***Seluruh tubuh Sherly sudah membengkak akibat gigitan nyamuk. Ia menangis histeris, tapi Roy tetap pada kesetiaannya. Roy tak mau bertindak tanpa persetujuan dari Husein."Maaf, Sherly! Jika kamu bersedia jujur maka sekarang juga saya akan meminta Tuan Husein kembali ke sini," ujar Roy.Sherly sudah putus asa. Ia tak tahan lagi berada di dalam ruangan itu. "Baik, Roy. Katakan pada Tuan Husein saya akan mengakui semua, tapi lepaskan saya dari sini!""Oke." Roy meraih kunci dan segera membuka ruangan penuh nyamuk tersebut.Ssstt.Baru terbuka sebentar, ribuan nyamuk menerobos keluar. Roy cepat-cepat menutup kembali saat Sherly sudah berlari dari ruangan itu."Ya Tuhan ... gatal sekali tubuh saya. Tolong bukakan ikatan tangan saya, Roy!""Hem, saya sudah berbaik hati padamu, Sherly. Jadi katakanlah sejujurnya di hadapan Tuan Husein, sebab setelah ini tentunya hukuman bagimu akan lebih sadis jika kau masih berbohong," ujar Roy.Sherly tak merespon. Ia masih meringis sambil menggaruk-ga
***Kurang lebih satu jam, akhirnya mobil Husein berhenti di sebuah bangunan yang luarnya tampak biasa saja.Ya, itu adalah markas rahasianya. Bahkan Areta sendiri belum pernah datang ke sana."Tempat apa itu? Kamu tahu tidak?" tanya Mery menatap Areta yang tampak kebingungan.Areta menggeleng dengan cepat. "Tidak, Mer. Saya mana pernah ke sini.""Hem, jadi gimana nih? Kita tidak mungkin mengikuti suamimu ke dalam, bukan?""Ya, kita tetap di mobil saja sampai Tuan Husein pergi. Setelah itu barulah kita lihat ada apa di dalam sana," ujar Areta."Baiklah."Areta dan Mery mengintai dari jarak yang tidak terlalu dekat. Keduanya tentu takut jika sampai ketahuan.Tiga puluh menit sudah berlalu, tak lama terlihatlah Husein dan Khana yang kembali keluar, kemudian mereka masuk ke dalam mobil.Setelah mobil Husein pergi dari markas itu, Areta dan Mery segera menyelidiki apa yang disembunyikan di dalam tempat tersebut."Gas, Mer!" titah Areta.Mery menurut dengan debar di dada yang tak karuan. K
Tiba di hari yang Khana nanti, ia sudah tampil cantik dengan gaun mewah berwarna gold sesuai keinginannya.Kedua bola mata cokelat Areta membesar melihat penampilan selir suaminya memakai gaun pengantin yang jauh lebih indah dari yang pernah ia kenakan.Semua tamu undangan yang hadir pun turut memuji kecantikan Khana. Hal itu tentu membuat hati Areta semakin kesal."Wah, pantas saja Tuan Husein sampai tergila-gila, Nona Khana ternyata jauh lebih cantik aslinya daripada yang tampak dilayar kaca waktu itu," seru Martin, salah satu rekan bisnis Husein."Hem, selamat ya Tuan Husein. Semoga rumah tangga Tuan tetap harmonis walau sekarang cinta Tuan sudah terbagi," desis istri Martin pula.Husein hanya menanggapi seadanya. Ia sedang tak mau merusak suasana hatinya yang tengah berbahagia.Sementara Areta mengepalkan kedua tangan di balik punggungnya. Betapa saat ini Areta merasa sangat terluka."Sabar, Areta. Keadaan ini tidak akan berlangsung lama," bisik Mery di samping sahabatnya tersebut
***Husein sampai di kantor, ternyata sudah ada banyak calon pelamar kerja yang menunggu kedatangannya."Jesika, sekarang kamu bisa meminta pelamar kerja itu masuk secara bergantian! Saya akan melakukan interview," ujar Husein pada staf yang bertugas."Baik, Tuan."Jesika langsung mengatur siapa saja yang mendapat giliran depan."Kamu, silakan masuk!" titah Jesika pada salah satu wanita yang turut mengantri."Terima kasih, Bu."Seorang wanita muda berjalan santai sambil mengatur degup jantungnya. Ia tentu merasa gugup karena akan menghadap seorang Tuan Husein."Selamat pagi, Tuan Husein!""Pagi! Langsung saja perkenalkan dirimu dan berikan berkas pengalaman kerjamu!" titah Husein tanpa basa-basi."Nama saya, Rinjani. Umur 21 tahun, dan saya menguasai tiga bahasa. Pertama bahasa Indonesia, kedua bahasa Inggris, dan terakhir bahasa Mandarin. Ini riwayat pengalaman kerja saya, Tuan. Umur saya memang masih terkesan muda, tapi saya sudah terbiasa bekerja dari saya kuliah dulu," papar gadis
***Seperginya Husein, Khana pun bersiap-siap untuk mengunjungi markas rahasia milik suaminya. Hal itu tentu Khana coba sembunyikan dari Areta."Eh, Nyonya Areta sudah pulang. Oya, tadi Tuan Husein menitipkan pesan. Katanya beliau akan ke luar kota selama beberapa hari, jadi Nyonya diminta untuk tidak membuat keributan di sini," ujar Khana sembari melintir rambut ikalnya.Bongkahan amarah yang sudah menumpuk di diri Areta membuat ia langsung naik pitam. "Diam kau jalang!""Upss! Menggerikan sekali Nyonya utama ini. Padahal aku baru saja menyampaikan perintah Tuan Husein. Hem, baiklah tak masalah. Aku ingin menginap di apartemen saja malam ini. Aku takut di rumah tanpa Tuan Husein," desis Khana pula."Pergilah! Akan lebih baik lagi jika kau tak kembali ke rumah ini, pun ke kehidupan suami saya," hardik Areta.Khana hanya menyeringai santai. Detik berikutnya ia bergegas meminta sopir yang ditugaskan Husein untuk mengantarnya ke tempat tujuan.--Sampai di markas, Khana langsung menyuru
***Hari berikutnya Khana bergegas pergi ke markas sebelum Areta bangun dan menanyakan banyak hal.Akan tetapi, kali ini Khana keliru. Ternyata Areta sudah tahu lebih dulu. Ia tersenyum miris dari jendela kamarnya menatap kepergian Khana yang terlihat begitu tergesa-gesa."Kau memang cerdik, Nona Khana. Namun, aku bukan bodoh untuk bisa kau kelabui," gumam Areta.Dering ponsel yang berbunyi membuyarkan tatapan tajam Areta ke arah jalan yang membuat jejak Khana sudah hilang.Sebuah panggilan suara tertera di layar handphone dengan bertuliskan nama 'Tuan Husein'"Halo, Tuan! Senang sekali di telepon sepagi ini," seru Areta."Kamu akhir-akhir ini pandai merayu, Areta. Saya cuma mau bilang kalau saya nanti sore pulang. Tidak jadi menunggu beberapa hari," papar Husein."Oh, begitu. Ya sudah, saya juga mau menyampaikan sesuatu, Tuan.""Katakan saja!""Nona Khana pergi pagi-pagi entah ke mana? Dia tak meminta izin atau berpamitan dengan saya.""Biarkan saja. Tadi Nona Khana sudah meminta izi
***Sepanjang perjalanan menuju pulang Khana memikirkan obat yang disuntikkan Dokter Hans. Ia tak mengerti apa tujuan dokter itu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sumpahnya sebagai seorang penyelamat bagi banyak manusia.Hingga sampai di rumah, Khana langsung masuk ke dalam kamarnya dan tak ingin menyapa Areta yang sudah siap memancing keributan."Tumben," lirih Areta pelan.Sampai di dalam kamar, Khana mencoba memikirkan rencana ke depannya untuk mengungkap tujuan Dokter Hans. Namun, ia tak bisa menceritakan pada Husein tentang masalah ini sebelum semuanya jelas."Brengsek! Aku kira Dokter Hans benar-benar lelaki yang polos dan baik," gumam Khana. "Siapa pun yang berani berbuat curang dan tujuan itu untuk merugikan aku, maka bersiaplah menerima pembalasan yang akan aku berikan."Di ruang tengah Husein sudah berada di sana. Ia baru saja sampai dari kantornya."Apa Nona Khana sudah kembali?" tanya Husein pada Areta."Sudah. Dia tadi langsung ke kamar. Sepertinya selir Tuan i
***Sampai di rumah, Khana semakin tak tenang. Bayangan Dokter Hans yang tampan tiba-tiba sudah berubah jadi sangat menggerikan.Khana gemetar di dalam kamar sambil meringkuk memegangi lututnya sendiri."Apa yang harus aku lakukan? Jangan sampai Dokter sialan itu merencanakan kejahatan untukku dan juga Tuan Husein. Aku bersumpah akan segera membungkam keangkuhannya," gumam Khana.Pikiran-pikiran buruk memenuhi isi kepala. Takut bercampur kesal menjadi satu menyerang ketenangannya. Khana benar-benar berada di situasi yang serba salah. Diceritakan bisa mengancam statusnya, jika dibiarkan tentu akan memakan korban nantinya."Nona Khana, sedari tadi saya mengetuk pintu tapi kamu tidak mendengar dan tidak membukakannya," ujar Areta yang sudah berdiri di dalam kamar Khana."Oh, benarkah? Aku sungguh tak menyadari. Ada apa, Nyonya?""Hem, ada Ibu mertua yang baru sampai dari luar negeri. Kamu belum pernah bertemu beliau, bukan? Jadi keluarlah! Ibu menunggumu," papar Areta pula. Ia mencoba be