Haris mengerang dengan keras, tamparan Maman kali ini rasa sakitnya lebih besar terasa.Wajah Haris terlihat semakin membengkak.Maman berkata dengan dingin. "Aku tidak segan-segan menamparmu lebih keras lagi. Apakah kau masih bisa bertahan menahan sakitnya?."Haris tahu saat ini pertahanannya semakin rapuh, ia sendiri tidak yakin pada kemampuan tubuhnya untuk menahan rasa sakit yang lebih jika Maman menamparnya semakin keras. Mau tak mau ia harus menyerah. "Baiklah aku akan katakan yang sebenarnya."Maman menatap tajam ke wajah Haris sambil menarik paksa rambut pria itu ke arah belakang. "Katakan segera!."August yang sedari tadi hanya berdiri menyaksikan Maman menginterogasi Haris ikut membentak. "Jangan buang-buang waktu, cepatlah!."Haris semakin pucat, kedua pria yang membentaknya itu sama-sama hebat. Ia tak akan bisa melawan mereka meskipun punya kesempatan. "Aku...aku yang memberikan jalan pada para penculik itu masuk ke rumah."Mendengar penjelasan Haris, Maman semakin tajam m
Keesokan harinya, Maman hari ini tidak langsung menuju ke tempat kerja, ia ingin bertemu dengan Pak Sumardi.Maman saat ini telah sampai di halaman rumah Pak Sumardi. Suasana di situ terasa lengang, tak ada orang yang terlihat berada di luar rumah. Maman menyimpulkan Pak Sumardi belum mencari pembantu dan tukang kebun yang baru.Maman mengetuk pintu rumah tersebut tiga kali, ia menunggu seseorang dari dalam membukakan pintu. Setelah merasa tak ada respon, Maman kembali mengetuk pintu. Lagi-lagi belum ada pergerakan dari dalam.Apakah terjadi sesuatu pada pasangan suami istri itu?.Harusnya mereka aman sekarang?.Maman merasa khawatir, ia segera menuju ke arah samping rumah dan menyusurinya. Seingatnya ada pintu penghubung di arah samping menuju ke dapur.Saat ia menemukan pintu itu, ia memutar kenop pintu, ternyata terkunci dari dalam. Dalam hati Maman semakin gelisah, seharusnya Pak Sumardi dan istri ada di rumah saat ini."Maman? Aku kira penjahat!."Mendengar suara itu, dengan refl
Setelah merasa keadaan Pak Sumardi baik-baik saja, Maman kemudian pamit. Tujuan berikutnya adalah langsung menuju ke tempat kerja, beberapa hal harus ia selesaikan selain mempersiapkan proses pengalihan jabatan manajer.Saat ini Maman telah berada di ruang kerjanya, di atas meja kerja bertumpuk sejumlah dokumen. Peristiwa penculikan Pak Sumardi membuat Maman belum sempat memeriksa isi dari dokumen-dokumen tersebut.Maman dengan seksama membaca isi beberapa dokumen. Beberapa kali ia mengangguk kagum saat melihat grafik data yang ditampilkan, kenaikannya cukup signifikan. Itu menandakan sistem yang sudah ia terapkan berjalan dengan baik. Selain itu, orang-orang yang ia pilih untuk menjadi garda terdepan untuk melakukan perbaikan telah bekerja dan berusaha untuk memberikan yang terbaik.Melihat hal tersebut, Maman menemukan komposisi yang tepat untuk mengisi sejumlah jabatan penting jika saatnya proses pengalihan jabatan manajer itu terjadi. Ia tahu mana orang yang bisa ia percaya setela
Kelima sekuriti itu benar-benar berada dalam dilema besar. Hanya August yang sejak awal menentukan sikap untuk berada di sisi Maman.Mendengar hal itu, wanita pemilik kantin menatap Maman dengan tak percaya.Dari tadi ia mengira Maman hanya seorang karyawan yang terlalu ingin tahu. Tapi melihat tatapan dan kepercayaan diri lelaki tersebut, ia sedikit takut jika salah mengambil kesimpulan. "Kamu sebenarnya siapa? Apa hakmu untuk...""Diam kataku!." August kembali membentak sebelum wanita itu bisa menyelesaikan kata-katanya.Bentakan tersebut terdengar lebih menakutkan dari yang pertama. Wanita itu terlihat pucat, begitu juga dengan para pelayan yang ada di sampingnya. Beberapa karyawan yang masih ada di kantin itupun terkejut.Suasana menjadi hening, August menatap tajam ke arah pemilik kantin. Ia kemudian mengalihkan tatapannya ke para karyawan yang masih ada di tempa itu. "Kalian semua segera keluar dari sini!."Para karyawan yang tersisa segera beranjak meninggalkan kantin tersebut.
Waktu masih menunjukkan jam satu pagi, Maman merasakan tubuhnya begitu lelah namun tidak mampu membuatnya tenggelam dalam lelap. Maman sangat ingin tidur namun entah apa yang membuatnya begitu susah untuk menemukan lelapnya tidur. Dengan gusar Maman bangun dari tempat tidur, ia lalu menyalakan sebatang rokok sambil keluar dari kamarnya. Ruang tengah sudah gelap begitu pula di ruang tamu dan dapur, satu-satunya tempat yang masih terang di teras itupun hanya diterangi lampu pijar.Perlahan Maman membuka pintu menuju teras, jalan raya sudah mulai lengang dari lalu lalang kendaraan. Maman duduk bersandar di salah satu tiang rumah sambil menghisap dalam-dalam rokoknya, ia menikmati kepulan asap yang keluar perlahan dari mulutnya seakan mengikuti arah pikirannya yang menerawang entah kemana.Tak terasa waktu berjalan seakan lebih cepat dari perkiraan Maman, di halaman beberapa puntung rokok berceceran sementara masih ada sebatang lagi yang terselip di bibir Maman.
Bayangkan, koordinator data control sebelumnya membutuhkan waktu hampir enam tahun untuk bisa menjadi pemimpin untuk para karyawan di bagian data, sementara Maman ditunjuk menjadi koordinator data control setelah dua tahun menjalani tugas sebagai pengambil data. Hal ini membuat banyak karyawan yang sebelumnya satu bagian bersama Maman terkejut, apalagi beberapa diantara mereka sudah menjadi data control selama empat tahun, tak ayal mereka merasa dilangkahi sehingga memunculkan rasa iri hati di hati mereka."Dasar penjilat...pasti dia main kotor!""Dia Khan dekat sama pak Sumardi...tidak mungkin pak Sumardi mau mengangkat anak bau kencur itu jadi koordinator tanpa ada imbalan""Jangan-jangan tuh anak ngasih sogokan!?"Itulah sebagian kalimat-kalimat gunjingan yang bertebaran di obrolan para karyawan tentang Maman, tentu saja Maman tahu hal itu namun ia merasa tidak perlu untuk melakukan pembelaan, ia merasa hal itu hanya buang-buang waktu dan energi, lagipula jika
Pak Burhan melihat kedatangan Maman dan Simon dengan muka cemberut.Penampilan keduanya yang sok pintar cukup mengganggu pikiran pak Burhan, terutama hari ini, tiba-tiba anak baru yang dapat jabatan bagus membuat perubahan yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Jika saja bukan karena dukungan pak Sumardi yang merupakan atasan langsungnya ia tidak akan membuat Maman dan Simon melakukan hal-hal yang tidak dia sukai."Kalian berdua duduk...!!!"Maman dan Simon mengganguk hampir serentak lalu menarik kursi dan duduk berhadapan dengan pak Burhan, posisi mereka yang berhadapan hanya dibatas meja kayu yang di cat cokelat keemasan."Kalian baru dikasih tanduk sedikit sudah mulai menanduk ya!?" Kata pak Burhan sambil menatap Maman dan Simon bergantian. Simon melirik sedikit ke arah Maman yang tetap tenang fokus memandang ke arah pak Burhan dengan tatapan yang santai seperti tak ada sesuatu yang harus ditakutkan."Apa maksudmu menjadikan Simon untuk memeriksa semua d
Maman diikuti Simon berjalan keluar dari ruangan pak Burhan meninggalkan pak Burhan yang masih duduk mematung dengan wajah pucat karena tak percaya dalam hitungan menit ia kehilangan jabatan yang selama ini ia banggakan."Mulai besok jalankan tugasmu, kamu mungkin satu-satunya orang yang bisa saya percaya di tim data control untuk saat ini." Kata Maman ke Simon yang berjalan disampingnya, Simon menatap ke arah sahabat sekaligus koordinatornya ini dengan seksama lalu mengangguk dengan senyuman hangat.Maman mengenal sosok Simon saat ia baru saja masuk menjadi bagian dari tim data control, Simon lebih dulu bergabung beberapa bulan dengan tim tersebut. Maman masih ingat bagaimana ia pertama kali melihat sosok pemuda yang telah memberinya banyak bantuan.Saat itu...Hari pertama Maman bergabung ke tim data control ia masih belum tahu kemana melapor bahwadirinya adalah anggota baru di tim tersebut. Ia hanya diberikan info untuk menemui seseorang yang bernama pak