena pasti ada sesuatu yang membuat mereka berlari seperti itu. Mereka berhenti di ruang UGD, di sana terlihat Bi Asih yang duduk di kursi depan ruangan tersebut.“Bi, bagaimana keadaan ibu?” tanya Lily dengan gusar. Keringat membasahi dahi Lily setelah berlari menuju ke UGD. Bi Asih yang menelepon Lily tadi mengabari jika ibunya terpeleset di kamar mandi. Parahnya kepala ibunya terbentur wastafel sampai berdarah. Hal itu yang membuat Lily khawatir dan takut jika terjadi sesuatu terhadap ibunya.“Ibu sudah ditangani oleh dokter dan bibi disuruh menunggu di sini,” balas Bi Asih.Lily menghembuskan napas dengan lega, setidaknya ibunya sudah ditangani oleh pihak medis. Sekarang ia juga ikut duduk di samping Bi
Hari ini Lily masih belum beranjak dari kasurnya. Padahal matahari sudah menjulang tinggi. Tandanya hari sudah mulai siang. Bukan tanpa alasan ia masih berada di kamarnya, karena sejak kemarin fisik dan pikirannya terkuras habis. Sekarang ia berbaring tidak berdaya di kasurnya.Untungnya ia tadi sudah meminta izin pada Aunty Sera untuk tidak masuk kerja hari ini. Sungguh ia tidak sanggup jika harus berangkat kerja. Sekedar berjalan untuk pergi ke kamar mandi saja kepalanya sudah pusing. Jika dipaksakan ia bisa pingsan di kantor dan itu tidak boleh terjadi. Lily tidak ingin merepotkan orang lain.Tubuhnya yang semakin lemas membuatnya tidak bisa bergerak lebih leluasa. Ia kembali membaringkan tubuhnya dan mulai tertidur. Bagaimana tubuhnya tidak lemas jika sejak tadi ia belum makan apa pun. Lily terlalu malas untuk membuat makanan. Padahal sekarang zaman sudah modern dan bisa memesan makanan lewat online. Tapi, entah mengapa ia malas walau hanya sekedar memesan lewat te
Bara langsung menghempas tangan Kiara yang seenaknya saja memegang tangannya. Lily yang sudah terlanjur kecewa segera berbalik dan berjalan menjauh dari unit apartemen Bara. Tentu saja Bara tidak akan tinggal diam. Lelaki itu berlari mengejar pujaan hatinya. Jangan sampai hubungannya berantakan karena masalah ini.Beruntung Lily tidak pergi jauh. Gadis itu pergi ke taman yang ada di belakang apartemen. Bara langsung memeluk Lily dari belakang. Lily meronta di dalam pelukan Bara. Ia masih kecewa dengan Bara dan ingin menyendiri. Namun, kekuatan Bara jauh lebih besar dibanding dirinya. Hingga akhirnya Lily menyerah dan pasrah berada dipelukan Bara.‘Maaf,” lirih Bara dengan menenggelamkan wajahnya di bahu Lily.Lily diam tidak berkutip mendengar perkataan Bara. Ia bingung ingin berkata apa. Air matanya masih saja membasahi pipinya. “Aku mohon jangan menangis, aku minta maaf,” gumam Bara pelan. Hati lelaki itu sakit melihat kekasihnya menete
Dany berjalan dengan cepat menuju ke unit apartemen Bara sambil sesekali melihat ke belakang. Berharap tidak ada yang mengikutinya. Begitu sampai di depan pintu unit apartemen Bara, ia langsung menekan pascode unit apartemen bosnya itu. Setelah terbuka ia langsung masuk ke dalam dan menutup pintu dengan cepat.“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Bara. Pemilik kamar apartemen itu merasa heran dengan perilaku sekertarisnya yang seperti dikejar seseorang.Sedangkan Dany yang mendengar itu langsung terkejut mendengar suara Bara. Rasanya jantungnya seakan ingin lepas dari tubuhnya. Belum juga ia bernapas lega karena ingin menghindari kekasih sang bos, sekarang justru dikagetkan dengan suara si bos. Dany mencoba bernapas dengan pelan-pelan. Suara hembusan napas terdengar nyaring di dalam apartemen itu.Setelah dirasa cukup, Dany mulai menceritakan kenapa ia berjalan dengan terburu-buru ke unit apartemen Bara. “Aku tahu bos semalam dirimu bertemu de