Pria tersebut mendengus marah ketika mendengar suara seseorang yang mencoba mencegahnya. Maman yang sudah bersiap menghadapi serangan dari pria tersebut juga terkejut mendengar suara itu, spontan ia mencari sumber suara sembari tetap mengawasi gerakan pria yang ada didepannya."Briptu Muthalib!?." Seru Maman setelah melihat sang pemilik suara barusan.Briptu Muthalib muncul beserta tiga orang polisi, kemunculan mereka membuat pria yang memegang belati dan hendak menyerang Maman panik, sontak ia memasukkan kembali belatinya dan langsung berlari menuju motornya. Sayangnya tindakan itu telah diantisipasi oleh salah satu polisi yang muncul bersama Briptu Muthalib, sebelum sempat meraih motornya pria itu langsung disergap dengan cekikan lengan oleh polisi tersebut. Ketiga pria yang masih terkapar di jalan tak bisa melawan ketika polisi memborgol mereka."Anda tidak apa-apa?." Tanya Briptu Muthalib."Alhamdulillah, tidak apa-apa. Untung Pak Muthalib langsung datang, kalau tidak mungkin saya
Pak Sumardi tersenyum,ia salut terhadap kepedulian Maman ke tim data control. Bahkan meskipun Maman bukan lagi koordinator tim data control, namun Maman merasa masih punya utang ke tim tersebut jika usulannya kemarin ke Pak Sumardi tidak dikabulkan."Aku sudah menginstruksikan ke Simon untuk merekrut lagi anggota baru, karena anggota tim data control yang masuk kategori senior akan dipindahkan." Kata Pak Sumardi menjelaskan."Mereka akan dipindahkan kemana pak?." Tanya Maman lagi.
Pak Rudy tidak memandang makanannya sama sekali, keinginannya untuk makan menguap. Sebaliknya ia langsung berdiri dengan sikap menantang didepan Pak Suryawan."Suryawan, kamu jangan sok menjadi pahlawan. Kalau tidak, kau akan menyesal!.""Oh begitu." Kata Pak Suryawan dengan tenang."Kau menyepelekan aku?." Pak Rudy semakin emosi melihat sikap Pak Suryawan yang terlihat tenang seakan tak menganggap keberadaannya.
Pria pertama yang menyerang Maman benar-benar tak menyangka jika Maman mampu membaca arah serangannya, bahkan kini ia merasakan sakit di area perut yang kemudian menjalar ke seluruh bagian tubuhnya. Ia dengan sedikit berteriak untuk menahan sakit langsung jatuh dengan posisi menyamping sambil memegangi perutnya.Setelah melihat temannya ditaklukkan Maman hanya dengan sekali pukul, ia memandang Maman dengan pandangan marah yang bercampur ketakutan. Dia hanya berdiri dengan memasang kuda-kuda untuk menyerang, namun tidak melakukan apa-apa."Kenapa hanya berdiri disitu?, Majulah!." Tantang Maman dengan dingin.Pria itu jelas tidak mau dikalahkan, meskipun melihat kemampuan tadi ia merasa ragu-ragu untuk menyerang. Dengan sedikit panik ia berkata. "Kamu jangan sombong dulu anak muda!."Dalam beberapa saat pria itu kemudian menerjang ke arah Maman, ia tak mau membuat kesalahan dalam menyerang karena itu ia membuat serangan tipuan untuk mencari ruang koso
Seperti yang diperintahkan Maman tadi pagi, setelah jam pulang berbunyi, Mursalim segera menuju ke ruang kepala produksi. Saat Maman melihat Mursalim ada di depan pintu ruangannya, tanpa menunggu asisten produksi itu mengetuk pintu ia langsung membukakan pintu untuk Mursalim."Selamat sore Pak!." Sapa Mursalim dengan sedikit terkejut karena Maman tiba-tiba membukakan pintu sebelum ia sempat mengetuk."Masuklah!." Perintah Maman yang kemudian berbalik kembali duduk di kursinya. Mursalim menarik sebuah kursi plastik lalu meletakkannya di hadapan Maman dengan meja kerja sebagai pembatas antara mereka. Setelah membungkukkan badan sedikit, Mursalim lalu duduk dikursi tersebut."Mengapa tadi kawan-kawanmu sesama asisten produksi tidak ada yang datang ke rapat yang saya adakan?." Tanya Maman sambil menatap tajam ke Mursalim.Mursalim pada awalnya bingung, tapi setelah melihat tatapan atasannya ini begitu mengintimidasi ia tersadar jika saat ini s
Maman tidak berbicara lagi, matanya kini lebih fokus memperhatikan gerakan kaki August, melihat postur tubuh lawannya ia bisa memastikan andalan August saat menyerang adalah menendang. Maman tetap terlihat santai namun otaknya telah merancang sejumlah antisipasi saat lawannya menyerang.August dengan cepat mengarahkan serangannya ke Maman, dengan gerakan memukul yang mengarah ke arah wajah August sudah mempersiapkan pukulan lain yang mengarah ke arah dada. Ia mencoba menipu Maman dengan gerakan pancingan, ia yakin trik ini mampu membuat Maman takluk.Melihat gerakan August saat menyerang, Maman sudah bisa membaca apa yang dirancang August dari serangan ini. Tanpa memperdulikan arah serangan yang mengarah ke wajahnya ia hanya segera melangkahkan kakinya kedepan untuk memperpendek jarak, dengan sigap Maman membentangkan lengannya dan menghantamkannya ke leher August."Apaa???." Mata August membeliak melihat lengan Maman mengarah ke lehernya
Richard memandangi sosok Pak Burhan dengan penasaran, membuatnya seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat sirkus, dan wajahnya memancarkan ekspresi kebingungan.Richard tak menyangka jika Pak Burhan sampai mau repot-repot menunggunya di saat-saat seperti ini.Pak Burhan berjalan dengan acuh tak acuh ke arah Richard. "Sepertinya kamu sudah sangat nyaman di tempat barumu."Richard menjawab dengan datar. "Saya tak pernah nyaman di tempat ini, tapi kalau Pak Burhan mau mengajak saya pindah ke bagian pemasaran, saya tidak akan menolak."Setelah mendengar perkataan Richard, suara tawa mengejek terdengar dari Pak Burhan. "Mengajakmu? Jangan terlalu berharap soal itu, karena saya tak akan lama disitu."Richard curiga dengan kehadiran Pak Burhan saat ini, dia pasti menemuinya bukan untuk bereuni, pasti ada yang lebih penting dari itu."Mengapa kita tida
"Hah...lihat siapa yang datang?." Teriak salah satu asisten yang mengepung Mursalim.Terlihat dia yang paling dominan, dari sikapnya Maman menyimpulkan orang ini merupakan pemimpin atau yang dituakan dari kelompok asisten itu."Jelas aku datang jika kalian membuat masalah di lokasi ini." Kata Maman dengan tegas dan percaya diri.Melihat Maman ada dilokasi sekarang, Mursalim segera menuju ke arah Maman. Begitu berada di dekat Maman ia segera membungkuk meminta maaf."Maafkan saya Pak Maman, bukan maksud saya membuat masalah."Sambil tetap memandang dengan dingin ke arah para asisten yang kini mulai mendekatinya, Maman bertanya ke Mursalim. "Bagaimana kejadiannya, apa kamu diprovokasi?.""Sesuai instruksi Bapak, saya memata-matai mereka terutama gerak-gerik mereka saat bekerja, saat saya menemukan banyak kesalahan dan hendak melapor ke Bapak, mereka mence