Pak Sumardi tidak bisa menahan rasa terkejutnya, dia hanya bisa memandangi sosok Maman dengan tatapan heran. Begitu pula dengan Paman Suryawan, seketika ia melihat Maman begitu berwibawa dengan segala sikap menentangnya.
Maman tidak terpengaruh dengan keterkejutan Pak Sumardi dan Paman Suryawan, Simon yang duduk disampingnya hanya ternganga mendengar kalimat yang baru diucapkan sahabatnya ini.
"Baiklah anak muda...coba jelaskan ke kami kenapa kamu menolak menjadi kepala produksi?." Tanya Paman Suryawan.
Ketika orang yang disebutkan anak buah Gordo tadi masuk, wajah Gordo langsung berubah. "Gordo, apakah kamu tidak punya inisiatif untuk melakukan sesuatu?." Tanya orang tersebut.Perkataan orang tersebut sedikit mengusik hati Gordo, ia bahkan memberikan kode ke para anak buahnya untuk waspada.Gordo tahu bagaimanapun ia mencoba untuk berdebat dengan orang ini, pasti ia akan kalah. Tapi dengan sedikit adu fisik, mungkin semuanya akan lebih mudah."Bisakah tuan beretika sedikit?, Bukankah tidak sopan jika tuan terus memprofokasi tuan rumah?." Wajah Gordo terlihat sedikit emosi melihat sikap orang tersebut.Gordo memang telah menerima sejumlah uang, dan ia juga sudah melakukan tindakan untuk menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Bahkan malam ini dia telah memberikan instruksi kepada beberapa anak buahnya untuk bertindak."Etika?, Masihkah preman seperti kamu memikirkan soal etika?." Kata orang itu sambil tersenyum sinis. Pada saat ia hendak berkata lagi, tiba-tiba ponselnya berbunyi
Pria tersebut mendengus marah ketika mendengar suara seseorang yang mencoba mencegahnya. Maman yang sudah bersiap menghadapi serangan dari pria tersebut juga terkejut mendengar suara itu, spontan ia mencari sumber suara sembari tetap mengawasi gerakan pria yang ada didepannya."Briptu Muthalib!?." Seru Maman setelah melihat sang pemilik suara barusan.Briptu Muthalib muncul beserta tiga orang polisi, kemunculan mereka membuat pria yang memegang belati dan hendak menyerang Maman panik, sontak ia memasukkan kembali belatinya dan langsung berlari menuju motornya. Sayangnya tindakan itu telah diantisipasi oleh salah satu polisi yang muncul bersama Briptu Muthalib, sebelum sempat meraih motornya pria itu langsung disergap dengan cekikan lengan oleh polisi tersebut. Ketiga pria yang masih terkapar di jalan tak bisa melawan ketika polisi memborgol mereka."Anda tidak apa-apa?." Tanya Briptu Muthalib."Alhamdulillah, tidak apa-apa. Untung Pak Muthalib langsung datang, kalau tidak mungkin saya
Pak Sumardi tersenyum,ia salut terhadap kepedulian Maman ke tim data control. Bahkan meskipun Maman bukan lagi koordinator tim data control, namun Maman merasa masih punya utang ke tim tersebut jika usulannya kemarin ke Pak Sumardi tidak dikabulkan."Aku sudah menginstruksikan ke Simon untuk merekrut lagi anggota baru, karena anggota tim data control yang masuk kategori senior akan dipindahkan." Kata Pak Sumardi menjelaskan."Mereka akan dipindahkan kemana pak?." Tanya Maman lagi.
Pak Rudy tidak memandang makanannya sama sekali, keinginannya untuk makan menguap. Sebaliknya ia langsung berdiri dengan sikap menantang didepan Pak Suryawan."Suryawan, kamu jangan sok menjadi pahlawan. Kalau tidak, kau akan menyesal!.""Oh begitu." Kata Pak Suryawan dengan tenang."Kau menyepelekan aku?." Pak Rudy semakin emosi melihat sikap Pak Suryawan yang terlihat tenang seakan tak menganggap keberadaannya.
Pria pertama yang menyerang Maman benar-benar tak menyangka jika Maman mampu membaca arah serangannya, bahkan kini ia merasakan sakit di area perut yang kemudian menjalar ke seluruh bagian tubuhnya. Ia dengan sedikit berteriak untuk menahan sakit langsung jatuh dengan posisi menyamping sambil memegangi perutnya.Setelah melihat temannya ditaklukkan Maman hanya dengan sekali pukul, ia memandang Maman dengan pandangan marah yang bercampur ketakutan. Dia hanya berdiri dengan memasang kuda-kuda untuk menyerang, namun tidak melakukan apa-apa."Kenapa hanya berdiri disitu?, Majulah!." Tantang Maman dengan dingin.Pria itu jelas tidak mau dikalahkan, meskipun melihat kemampuan tadi ia merasa ragu-ragu untuk menyerang. Dengan sedikit panik ia berkata. "Kamu jangan sombong dulu anak muda!."Dalam beberapa saat pria itu kemudian menerjang ke arah Maman, ia tak mau membuat kesalahan dalam menyerang karena itu ia membuat serangan tipuan untuk mencari ruang koso
Seperti yang diperintahkan Maman tadi pagi, setelah jam pulang berbunyi, Mursalim segera menuju ke ruang kepala produksi. Saat Maman melihat Mursalim ada di depan pintu ruangannya, tanpa menunggu asisten produksi itu mengetuk pintu ia langsung membukakan pintu untuk Mursalim."Selamat sore Pak!." Sapa Mursalim dengan sedikit terkejut karena Maman tiba-tiba membukakan pintu sebelum ia sempat mengetuk."Masuklah!." Perintah Maman yang kemudian berbalik kembali duduk di kursinya. Mursalim menarik sebuah kursi plastik lalu meletakkannya di hadapan Maman dengan meja kerja sebagai pembatas antara mereka. Setelah membungkukkan badan sedikit, Mursalim lalu duduk dikursi tersebut."Mengapa tadi kawan-kawanmu sesama asisten produksi tidak ada yang datang ke rapat yang saya adakan?." Tanya Maman sambil menatap tajam ke Mursalim.Mursalim pada awalnya bingung, tapi setelah melihat tatapan atasannya ini begitu mengintimidasi ia tersadar jika saat ini s
Maman tidak berbicara lagi, matanya kini lebih fokus memperhatikan gerakan kaki August, melihat postur tubuh lawannya ia bisa memastikan andalan August saat menyerang adalah menendang. Maman tetap terlihat santai namun otaknya telah merancang sejumlah antisipasi saat lawannya menyerang.August dengan cepat mengarahkan serangannya ke Maman, dengan gerakan memukul yang mengarah ke arah wajah August sudah mempersiapkan pukulan lain yang mengarah ke arah dada. Ia mencoba menipu Maman dengan gerakan pancingan, ia yakin trik ini mampu membuat Maman takluk.Melihat gerakan August saat menyerang, Maman sudah bisa membaca apa yang dirancang August dari serangan ini. Tanpa memperdulikan arah serangan yang mengarah ke wajahnya ia hanya segera melangkahkan kakinya kedepan untuk memperpendek jarak, dengan sigap Maman membentangkan lengannya dan menghantamkannya ke leher August."Apaa???." Mata August membeliak melihat lengan Maman mengarah ke lehernya
Richard memandangi sosok Pak Burhan dengan penasaran, membuatnya seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat sirkus, dan wajahnya memancarkan ekspresi kebingungan.Richard tak menyangka jika Pak Burhan sampai mau repot-repot menunggunya di saat-saat seperti ini.Pak Burhan berjalan dengan acuh tak acuh ke arah Richard. "Sepertinya kamu sudah sangat nyaman di tempat barumu."Richard menjawab dengan datar. "Saya tak pernah nyaman di tempat ini, tapi kalau Pak Burhan mau mengajak saya pindah ke bagian pemasaran, saya tidak akan menolak."Setelah mendengar perkataan Richard, suara tawa mengejek terdengar dari Pak Burhan. "Mengajakmu? Jangan terlalu berharap soal itu, karena saya tak akan lama disitu."Richard curiga dengan kehadiran Pak Burhan saat ini, dia pasti menemuinya bukan untuk bereuni, pasti ada yang lebih penting dari itu."Mengapa kita tida