Maman memperhatikan hiruk pikuk bagian produksi dari balik kaca di ruang kerjanya. Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana alur dan proses kerja yang berlangsung saat ini. Meskipun dari kejauhan, namun Maman mampu mendapatkan gambaran jelas secara utuh yang terjadi di bagian produksi saat itu.Setelah merasa cukup mengamati keadaan di bagian produksi, Maman kemudian beranjak dari tempatnya berdiri, ia menuju ke meja kerjanya. Ia lalu mulai memeriksa laporan hasil produksi yang masuk hari itu, matanya fokus meneliti setiap data yang tampak di laporan tersebut.Maman cukup puas setelah membaca laporan hasil produksi, sepertinya sistem kerja yang ia buat sudah menunjukkan hasil yang baik. Sudah tidak ada lagi penyimpangan data, bahan baku pun tidak terlalu banyak yang terbuang, proses kerja para karyawan juga terlihat lebih efektif dan efisien. Maman melirik ke jam tangannya, sepuluh menit lagi waktu menunjukkan jam sembilan. Sesuai perkataan Pak Sumardi tadi pagi, ia harus menemuinya di
Setelah memastikan August memahami tugasnya, Maman kemudian berdiri hendak beranjak untuk beristirahat. Namun sebelumnya ia berpesan ke August. "Pertemukan aku dengan orang-orang pilihanmu itu besok!."August mengangguk tegas, lalu menanggapi perkataan Maman. "Jangan khawatir bang, besok aku hubungi!.""Bagus, aku tunggu Khabar baikmu!." Maman melambaikan tangan ke August lalu berbalik menuju ke ruang kerjanya. Seperti biasa ia akan makan siang sekaligus istirahat disitu, dia ke kantin hari ini hanya untuk menunggu August.Baru saja bel penanda jam istirahat telah selesai berbunyi, suara ketukan terdengar dari pintu ruang kerja Maman. "Masuk!." Maman memberikan perintah untuk masuk ke si pengetuk pintu tanpa melihat siapa orang itu, ia fokus membaca laporan dari beberapa staf produksi.Ternyata yang mengetuk tadi adalah Mursalim."Selamat siang Pak Maman!." Sapa Mursalim setelah ia membuka pintu, ia kemudian mendekati Maman lalu duduk di kursi yang biasa dip
Maman dengan cepat berjalan ke tempat Mursalim, jelas terlihat dari wajahnya ia tidak senang dengan apa yang baru saja ia dapatkan. Begitu ia sampai di dekat Mursalim, ia langsung melontarkan pertanyaan."Apa kau tau jadwal pengambilan bahan dari tim angkut?.""Eh...Pak Maman!." Mursalim yang sedari tadi konsentrasi mengerjakan tugasnya terkejut saat mendengar suara Maman di dekatnya. "Maaf Pak, saya tidak melihat bapak datang. Tadi bapak bertanya apa?."Maman mengendurkan otot-otot tubuhnya, ia menyadari jika pertanyaannya tadi cukup membuat Mursalim terkejut. "Aku cuma mau tau jadwal tim angkut datang mengambil bahan."Mursalim menjawab. "Tidak ada jadwal pasti, Pak. Biasanya jika ada perintah dari bagian prosesing untuk menambah bahan, baru mereka bergerak."Mursalim berusaha membaca apa yang dipikirkan pimpinannya itu, jika Maman bertanya sesuatu dengan mimik serius berarti ia menemukan hal yang ganjil. Mursalim merasa ada sesuatu yang terlewat dari pengamatannya di bagian bahan b
Wajah koordinator itu seperti orang kebingungan, dia belum bisa mencerna apa sebenarnya yang sedang terjadi saat ini.Mendengar perkataan sinis Maman barusan, Suparno buru-buru mencairkan ketegangan dengan memperkenalkan koordinator itu. "Ini orang yang Pak Maman cari, namanya Amran."Maman mengerutkan kening ke arah Amran. "Apa yang kau lakukan sedari tadi?."Amran menjawab dengan sedikit gugup. "Anu pak...saya tadi melakukan inspeksi ke bagian lain."Ketika Maman mendengar jawaban itu, dengusan nafas kesal ia hembuskan dengan sangat kencang. "Apa kau tak tau kalau bahan baku sudah menumpuk?."Amran terlihat semakin gugup, ia tak tahu harus memberikan jawaban apa. Sudah lumrah jika ada penumpukan bahan baku di jam kerja sesudah istirahat, biasanya menjelang jam pulang baru ia memberikan perintah ke para operatornya untuk bergerak.Memikirkan hal tersebut, Amran merasa jika akan ada perubahan yang akan terjadi. Dan itu akan berimbas pada posisinya.Maman kemudian menunjuk ke arah tiga
Maman cukup senang dengan distribusi bahan baku yang ada saat ini. Setiap mesin prosesing sudah punya stock untuk diolah, setidaknya sampai sesi terakhir sebelum jam pulang kerja.Setelah memastikan semuanya sudah aman, Maman kemudian berjalan keluar dari bagian prosesing. Tiba-tiba..."Aku minta maaf, Pak Maman!." Pria yang tadi berdebat dengan Maman saat pengaturan bahan baku di bagian prosesing saat ini duduk bersimpuh di depan Maman."Kenapa kamu?." Maman bertanya dengan dingin.Maman tahu kenapa pria ini berlutut, namun ia berlagak tak tahu apa-apa. Ia juga sudah tak peduli dengan keadaan pria tersebut.Pada saat ini, pria itu bersimpuh dengan lemas sambil terisak. Sebuah pemandangan yang memalukan bagi seorang pria."Mengapa kamu menangis?." Maman menatap pria itu dengan heran. "Maafkan aku Pak, aku...aku...tidak tahu kalau Pak Maman bisa memecat saya...tapi tolong jangan pecat saya!. Kata pria itu disela-sela Isak tangisnya."Aku tidak suka dengan pemimpin yang tidak peduli de
Maman hanya ingin menjaga aset yang telah diberikan oleh ayahnya, bahkan kalau bisa mengembangkannya. Jika awalnya Maman hanya bekerja untuk mendapatkan hidup mapan dan posisi yang bagus sebagai bonus, namun saat ia tahu kebenaran dan fakta yang tersembunyi selama ini, saat ini fokus Maman bukan lagi sekedar mengejar materi atau kedudukan tetapi melaksanakan wasiat mendiang ayahnya.Grup Pratama seharusnya tidak menjadikan Maman sebagai ancaman, seandainya mereka mau sedikit saja meredakan ego dan ambisi, maka semuanya tidak akan menjadi konflik yang tak berkesudahan. Begitu pikiran Maman. Oleh karena itu, Maman tidak pernah mencari tahu apa dan siapa yang ada dibalik Grup Pratama. Ia tak akan mengganggu mereka selama orang-orang itu melakukan hal yang sama.Maman datang lebih cepat dari biasanya, ia ingin memulai kebiasaan baru untuk dirinya sesuai dengan perubahan status kepemilikan perusahaan yang hanya dia dan Pak Sumardi yang tahu ditempat itu. Sebelum berangkat tadi ia sudah me
Selepas Samri keluar dari ruang kerjanya, Maman kemudian memeriksa laporan harian bagian produksi. Hari ini sepertinya semua akan aman-aman saja, ia berharap semua pengaturan yang telah ia lakukan bisa berjalan baik di lapangan.Setelah selesai memeriksa laporan harian, Maman kemudian menuju ke ruang kerja Pak Sumardi. Ia hendak melaporkan pergantian beberapa personil, meskipun sejatinya ia adalah pemilik perusahaan ini, namun kedudukan Pak Sumardi tetap harus dihormati.Senyum menawan Winda langsung menyambut Maman begitu ia melewati meja wanita tersebut. "Pak Sumardi ada?." Tanya Maman sambil membalas senyuman Winda."Sepertinya hari ini Pak Sumardi tidak masuk." Jawab Winda."Eh apakah beliau sakit?.""Aku juga tidak tau, dari tadi aku menunggu info dari Pak Sumardi, tapi sampai sekarang tidak ada berita dari beliau."Maman tiba-tiba merasa ada yang tidak beres. Jika Pak Sumardi berhalangan, pasti ada informasi yang didapatkan Winda. Apakah ada sesuatu yang menimpa Pak Sumardi?.Wi
Setelah menemui Pak Suryawan, sekarang Maman menuju kembali ke perumahan Pak Sumardi. Ia harus mencari tahu siapa yang menjadi pembantu di rumah tersebut. Setelah bertanya ke beberapa tetangga rumah Pak Sumardi, ia mendapatkan informasi jika pembantu dirumah itu ada tiga orang. Dua orang wanita, dan satu orang pria. Ketiga pembantu itu ternyata satu keluarga, nama kepala keluarganya Agam.Si Agam ini bertugas sebagai keamanan sekaligus tukang bersih-bersih halaman, kedua wanita lainnya adalah Istri dan anaknya yang bertanggung jawab pada bagian dalam rumah.Saat ini Maman segera menuju ke rumah Agam, lokasinya tidak jauh dari rumah Pak Sumardi. Setidaknya keluarga tersebut pasti ada informasi soal Pak Sumardi karena selama ini merekalah yang sehari-hari menyertai pasangan suami istri tersebut.Maman tiba di sebuah rumah, dari luar terlihat jika rumah itu belum sepenuhnya selesai. Temboknya belum dicat, hanya lapisan semen yang menutupi susunan batu merah. Maman kemudian mengetuk pint