Maman yakin peristiwa yang barusan terjadi dirumahnya berhubungan dengan orang-orang yang ingin merebut asetnya. Mereka mencoba menakut-nakutinya dengan aksi teror semacam itu.
Melihat pecahan kaca yang sudah berhamburan di sekitar tempat duduk Simon tadi, Maman menghela nafas jengkel. Ia kemudian mencari sapu dan tempat sampah lalu mulai memunguti pecahan kaca tersebut.Simon pun segera menyusul Maman, ia menggunakan sebuah kantong plastik besar yang ia temukan di belakang pintu untuk membersihkan serpihan pecahan kaca yang berhamburan."Hati-hati tanganmu!." Maman memperingatkan saat melihat Simon sedikit tergesa-gesa saat memungut pecahan kaca.Simon mengangguk mendengar peringatan Maman."Kamu yakin mereka akan melakukan tugasnya?." Tanya Simon kemudian. Ia masih penasaran dengan cara Maman tadi memperlakukan kedua preman tersebut."Mereka itu hanya preman jalanan, orang-orang seperti itu akan melakukan pekerjaan kotor hanya demi selembar uang. Jika sajaMendengar jawaban Maman, wajah pria itu semakin membuat penuh kekecewaan. "Apakah aku harus diambil polisi? Bahkan setelah aku berterus terang?."Maman mengangguk dengan tegas sambil menatap dingin. "Seperti itulah, lagipula kamu masih menyembunyikan banyak hal."Pria itu tertunduk menatapi lantai rumah Maman. "Aku hanya orang suruhan, mengapa aku diperlakukan berbeda dengan kedua orang tadi?."Maman memang baru saja memutuskan untuk membiarkan kedua preman yang disewa pria itu pergi. Ia memiliki pertimbangan sendiri saat membuat keputusan itu. "Mereka layak mendapatkan itu karena mereka sudah menunjukkan kesetiaan mereka. Lagipula bukankah kamu belum membayar mereka!?."Pria itu mengangkat sedikit wajahnya dengan tatapan penasaran. "Bapak tahu dari mana?."Pria itu tak menyangka jika fakta sederhana seperti itu ternyata diketahui juga oleh Maman. Dan sekarang, hal itu menjadi bumerang buat dirinya!."Tolong selamatkan aku. Apapun informasi yang bapak butuhka
Ketika para petinggi keluarga yang Pak Rudi undang ke rapat sudah pulang semua, ia kemudian menuju ke sebuah ruangan kecil yang berada di bagian belakang gedung. Ruang kecil tersebut merupakan ruangan rahasia yang hanya diketahui oleh beberapa orang saja, termasuk dirinya.Pak Rudi memasukkan sandi melalui sebuah layar digital kecil yang tertempel di dinding. Beberapa saat kemudian ia membuka pintu ruangan tersebut. Di dalam ruangan itu terdapat sejumlah rak dokumen yang terisi penuh setiap bagiannya, juga ada empat kursi sofa besar serta dua meja kerja lengkap dengan masing-masing sebuah laptop diatasnya.Ruangan rahasia itu biasa digunakan untuk mengelar rapat rahasia yang hanya dihadiri beberapa orang saja. Di ruangan itu pula banyak strategi dan taktik licik lahir untuk menaklukkan para saingan. Pak Rudi sebagai pimpinan keluarga punya kewenangan untuk menggunakan ruangan itu.Saat ini, Pak Rudi duduk di sebuah kursi yang cukup besar. Ia kemudian menyalakan laptop yang berada di m
Maman memperhatikan hiruk pikuk bagian produksi dari balik kaca di ruang kerjanya. Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana alur dan proses kerja yang berlangsung saat ini. Meskipun dari kejauhan, namun Maman mampu mendapatkan gambaran jelas secara utuh yang terjadi di bagian produksi saat itu.Setelah merasa cukup mengamati keadaan di bagian produksi, Maman kemudian beranjak dari tempatnya berdiri, ia menuju ke meja kerjanya. Ia lalu mulai memeriksa laporan hasil produksi yang masuk hari itu, matanya fokus meneliti setiap data yang tampak di laporan tersebut.Maman cukup puas setelah membaca laporan hasil produksi, sepertinya sistem kerja yang ia buat sudah menunjukkan hasil yang baik. Sudah tidak ada lagi penyimpangan data, bahan baku pun tidak terlalu banyak yang terbuang, proses kerja para karyawan juga terlihat lebih efektif dan efisien. Maman melirik ke jam tangannya, sepuluh menit lagi waktu menunjukkan jam sembilan. Sesuai perkataan Pak Sumardi tadi pagi, ia harus menemuinya di
Setelah memastikan August memahami tugasnya, Maman kemudian berdiri hendak beranjak untuk beristirahat. Namun sebelumnya ia berpesan ke August. "Pertemukan aku dengan orang-orang pilihanmu itu besok!."August mengangguk tegas, lalu menanggapi perkataan Maman. "Jangan khawatir bang, besok aku hubungi!.""Bagus, aku tunggu Khabar baikmu!." Maman melambaikan tangan ke August lalu berbalik menuju ke ruang kerjanya. Seperti biasa ia akan makan siang sekaligus istirahat disitu, dia ke kantin hari ini hanya untuk menunggu August.Baru saja bel penanda jam istirahat telah selesai berbunyi, suara ketukan terdengar dari pintu ruang kerja Maman. "Masuk!." Maman memberikan perintah untuk masuk ke si pengetuk pintu tanpa melihat siapa orang itu, ia fokus membaca laporan dari beberapa staf produksi.Ternyata yang mengetuk tadi adalah Mursalim."Selamat siang Pak Maman!." Sapa Mursalim setelah ia membuka pintu, ia kemudian mendekati Maman lalu duduk di kursi yang biasa dip
Maman dengan cepat berjalan ke tempat Mursalim, jelas terlihat dari wajahnya ia tidak senang dengan apa yang baru saja ia dapatkan. Begitu ia sampai di dekat Mursalim, ia langsung melontarkan pertanyaan."Apa kau tau jadwal pengambilan bahan dari tim angkut?.""Eh...Pak Maman!." Mursalim yang sedari tadi konsentrasi mengerjakan tugasnya terkejut saat mendengar suara Maman di dekatnya. "Maaf Pak, saya tidak melihat bapak datang. Tadi bapak bertanya apa?."Maman mengendurkan otot-otot tubuhnya, ia menyadari jika pertanyaannya tadi cukup membuat Mursalim terkejut. "Aku cuma mau tau jadwal tim angkut datang mengambil bahan."Mursalim menjawab. "Tidak ada jadwal pasti, Pak. Biasanya jika ada perintah dari bagian prosesing untuk menambah bahan, baru mereka bergerak."Mursalim berusaha membaca apa yang dipikirkan pimpinannya itu, jika Maman bertanya sesuatu dengan mimik serius berarti ia menemukan hal yang ganjil. Mursalim merasa ada sesuatu yang terlewat dari pengamatannya di bagian bahan b
Wajah koordinator itu seperti orang kebingungan, dia belum bisa mencerna apa sebenarnya yang sedang terjadi saat ini.Mendengar perkataan sinis Maman barusan, Suparno buru-buru mencairkan ketegangan dengan memperkenalkan koordinator itu. "Ini orang yang Pak Maman cari, namanya Amran."Maman mengerutkan kening ke arah Amran. "Apa yang kau lakukan sedari tadi?."Amran menjawab dengan sedikit gugup. "Anu pak...saya tadi melakukan inspeksi ke bagian lain."Ketika Maman mendengar jawaban itu, dengusan nafas kesal ia hembuskan dengan sangat kencang. "Apa kau tak tau kalau bahan baku sudah menumpuk?."Amran terlihat semakin gugup, ia tak tahu harus memberikan jawaban apa. Sudah lumrah jika ada penumpukan bahan baku di jam kerja sesudah istirahat, biasanya menjelang jam pulang baru ia memberikan perintah ke para operatornya untuk bergerak.Memikirkan hal tersebut, Amran merasa jika akan ada perubahan yang akan terjadi. Dan itu akan berimbas pada posisinya.Maman kemudian menunjuk ke arah tiga
Maman cukup senang dengan distribusi bahan baku yang ada saat ini. Setiap mesin prosesing sudah punya stock untuk diolah, setidaknya sampai sesi terakhir sebelum jam pulang kerja.Setelah memastikan semuanya sudah aman, Maman kemudian berjalan keluar dari bagian prosesing. Tiba-tiba..."Aku minta maaf, Pak Maman!." Pria yang tadi berdebat dengan Maman saat pengaturan bahan baku di bagian prosesing saat ini duduk bersimpuh di depan Maman."Kenapa kamu?." Maman bertanya dengan dingin.Maman tahu kenapa pria ini berlutut, namun ia berlagak tak tahu apa-apa. Ia juga sudah tak peduli dengan keadaan pria tersebut.Pada saat ini, pria itu bersimpuh dengan lemas sambil terisak. Sebuah pemandangan yang memalukan bagi seorang pria."Mengapa kamu menangis?." Maman menatap pria itu dengan heran. "Maafkan aku Pak, aku...aku...tidak tahu kalau Pak Maman bisa memecat saya...tapi tolong jangan pecat saya!. Kata pria itu disela-sela Isak tangisnya."Aku tidak suka dengan pemimpin yang tidak peduli de
Maman hanya ingin menjaga aset yang telah diberikan oleh ayahnya, bahkan kalau bisa mengembangkannya. Jika awalnya Maman hanya bekerja untuk mendapatkan hidup mapan dan posisi yang bagus sebagai bonus, namun saat ia tahu kebenaran dan fakta yang tersembunyi selama ini, saat ini fokus Maman bukan lagi sekedar mengejar materi atau kedudukan tetapi melaksanakan wasiat mendiang ayahnya.Grup Pratama seharusnya tidak menjadikan Maman sebagai ancaman, seandainya mereka mau sedikit saja meredakan ego dan ambisi, maka semuanya tidak akan menjadi konflik yang tak berkesudahan. Begitu pikiran Maman. Oleh karena itu, Maman tidak pernah mencari tahu apa dan siapa yang ada dibalik Grup Pratama. Ia tak akan mengganggu mereka selama orang-orang itu melakukan hal yang sama.Maman datang lebih cepat dari biasanya, ia ingin memulai kebiasaan baru untuk dirinya sesuai dengan perubahan status kepemilikan perusahaan yang hanya dia dan Pak Sumardi yang tahu ditempat itu. Sebelum berangkat tadi ia sudah me