Pak Sumardi tersenyum, ia salut terhadap kepedulian Maman ke tim data control. Bahkan meskipun Maman bukan lagi koordinator tim data control, namun Maman merasa masih punya utang ke tim tersebut jika usulannya kemarin ke Pak Sumardi tidak dikabulkan.
"Aku sudah menginstruksikan ke Simon untuk merekrut lagi anggota baru, karena anggota tim data control yang masuk kategori senior akan dipindahkan." Kata Pak Sumardi menjelaskan.
"Mereka akan dipindahkan kemana pak?." Tanya Maman lagi.
Pak Rudy tidak memandang makanannya sama sekali, keinginannya untuk makan menguap. Sebaliknya ia langsung berdiri dengan sikap menantang didepan Pak Suryawan."Suryawan, kamu jangan sok menjadi pahlawan. Kalau tidak, kau akan menyesal!.""Oh begitu." Kata Pak Suryawan dengan tenang."Kau menyepelekan aku?." Pak Rudy semakin emosi melihat sikap Pak Suryawan yang terlihat tenang seakan tak menganggap keberadaannya.
Pria pertama yang menyerang Maman benar-benar tak menyangka jika Maman mampu membaca arah serangannya, bahkan kini ia merasakan sakit di area perut yang kemudian menjalar ke seluruh bagian tubuhnya. Ia dengan sedikit berteriak untuk menahan sakit langsung jatuh dengan posisi menyamping sambil memegangi perutnya.Setelah melihat temannya ditaklukkan Maman hanya dengan sekali pukul, ia memandang Maman dengan pandangan marah yang bercampur ketakutan. Dia hanya berdiri dengan memasang kuda-kuda untuk menyerang, namun tidak melakukan apa-apa."Kenapa hanya berdiri disitu?, Majulah!." Tantang Maman dengan dingin.Pria itu jelas tidak mau dikalahkan, meskipun melihat kemampuan tadi ia merasa ragu-ragu untuk menyerang. Dengan sedikit panik ia berkata. "Kamu jangan sombong dulu anak muda!."Dalam beberapa saat pria itu kemudian menerjang ke arah Maman, ia tak mau membuat kesalahan dalam menyerang karena itu ia membuat serangan tipuan untuk mencari ruang koso
Seperti yang diperintahkan Maman tadi pagi, setelah jam pulang berbunyi, Mursalim segera menuju ke ruang kepala produksi. Saat Maman melihat Mursalim ada di depan pintu ruangannya, tanpa menunggu asisten produksi itu mengetuk pintu ia langsung membukakan pintu untuk Mursalim."Selamat sore Pak!." Sapa Mursalim dengan sedikit terkejut karena Maman tiba-tiba membukakan pintu sebelum ia sempat mengetuk."Masuklah!." Perintah Maman yang kemudian berbalik kembali duduk di kursinya. Mursalim menarik sebuah kursi plastik lalu meletakkannya di hadapan Maman dengan meja kerja sebagai pembatas antara mereka. Setelah membungkukkan badan sedikit, Mursalim lalu duduk dikursi tersebut."Mengapa tadi kawan-kawanmu sesama asisten produksi tidak ada yang datang ke rapat yang saya adakan?." Tanya Maman sambil menatap tajam ke Mursalim.Mursalim pada awalnya bingung, tapi setelah melihat tatapan atasannya ini begitu mengintimidasi ia tersadar jika saat ini s
Maman tidak berbicara lagi, matanya kini lebih fokus memperhatikan gerakan kaki August, melihat postur tubuh lawannya ia bisa memastikan andalan August saat menyerang adalah menendang. Maman tetap terlihat santai namun otaknya telah merancang sejumlah antisipasi saat lawannya menyerang.August dengan cepat mengarahkan serangannya ke Maman, dengan gerakan memukul yang mengarah ke arah wajah August sudah mempersiapkan pukulan lain yang mengarah ke arah dada. Ia mencoba menipu Maman dengan gerakan pancingan, ia yakin trik ini mampu membuat Maman takluk.Melihat gerakan August saat menyerang, Maman sudah bisa membaca apa yang dirancang August dari serangan ini. Tanpa memperdulikan arah serangan yang mengarah ke wajahnya ia hanya segera melangkahkan kakinya kedepan untuk memperpendek jarak, dengan sigap Maman membentangkan lengannya dan menghantamkannya ke leher August."Apaa???." Mata August membeliak melihat lengan Maman mengarah ke lehernya
Richard memandangi sosok Pak Burhan dengan penasaran, membuatnya seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat sirkus, dan wajahnya memancarkan ekspresi kebingungan.Richard tak menyangka jika Pak Burhan sampai mau repot-repot menunggunya di saat-saat seperti ini.Pak Burhan berjalan dengan acuh tak acuh ke arah Richard. "Sepertinya kamu sudah sangat nyaman di tempat barumu."Richard menjawab dengan datar. "Saya tak pernah nyaman di tempat ini, tapi kalau Pak Burhan mau mengajak saya pindah ke bagian pemasaran, saya tidak akan menolak."Setelah mendengar perkataan Richard, suara tawa mengejek terdengar dari Pak Burhan. "Mengajakmu? Jangan terlalu berharap soal itu, karena saya tak akan lama disitu."Richard curiga dengan kehadiran Pak Burhan saat ini, dia pasti menemuinya bukan untuk bereuni, pasti ada yang lebih penting dari itu."Mengapa kita tida
"Hah...lihat siapa yang datang?." Teriak salah satu asisten yang mengepung Mursalim.Terlihat dia yang paling dominan, dari sikapnya Maman menyimpulkan orang ini merupakan pemimpin atau yang dituakan dari kelompok asisten itu."Jelas aku datang jika kalian membuat masalah di lokasi ini." Kata Maman dengan tegas dan percaya diri.Melihat Maman ada dilokasi sekarang, Mursalim segera menuju ke arah Maman. Begitu berada di dekat Maman ia segera membungkuk meminta maaf."Maafkan saya Pak Maman, bukan maksud saya membuat masalah."Sambil tetap memandang dengan dingin ke arah para asisten yang kini mulai mendekatinya, Maman bertanya ke Mursalim. "Bagaimana kejadiannya, apa kamu diprovokasi?.""Sesuai instruksi Bapak, saya memata-matai mereka terutama gerak-gerik mereka saat bekerja, saat saya menemukan banyak kesalahan dan hendak melapor ke Bapak, mereka mence
Sesaat setelah Mursalim keluar dari ruang kerjanya, Maman kemudian menghubungi Pak Sumardi melalui ponselnya, ia merasa harus harus berterima kasih atas dukungan Pak Sumardi yang mengerahkan petugas keamanan untuk mengusir para asisten pembangkang itu."Halo?.""Selamat siang Pak Sumardi?.""Selamat siang juga Maman, ada apa?.""Saya cuma mau mengucapkan terima kasih untuk bantuan Bapak barusan."Pak Sumardi yang menerima telepon dari Maman saat ia baru saja masuk ke ruang kerjanya setelah menemui beberapa rekanan bisnis, ia langsung paham bantuan apa yang dimaksud Maman."Kau tak perlu berterima kasih soal itu, saya hanya perlu melindungi karyawan potensial seperti kamu.""Tapi Pak Sumardi tahu dari mana soal pembangkangan para asisten itu?." Maman masih penasaran jadi ia perlu meperjelas hal tersebut."Aku punya banyak mata dan telinga di lokasi produksi, dan aku suka cara dan ketegasanmu
Setelah menenangkan diri, Pak Burhan kemudian pergi meninggalkan lokasi bagian produksi tanpa berkata-kata lagi ke petugas keamanan. Dengan gusar ia lalu masuk ke dalam mobilnya kemudian melesat pergi.Saat Pak Burhan sampai di kafe tempat dia dan Richard bersantai sebelumnya, ia melihat Richard sudah tidur dengan kepala tertelungkup diatas meja. Ia lalu mendekati pria tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepala."Maaf Pak, teman anda ini dari tadi mabuk dan sudah tidak bisa berdiri. Kami tidak tahu lagi cara untuk menyadarkannya." Seorang pelayan kafe datang menemui Pak Burhan.Pak Burhan mendengus dingin. "Huh...biarkan saja dia begitu, kalau menurutmu dia mengganggu pemandangan buang saja ia dijalanan!." Ia kemudian meninggalkan tempat itu dan tak perduli lagi dengan Richard.Baru saja Pak Burhan hendak menstater mobilnya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada panggilan masuk ke nomernya, setelah ia melihat tampilan nama kontak yang memangg
Kelima sekuriti itu benar-benar berada dalam dilema besar. Hanya August yang sejak awal menentukan sikap untuk berada di sisi Maman.Mendengar hal itu, wanita pemilik kantin menatap Maman dengan tak percaya.Dari tadi ia mengira Maman hanya seorang karyawan yang terlalu ingin tahu. Tapi melihat tatapan dan kepercayaan diri lelaki tersebut, ia sedikit takut jika salah mengambil kesimpulan. "Kamu sebenarnya siapa? Apa hakmu untuk...""Diam kataku!." August kembali membentak sebelum wanita itu bisa menyelesaikan kata-katanya.Bentakan tersebut terdengar lebih menakutkan dari yang pertama. Wanita itu terlihat pucat, begitu juga dengan para pelayan yang ada di sampingnya. Beberapa karyawan yang masih ada di kantin itupun terkejut.Suasana menjadi hening, August menatap tajam ke arah pemilik kantin. Ia kemudian mengalihkan tatapannya ke para karyawan yang masih ada di tempa itu. "Kalian semua segera keluar dari sini!."Para karyawan yang tersisa segera beranjak meninggalkan kantin tersebut.
Setelah merasa keadaan Pak Sumardi baik-baik saja, Maman kemudian pamit. Tujuan berikutnya adalah langsung menuju ke tempat kerja, beberapa hal harus ia selesaikan selain mempersiapkan proses pengalihan jabatan manajer.Saat ini Maman telah berada di ruang kerjanya, di atas meja kerja bertumpuk sejumlah dokumen. Peristiwa penculikan Pak Sumardi membuat Maman belum sempat memeriksa isi dari dokumen-dokumen tersebut.Maman dengan seksama membaca isi beberapa dokumen. Beberapa kali ia mengangguk kagum saat melihat grafik data yang ditampilkan, kenaikannya cukup signifikan. Itu menandakan sistem yang sudah ia terapkan berjalan dengan baik. Selain itu, orang-orang yang ia pilih untuk menjadi garda terdepan untuk melakukan perbaikan telah bekerja dan berusaha untuk memberikan yang terbaik.Melihat hal tersebut, Maman menemukan komposisi yang tepat untuk mengisi sejumlah jabatan penting jika saatnya proses pengalihan jabatan manajer itu terjadi. Ia tahu mana orang yang bisa ia percaya setela
Keesokan harinya, Maman hari ini tidak langsung menuju ke tempat kerja, ia ingin bertemu dengan Pak Sumardi.Maman saat ini telah sampai di halaman rumah Pak Sumardi. Suasana di situ terasa lengang, tak ada orang yang terlihat berada di luar rumah. Maman menyimpulkan Pak Sumardi belum mencari pembantu dan tukang kebun yang baru.Maman mengetuk pintu rumah tersebut tiga kali, ia menunggu seseorang dari dalam membukakan pintu. Setelah merasa tak ada respon, Maman kembali mengetuk pintu. Lagi-lagi belum ada pergerakan dari dalam.Apakah terjadi sesuatu pada pasangan suami istri itu?.Harusnya mereka aman sekarang?.Maman merasa khawatir, ia segera menuju ke arah samping rumah dan menyusurinya. Seingatnya ada pintu penghubung di arah samping menuju ke dapur.Saat ia menemukan pintu itu, ia memutar kenop pintu, ternyata terkunci dari dalam. Dalam hati Maman semakin gelisah, seharusnya Pak Sumardi dan istri ada di rumah saat ini."Maman? Aku kira penjahat!."Mendengar suara itu, dengan refl
Haris mengerang dengan keras, tamparan Maman kali ini rasa sakitnya lebih besar terasa.Wajah Haris terlihat semakin membengkak.Maman berkata dengan dingin. "Aku tidak segan-segan menamparmu lebih keras lagi. Apakah kau masih bisa bertahan menahan sakitnya?."Haris tahu saat ini pertahanannya semakin rapuh, ia sendiri tidak yakin pada kemampuan tubuhnya untuk menahan rasa sakit yang lebih jika Maman menamparnya semakin keras. Mau tak mau ia harus menyerah. "Baiklah aku akan katakan yang sebenarnya."Maman menatap tajam ke wajah Haris sambil menarik paksa rambut pria itu ke arah belakang. "Katakan segera!."August yang sedari tadi hanya berdiri menyaksikan Maman menginterogasi Haris ikut membentak. "Jangan buang-buang waktu, cepatlah!."Haris semakin pucat, kedua pria yang membentaknya itu sama-sama hebat. Ia tak akan bisa melawan mereka meskipun punya kesempatan. "Aku...aku yang memberikan jalan pada para penculik itu masuk ke rumah."Mendengar penjelasan Haris, Maman semakin tajam m
Pak Rudi merasa cemas, bagaimanapun hal seperti ini tak pernah ia prediksi. "Keadaan semakin gawat, kita bisa jatuh dengan cepat." Kata Pak Rudi dengan nada bergetar.Semua petinggi keluarga yang hadir saling berpandangan, mereka jelas memahami situasi saat ini namun tak satupun yang punya ide untuk mengatasi hal tersebut.Sudah sejak lama mereka menikmati semua kemewahan yang didapatkan dari sejumlah proyek. Berbagai trik digunakan untuk mendapatkan keuntungan dari mempermainkan dana proyek.Kemewahan itu sebentar lagi akan lenyap jika mereka tak bisa mengembalikan keadaan. Ketika para investor mundur maka mereka tak punya lagi kekuatan untuk menjalankan proyek yang sedang dikerjakan oleh Pratama Grup. Mereka tidak siap untuk mengalami kejatuhan saat ini.Pak Rudi menatap tegas ke arah para petinggi keluarga. "Kalian semua harus membantuku untuk berpikir, jika ada yang mempunyai ide segera katakan sekarang!."Saat mendengar perintah Pak Rudi, para petinggi keluarga itu kemudian sali
Maman kemudian mengeluarkan ponselnya, ia harus segera menghubungi Pak Suryawan. "Halo Maman, Bagaimana?." Tanya Paman Suryawan di ujung telepon."Aku mau bertanya Paman, apa sudah ada petunjuk tentang siapa yang berada dibalik penculikan Pak Sumardi?.""Menurut informanku, beberapa anak buah Gordo semalam berencana menculik seseorang." Jawab Pak Suryawan. "Kemungkinan besar itu adalah Pak Sumardi."Gordo? Mendengar nama itu Maman langsung teringat dengan apa yang diinfokan Odie tadi siang. "Gordo ini merupakan pemasok bodyguard sekaligus penyedia orang-orang yang bisa melakukan pekerjaan kotor untuk Pratama Grup." Sambung Pak Suryawan."Berarti cocok dengan dugaanku." Balas Maman. "Karena lokasi Pak Sumardi disekap ada di pelabuhan yang dipenuhi barang-barang dengan tulisan Pratama Grup.""Kata Pak Sumardi tadi, Paman Suryawan harus segera bertindak." ***Saat ini, di rumah Pak Rudi terlihat para petinggi keluarga sudah hadir. Mereka sedang m
Setelah mengatur nafasnya untuk menenangkan diri, Maman kemudian bergeser sedikit ke arah samping kiri dari tempatnya bersembunyi tadi. Ia mendekat sedikit ke arah gudang.Dari posisinya sekarang, ia bisa melihat ada sepuluh orang pria berjaga di sekitar area gudang. Penampilan kesepuluh pria itu terlihat seperti preman bayaran, bukan pengawal ataupun tukang pukul orang-orang kaya. Siapapun otak dari aksi penculikan ini, ingin menyembunyikan identitasnya dengan menyewa preman.Mata Maman semakin waspada saat melihat ada dua mobil mewah berwarna hitam datang merapat ke gudang. Dari kedua mobil itu turun dua orang pria berjas hitam. Meskipun dari jauh Maman masih bisa memperhatikan dengan jelas penampilan para pria yang baru datang itu."Aku yakin mereka itulah yang merencanakan semua ini!." Kata Maman. Ia kemudian mengambil ponselnya dan mengetikkan pesan singkat lalu mengirimkannya ke Simon, bagaimanapun ia tidak boleh bertindak tanpa ada perencanaan matang.Maman maju lagi beberapa m
Setelah agak jauh meninggalkan rumah Agam, Maman menepikan motornya. Ia kemudian mengeluarkan ponsel lalu menghubungi nomor yang tadi diberikan Agam."Halo, siapa ini?." Suara seorang pria terdengar dari ujung telepon."Halo, apa benar ini dengan Pak Odie?." Tanya Maman dengan sopan."Iya betul, ada perlu apa?.""Maaf Pak Odie, aku dapat nomor bapak dari seorang teman, katanya kalau mau mencari orang yang berani melakukan pekerjaan berbahaya bapaklah orangnya." Maman berusaha memperlembut suaranya seperti orang yang sedang mencari pertolongan."Oh iya betul itu,.memangnya pekerjaan apa itu?." "Kalau boleh kita langsung bertemu saja Pak, lebih enak bicara empat mata.""Oke temui aku di warung kopi yang di perempatan menuju pasar.""Baik Pak."Sambil tersenyum sinis, Maman mematikan panggilan teleponnya. Ia tahu warung kopi yang dimaksud Odie, tanpa menunggu lebih lama lagi Maman segera memacu motornya menuju ke tempat tersebut.Sekitar lima belas menit kemudian, Maman sudah sampai di
Setelah menemui Pak Suryawan, sekarang Maman menuju kembali ke perumahan Pak Sumardi. Ia harus mencari tahu siapa yang menjadi pembantu di rumah tersebut. Setelah bertanya ke beberapa tetangga rumah Pak Sumardi, ia mendapatkan informasi jika pembantu dirumah itu ada tiga orang. Dua orang wanita, dan satu orang pria. Ketiga pembantu itu ternyata satu keluarga, nama kepala keluarganya Agam.Si Agam ini bertugas sebagai keamanan sekaligus tukang bersih-bersih halaman, kedua wanita lainnya adalah Istri dan anaknya yang bertanggung jawab pada bagian dalam rumah.Saat ini Maman segera menuju ke rumah Agam, lokasinya tidak jauh dari rumah Pak Sumardi. Setidaknya keluarga tersebut pasti ada informasi soal Pak Sumardi karena selama ini merekalah yang sehari-hari menyertai pasangan suami istri tersebut.Maman tiba di sebuah rumah, dari luar terlihat jika rumah itu belum sepenuhnya selesai. Temboknya belum dicat, hanya lapisan semen yang menutupi susunan batu merah. Maman kemudian mengetuk pint