Waktu terus bergerak maju, tapi Husein malah semakin larut dalam kenangan masa lalu. Ia terlelap di bak mandi yang airnya sudah tak hangat lagi. Khana merasa ada yang aneh, karena tak biasanya sang suami mandi begitu lama.Akhirnya selir muda tersebut memberanikan diri melangkah ke depan pintu kamar mandi, lalu ia mengetuknya.Tok! Tok! "Tuan, apa Tuan baik-baik saja?"Husein terbangun mendengar suara Khana. Kemudia ia berseru, "Ya, saya sebentar lagi keluar! Jika, Nona ingin mandi sebaiknya ke kamar mandi yang lain saja!"Khana menautkan alisnya heran. Namun, ia tak berkata apa-apa lagi.Beberapa menit menunggu, Husein pun keluar menggunakan handuk di pinggangnya. Dada bidang yang penuh bulu halus itu menambah kesan kejantanannya semakin terpancar. Khana mendekat dan mencoba membelai penuh kasih sayang, tetapi Husein menolak."Saya sangat lelah, bisakah Nona minta pada pelayan untuk membuatkan saya lemon tea hangat?""Hem, baiklah." Khana sadar, itu hanya alasan Husein agar ia tak m
Husein memang tak betah di rumah, karena adanya Flo. Namun, bukan hanya itu, pikirannya sekarang selalu mengarah pada Areta. Ia tak mau melanjutkan perceraian.Di ruangan kerjanya, Husein mencoba meraih ponsel dan menekan tombol panggilan pada kontak mediator yang bertugas sebagai pembimbing mediasi mereka."Selamat pagi, Tuan Husein! Ada yang bisa saya bantu?""Pagi! Bisakah jadwal mediasi dimajukan sore ini? Ada hal penting yang harus saya sampaikan. Saya tak suka penolakan apa pun alasannya!" Kalimat Husein jelas bukan sebuah permintaan, tapi melainkan perintah."Ba--baik, Tuan."Panggilan ditutup. Detik berikutnya sang mediator menghubungi Areta untu memberitahukan jadwal mediasi kedua yang dipercepat."Sore ini?" Areta mendesah kesal. Dia berpikir Husein sudah tak sabar ingin memutuskan hubungan dengannya. "Baik. saya akan datang.""Terima kasih, Nyonya Areta. Sampai bertemu!"__Di sisi lain, Ros dan Flo sedang merencanakan sesuatu. Mereka tak terima dengan perlakuan serta sika
Di dalam kamar, husein meraih lembut tangan selirnya. Ia sangat tak menduga dengan kemurahan hati Khana pada Areta."Andai saya mendengarkan semua saran darimu, Nona Khana. Mungkin masalah ini tidak akan sempat menjadi begitu panjang," serunya."Hem, sudahlah, Tuan. Aku juga tak sempurna, tapi jujur aku ingin memperbaikinya. Tolong maafkan kesalahanku," papar Khana.Husein mengangguk seraya tersenyum ke arah Khana. Pelukan hangat tercipta lagi antara keduanya. Setelah itu, barulah dia keluar menemui Areta. Khana cemburu, tetapi keadaan ini jauh lebih menyenangkan.Langkah Husein gugup saat memasuki kamar istri tuanya. Sudah tiga bulan Areta tak bersamanya, rasa canggung itu menyeruak di dirinya."Areta," lirihnya dengan intonasi suara yang bergetar."Ya, Tuan." Dingin sikap Areta membuatnya semakin merasa bersalah."Saya tidak tahu bagaimana cara saya menebus kesalahan saya padamu. Akan tetapi, saya sungguh-sungguh menyesalinya. Saya akan melakukan apa saja untuk menerima maafmu."Are
Kepala Areta mendadak menjadi pusing, ia nyaris tumbang. Namun, untung saja Husein segera tiba dan menangkap tubuhnya yang sempoyongan."Areta ... Kau tidak apa-apa?" tanya Husein seraya turut menatap bingung ke arah dua orang wanita yang berwajah sama."Tuan, apa saya sedang berhalusinasi. Ada dua Nona Khana di hadapan saya," lirih Areta."Duduklah dulu, Areta. Kau tidak berhalusinasi."Husein melempar pandangan tajam pada kedua wanita yang kini ia tak tahu mana Khana yang asli."Lelucon macam apa ini? Nona Khana, tolong jelaskan!" titahnya.Dalam waktu bersamaan keduanya hendak membuka suara. Namun, Husein kembali menegaskan. "Cukup Nona Khana yang asli yang angkat bicara!""Aku Khana, Tuan. Entah siapa wanita yang berdiri sebagai diriku ini.""Kau yang siapa? Aku Adriana Zulaika, aku yang asli."Perdebatan riuh di ruang tengah. Kepala Areta semakin terasa pusing menyaksikan hal yang diluar jangkauan pikirannya, Husein juga ikut mual mendapati permasalahan seperti ini."Diam!" teria
Suasana jadi menegang. Husein masih menatap tajam ke arah bola mata emerald milik Khana. Otaknya yang jenius berhasil memecahkan teka-teki. 'Ya, mata itu bersinar dan hanya Nona Khana yang memilikinya.'"Nona Khana ... saya percaya kau adalah selir saya yang asli. Namun, maukah Nona bekerjasama kali ini?" Husein menurunkan volume suaranya agar tak ada yang mendengar termasuk Roy."Tuan sunguh-sungguh mempercayaiku? Akan tetapi, bukankah wanita itu sudah memiliki bukti yang Tuan inginkan?""Justru itu. Saya akan mencaritahu bagaimana bisa dia menyusup. Rasanya tak sulit karena wajahnya sama persis denganmu. Sekarang, Nona hanya perlu tetap di sini, dan saya akan bersandiwara di hadapannya," papar Husein.Khana tentunya mengangguk setuju. Ia senang sebab suaminya benar-benar cerdas.Detik berikutnya Husein melangkah memberikan Roy perintah."Nona Khana palsu itu sudah saya pindahkan ke ruangan khusus. Kalian tak ada yang boleh ke sana! Saya sendiri yang akan memberikan hukuman setiap ha
Seperginya Husein, Khana merenung seorang diri di dalam kamar barunya. Ya, siapa sangka kalau pada akhirnya ia juga akan merasakan tinggal di markas rahasia milik suaminya. Namun, keberuntungan masih memihaknya. Husein percaya penuh akan dirinya."Aku tak sabar ingin mencaritahu sendiri, tentang siapa wanita laknat yang dengan lancang mengambil identitasku itu," gumamnya mengepalkan kedua tangan geram.Khana terus memutar otaknya untuk berpikir. Selama ini ia tak punya musuh, terkecuali Areta. Itu pun sudah berlalu karena dirinya dan Areta sepakat bersatu dan saling menerima satu sama lain. Akan tetapi, Khana kembali teringat. Ada Ros selaku mertuanya yang jelas menyimpan dendam karena sudah terbukti berbuat salah, hingga dipulangkan oleh Putranya sendiri."Tapi, bagaimana bisa Ibu mengutus seseorang yang serupa denganku? Apa iya ada manusia di dunia ini yang rela merubah wajahnya menjadi wujud orang lain? Walaupun aku cantik, tetap saja menjadi diri sendiri jauh lebih membanggakan."
Wanita yang serupa Khana itu terkulai lemah. Kepalanya menunduk, tapi tubuhnya tak bisa jatuh, sebab dia sedang diikat dengan posisi berdiri. Keadaannya sungguh berubah jadi sangat menyedihkan dalam sekejap mata.Ketika semua yang ada di sana ingin beranjak pergi meninggalkannya, tiba-tiba dering ponsel berbunyi begitu nyaring. Husein menatap ke arah suara tersebut. Kemudian ia menyeringai. Ternyata ponsel milik wanita itu."Ambil handphone dalam sakunya, Roy! Saya bahkan tak sudi untuk menyentuh tubuhnya walau secuil saja," ujar Husein yang terdengar jijik."Baik, Tuan." Roy langsung menyambar saku baju depan dari Khana palsu. "Ini, Tuan."Husein meraihnya dan segera menekan tombol jawab. Loud speaker diaktifkannya, hingga semua dapat mendengar.Khana maju selangkah dan mencoba berbicara. "Halo!""Flo! Kenapa kau tak menelepon balik? Apa keadaan di rumah itu aman-aman saja?" tanya seseorang dari seberang telepon. Suaranya sungguh tak asing bagi Khana, Husein, maupun Areta.Semua mata
Sherly yang merasa beruntung karena telah memutuskan untuk mengganti wajahnya menjadi Flo sangat lah bahagia. Ia menempati rumah mewah peninggalan orang tua Flo. Juga menikmati statusnya yang cukup dipandang di sana."Tidak sia-sia saya menghapus identitas lama. Semoga Nyonya Flo juga aman-aman saja di rumah Tuan Husein. Saya ingin hidup damai sekarang. Saya tak perlu lagi takut akan pertanyaan-pertanyaan dari Tuan Husein, sebab sekarang saya sudah berganti jadi wajah Flo," gumamnya.Sherly tak tahu kalau sebenarnya penyamaran Flo sudah terbongkar dengan begitu cepat. Jika, dirinya bertemu kuarga Husein, maka masalah baru akan muncul."Ah, saya ada ide. Lebih baik saya datang ke rumah Tuan Husein. Toh mereka tak akan curiga, karena Flo yang asli pernah ke sana, dan berhubungan cukup dekat dengan keluarga mereka, bukan?"Sherly terlalu percaya diri, hingga langkahnya cepat memijak istana Husein. Saat ia melewati koridor, degup di jantungnya mendadak tak biasa. Ia ragu untuk melanjutkan