Khana tak bisa marah dengan pengakuan Arsya. Sebab, apa yang dikatakan tentangnya memanglah benar.Dulu, betapa Areta pernah menderita dengan masuknya dirinya dalam rumah tangga mereka.Seperginya Arsya, Khana langsung mencoba mengetuk pintu kamar Ara."Sayang, buka pintunya, Nak! Bunda ingin bicara," seru Khana dengan intonasi suara yang lembut dan penuh kasih sayang."Maaf, Bunda. Ara ingin menenangkan diri. Bunda sudah mendengar cerita Arsya, bukan? jadi, tak perlu Ara mengulang kalimat yang sama," sahut Ara dengan suara yang terdengar bergetar.Khana menghela napas berat. Ia akhirnya mundur dan memberikan Ara waktu untuk menyendiri.__Malam harinya. Semua diminta berkumpul di meja makan. Husein memberikan perintah itu dengan tegas, karena ia sempat melihat kekacauan antara kedua putrinya hari ini.Ara dengan berat hati terpaksa ikut menghadap."Selesaikan makan malam kalian dengan baik! Jangan ada yang membahas apa pun sebelum makanan di piring masing-masing habis!" ujar Husein
Husein puas menerima laporan yang lengkap dari Roy. Ia tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menemui Raka serta orang tuanya.Sedangkan perusahaan yang dibangun untuk Ara sudah hampir siap. Husein tak tanggung-tanggung, ia telah membuka lowongan bagi mereka yang mempunyai kemampuan di bidang yang dibutuhkan.Dipimpin Robi, sebagai pengurus di perusahaan tersebut."Ara, Papa sudah menemukan tempat yang pas bagimu. Kau bisa belajar di sana! Memang tempat itu baru dibuka. Pemiliknya membutuhkan penulis yang berbakat, sekaligus yang mampu mengembangkan sarikat itu," ujar Husein.Ara menyambutnya dengan penuh semangat, Memang dirinya sudah tak sabar untuk terjun ke dunia kerja yang ia senangi."Benarkah, Papa? Di mana perusahaan itu? Ara akan segera menyiapkan berkas lamaran di sana.""Papa sendiri yang akan mengantarkanmu, Nak! Tak perlu membuat lamaran kerja, karena pemiliknya adalah rekan bisnis, Papa. Beliau mempercayai Papa, jadi dia juga mempercayai Putri Papa. Di sana, jabatanmu s
Kurang lebih satu jam Raka berada di dalam kamar Arsya. Mereka bercanda riang seolah semua baik-baik saja.Raka yang sudah tahu, bahwa kenyataannya Arsya menyukainya, tetapi Raka masih bersikap sebagai teman biasa.Hingga, akhirnya Arsya mengakui sendiri di hadapan Raka. Arsya berharap, Raka mau mempertimbangkan perasaannya."Raka ... aku sungguh malu untuk mengungkap kebenaran ini, tapi aku tersiksa jika terus menyembunyikannya," ujar Arsya dengan suara yang mulai tak seimbang.Raka dapat menebak hal apa yang akan dilontarkan Arsya. Ia ingin menghindar. Namun, tak mungkin bisa."Apa yang menyiksamu, Arsya? Tolong, jangan membuat dirimu terbebani sendiri! Bagilah denganku!" Raka mencoba tersenyum."Apa kau kiranya bersedia menemaniku dalam hal ini, Raka?"Raka bergeming sesaat. Ia harus memikirkan jawaban yang tepat agar tak melukai perasaan Arsya."Aku akan selalu menemanimu dalam situasi apa pun, Arsya."Arsya tersenyum dan matanya berbinar-binar."Aku menyukaimu. Maukah kau memberi
Seperginya Husein dari perusahaan tersebut, Luna langsung mengintrogasi semua yang ada."Apa di anatara kalian, ada yang mengadukan hal yang bukan-bukan pada Tuan Husein?" tanyanya dengan penuh penekanan.Semua menggeleng dengan serentak. Sedangkan Riva yang paling santai dan tak menanggapi. Seketika saja perhatian Luna tertuju pada Riva."Kalian semua boleh bubar dan silakan mengerjakan tugas masing-masing!" titahnya. "Kecuali kamu, Riva! Ikut ke ruangan saya!'Riva menarik napas panjang. Berhadapan dengan Luna bukanlah suatu yang menyenangkan.Sampai di dalam ruangan Luna."Ada apa, Bu Luna? Sebenarnya aku masih banyak pekerjaan. Jadi, kalau tak ada hal penting, aku ingin segera kembali ke ruanganku," ujar Riva yang sengaja berkata dengan lantang.Sontak saja ucapan Riva tersebut memancing emosi Luna. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan geram."Kau sungguh lancang! Apa kau tak sadar sedang bicara dengan siapa?" hardik Luna.'Kau yang tak sadar sedang bicara pada siapa saat ini, ne
Kuramg lebih lima brlas menit berlalu, akhirnya Khana sampai di depan halaman perusahaan besar yang dikelola putrinya itu."Terima kasih. Ini ... anggap saja sebagai ganti ongkos taksi," ujar Khana seraya menyerahkan beberapa lembar uang bewarna merah."Saya bukan sopir taksi, Nona! Simapn saja uang itu!" tolak Dokter Hans dengan senyuma miris."Maafkan, aku! Sungguh aku tak bermaksud menyinggungmu. Anda seorang Dokter? Sekali lagi aku sangat minta maaf." Khana menyesali tindakannya."Tidak masalah, Nona. Senang bisa membantumu."Khana turun, mesin mobil itu pu kembali dihidupkan. Sebelum pergi, Dokter Hans sempat tersenyum ke arahnya, hingga membuat debaran di dada Khana memburu.Seperginya lelaki tersebut, Khana langsung melangkah ke dalam."Selamat siang, Nona Khana!" sapa sekuriti di sana."Pagi! Aku ingin bertemu dengan CEO perusahaan ini," ujar Khana."Nona Arabella?""Ya. Apa bisa?""Tentu saja, Nona. Silakan!"Khana juga terkenal di seluruh kota itu. Statusnya sebagai istri k
Luna merasa sial, semenjak Riva turut bergabung di sana. Kini, diirnya harus menerima kehilangan pekerjaan yang sudah sangat membantu biaya kehidupannya selama ini.'Aku bersumpah akan membalas Riva nanti,' batinnya seraya meninggalkan perusahaan tersebut.Sementara di sisi lain, Arsya juga sedang memprsiapkan meeting penting yang pertama kali dipimpin olehnya. Seluruh harga penjualan saham dan sebagainya telah dijelaskan Jingga.Saat ini, semua bergantung pada keputusan Arsya."Pertama-tama, aku ucapkan terima kasih atas kerjasama kalian di perusahaan ini. Sungguh, tanpa bantuan kalian, maka aku tak akan mampu mengontrolnya sendiri. Rapat kali ini untuk menentukan harga penjualan produk yang akan diluncurkan minggu depan. Aku dan Bu Jingga sudah mendiskusikannya. Aku sudah mengambil keputusan," ujar Arsya dengan ekspresi yang tenang."Maaf, Nona Muda ... tapi, list harga yang tertera ini jauh lebih tinggi dari harga yang kita pasarkan bulan lalu. Apa tidak salah?" protes admin pemasa
Akhirnya Raka memutuskan bergabung di perusahaan Husein. Hari ini ia membawa semua kelengkapan berkas lamaran untuk memenuhi syarat diterima di sana."Raka, kamu akan menjadi asisten pribadiku di sini. Bagaimana? Apa posisi itu cukup?" tanya Arsya seraya mengukir senyum senang."Apa tidak berlebihan mengangkat aku di posisi itu dengan waktu seawal ini, Arsya?""Aku rasa tidak. Kau kan pintar dan berprestasi. Perusahaan butuh semangat juang anak muda. Jadi, kau hanya perlu melakukan tugasmu sebaik mungkin setelah ini," papar Arsya pula.Raka mengangguk setuju. "Terima kasih, Nona muda."Arsya tertawa lepas mendengar panggilan itu dari Raka. Namun, ia juga tak membantahnya, sebab dirinya harus profesional kerja.__Di sisi lain, Ara juga tengah bersemangat menjalani tugas-tugasnya sebagai penulis sekaligus penerbit. Bagas yang setiap hari berada satu kantor dengan Ara, pun akhirnya menyadari kalau benih cintanya semakin tumbuh bersemi.Namun, sebaliknya. Ara sudah tak merasakan apa-apa
"katakan kalau tebakan Bundamu salah, Ara! Katakan kau masih menginginkan Bagas seorang,' gumam Arsya dalam hatinya.Ia cemas, takut Ara memikirkan pernyataan cinta dari Raka."Ara hanya sedang ingin fokus pada karir Ara, Bunda. Saat ini, Ara tak mau memikirkan hal lain, apa lagi cinta. Ara masih muda. Biarlah Ara menyelesaikan impian Ara terlebih dahulu,'' paparnya."Itu sangat keren, sayang." Husein memujinya dengan bangga.Namun, Arsya semakin gelisah. 'Kenapa sikap Ara seolah benar-benar sudah tak mengharapkan Bagas? Apa perasaan bisa dihapuskan semudah itu?'.Malam harinya, Riva dan Flo tak juga beranjak dari rumah utama."Sayang, ini sudah larut. Kau mau pulang jam berapa? Papa mengkhawatirkanmu menyetir sendiri malam-malam begini," ujar Husein."Papa, sebenarnya aku ingin meminta izin untuk menginap di sini malam ini. Besok pagi-pagi sekali aku akan berangkat agar tak telat. Boleh, Papa?""Tentu saja boleh. Kau tak perlu mempertanyakan itu, sayang.""Terima kasih, Papa. Selama