Citradewi mengusap air matanya setelah beberapa saat memeluk anaknya. Bahagia tak terkira yang dirasanya ibu ini bisa bertemu kembali dengan putra kandungnya.
"Apa kau tidak menyesal mengetahui ibu kandungmu sebenarnya bukan berdarah istana?""Dari kecil aku sudah hidup di dunia persilatan. Tidak pernah merasakan jadi anak seorang pejabat istana. Aku tidak peduli siapa pun ibuku dan aku bahagia salah satu orang tuaku ternyata masih hidup."Melihat anaknya sudah dewasa, hampir tiga puluh tahun usia Saka. Maka sang ibu tentu saja ingin tahu perjalanan hidup Saka sampai menjadi pendekar tersohor saat ini.Tanpa ragu Saka menceritakan kisah hidupnya. Sejak dididik dan digembleng oleh Ki Aswani. Menikah dengan Rinjani hingga dikhianati sang istri. Dari situlah perjalanannya menjadi Pendekar Mabuk dimulai.Sang ibu sempat merasa sedih juga saat mendengar nasib rumah tangga Saka yang hancur."Ibu, aku ingin bertanya dari mana ayah mendaSore harinya mereka sudah sampai di sekitar pantai. Terlihat banyak nelayan yang hendak melaut. Sudah biasa para nelayan ini melaut di malam hari.Besok paginya mereka mendarat membawa hasil tangkapan ikan yang langsung dijual ke pasar atau ke kampung-kampung.Di antara para nelayan, Saka dan Nandini mencari perahu yang bersedia menyeberang ke pulau Lalay. Namun, sepertinya tidak ada perahu penyeberangan. Apalagi ke pulau Lalay yang terkenal angker.Saka harus menyewa perahu dan berlayar sendiri ke pulau tersebut. Maka dia mendekati salah satu nelayan yang terlihat memiliki dua perahu.Satu perahu hendak dipakai melaut, yang satu lagi sepertinya nganggur. Setelah didekati, Saka dan Nandini cukup terkejut karena nelayan ini ternyata seorang nenek-nenek.Lebih kaget lagi ketika merasakan ada hawa sakti memendar dari tubuh si nenek kurus yang rambutnya putih digelung. Keriput pada wajah si nenek tidak begitu kentara karena tertutup warna puc
Selanjutnya tampak air laut di sebelah kiri dan kanan si nenek sejauh masing-masing sepuluh tombak terangkat ke atas membentuk pusaran-pusaran kecil.Angin di sekitar perahu juga bertiup semakin kencang, tapi anehnya perahu yang ditumpangi tidak goyah sedikit pun seperti terpatok ke dasar laut.Selama Nini Marsiti tidak memberi isyarat, Nandini dan Saka tidak melakukan tindakan apa pun. Hanya tetap waspada jika sewaktu-waktu ada serangan yang datang.Belasan pusaran air kecil di sebelah kiri dan kanan si nenek bergerak ke depan bersamaan. Ujung pusaran air setinggi tiga tombak dan berbentuk lancip tampak melengkung ke depan bagaikan ujung pedang yang memburu mangsa.Benteng siluman di depan sana digempur dan digulung pusaran angin berjumlah belasan itu. Terdengar suara seperti beradunya ratusan senjata logam.Pusaran air itu menggerus benteng siluman seperti mata bor yang sedang melubangi sesuatu.“Saka, apakah nenek ini siluman?
Wanita bertubuh sintal ini menoleh dan menatap wajah Saka yang tenggelam dalam kegelapan, tapi masih bisa dilihat dengan jelas menggunakan mata saktinya."Apa yang kau minta, pasti aku berikan," jawabannya dengan tatapan mesra. Tidak malu-malu wanita ini menunjukkan perasaannya lewat ekspresi muka."Tapi, ini mungkin akan terasa berat bagimu. Apa kau benar-benar bersedia?" Saka memastikan dengan mimik wajah serius."Ya, aku siap melakukan apa saja untukmu!”Saka terkesiap, apakah Nandini terkena ajian Asmarandana lagi?"Baiklah kalau begitu. Kau hanya perlu minum banyak tuak, aku membutuhkanmu air kencingmu!”Kedua mata Nandini terbelalak dengan mulut terbuka. Entah ini lucu atau sekadar bercanda saja. Sungguh permintaan yang aneh."Buat apa?”“Aku mendapatkan petunjuk, air kencing wanita adalah salah satu pantangan bagi orang yang sedang atau sudah menguasai Kitab Raja Denawa.""Oh, begitu!"T
"Kalau bermimpi, silakan saja. Tapi selama masih ada aku, jangan harap mimpimu akan menjadi nyata!""Bukan mimpi lagi, tapi sudah menjadi nyata. Kalian yang pertama menjadi korban!"Cakrawangsa berdiri. Hanya dengan menatap saja, Saka dan Nandini merasakan ada serangan tak kasat mata seperti dinding menghimpit tubuh mereka.Saka memberi isyarat agar Nandini berdiri di belakangnya. Saka hendak mengeluarkan ilmu paling tinggi dari Kitab Sapta Wujud yaitu Sukma Pamungkas.Itu juga salah satu petunjuk dari mantra Dasa Indra. Ternyata ilmu yang belum pernah dikeluarkan dari kitab Sapta Wujud akan digunakan juga.Kedua tangan Saka melipat di depan dada sambil memeluk bumbung tuak di sebelah kanan. Kedua matanya terpejam. Pikirannya difokuskan. Beberapa saat kemudian tubuh Saka diselimuti cahaya putih tipis.Sementara Cakrawangsa juga melakukan hal yang sama. Hanya kedua matanya tetap terbuka. Wajahnya tampak kaku dan menyeramkan.
"Bungkus dengan daun itu!" teriak Saka lagi.Nandini melakukan apa yang diperintah Saka. Daun keladi yang lebar dan besar itu dipakai lagi untuk membungkus kepala Cakrawangsa yang putus dari badannya.Geraman sukma Cakrawangsa berubah menjadi jeritan yang menandakan sakit yang teramat sangat. Kemudian dari sukmanya ini timbul api yang membakar diri sendiri.Saka berhenti membaca mantra. Sosoknya kembali menjadi satu dan sudah menyatu kembali dengan raga kasarnya. Segera dia meneguk tuak karena tubuhnya terasa panas dan napas terengah-engah."Ternyata tidak sesulit yang aku bayangkan!"Kadang-kadang memang begitu. Menghadapi lawan yang paling sakti terbayangkan betapa sulitnya. Ternyata hanya begini saja dan tidak memakan waktu lama.Sukma Cakrawangsa semakin lama semakin habis terbakar hingga tak bersisa dan api pun lenyap. Sedangkan raga kasar tanpa kepala roboh.Nandini menghampiri Saka yang dilihatnya sudah bergerak l
Dunia persilatan di luar kotaraja ternyata lebih luas. Banyak perguruan yang Saka temui. Salah satunya perguruan Karang Setra yang menjadi tempat syukuran ini.Perguruan tersebut ternyata bisa dibilang paling besar. Ki Madewa sebagai mahaguru disebut sebagai tokoh paling sakti saat ini.Saka sempat membandingkan dengan Ki Sempana dan lainnya yang ada di ibukota. Apakah ilmu-ilmu mereka sepadan dengan Ki Madewa atau masih berada di bawahnya?Dalam acara ini pula akhirnya nama Saka Sinting Pendekar Mabuk semakin dikenal. Apalagi setelah mampu menewaskan Cakrawangsa. Saka bisa disejajarkan dengan tokoh-tokoh senior.***Acara syukuran telah selesai. Saka dan Nandini juga sudah dalam perjalanan. Seperti niatnya dulu, Saka akan membawa ibunya ke kotaraja.Dia juga akan mengenalkan Nandini. Mau dijadikan apa nantinya, Saka belum memikirkannya. Selama ini Nandini telah menemani perjalanan hidupnya.Saka merasa harus memberikan
Ki Rembong dan Jerangkong Koneng kembali bersikap menyembah. Kepala mereka menunduk rendah hampir menyentuh tanah."Benar kalian ingin menjadi pengikutku?" Suara serak menggema dan menyeramkan serasa menusuk gendang telinga mereka."Benar, Gusti Pikulun!" jawab mereka berbarengan."Kalau begitu persiapkan satu mayat pemuda yang belum berumur dua puluh tahun untuk aku jadikan sebagai wadah rohku. Karena kutukan ini selamanya tidak akan musnah!"Dua dedengkot saling pandang. Mereka menegakkan badan, tapi tetap duduk."Biar aku yang mencarinya!" kata Ki Rembong seraya berdiri. Menjura lalu menyuruh beberapa muridnya mencari orang sesuai petunjuk suara tadi."Dan kau..." Suara ini ditujukan pada Jerangkong Koneng karena Ki Rembong sudah tidak ada di situ."Hamba, Gusti!" sahut Jerangkong Koneng."Mundur enam langkah ke belakang, lalu injak batu kotak yang ada di sana sampai amblas ke tanah!"Jerangkong Kone
"Itu adalah 'Kalung Kesetiaan', kalau di antara kalian ada yang berkhianat maka kalung itu akan mencekik hingga mati dan tidak ada satu ilmu pun yang bisa melepaskannya kecuali aku!" Kala Cengkar terbahak-bahak.Diam-diam dua pentolan golongan hitam ini merasa ngeri juga. Ini artinya mereka jadi pengikut Kala Cengkar selamanya. Selama siluman ini tidak melepaskan Kalung Kesetiaan.Namun, demi mendapatkan keuntungan dan menguasai dunia persilatan, mereka tidak memikirkan lagi hal buruk tentang kalung tersebut.ooo***oooBeberapa hari di Kotaraja Saka melepas kerinduan bersama Anggita. Namun, tidak lama dia mendapat tugas dari Ki Sempana seperti diceritakan sebelumnya.Apa tugasnya?Kita ikuti petualangan Pendekar Mabuk kali ini yang harus meninggalkan ibukota lagi. Dia meninggalkan ibu bersama calon istrinya di perguruan Girisoca.Saka juga menunda hari pernikahannya dengan Anggita. Dia pasrahkan kepada Ki Sempa