Nandini yang tahu gelagat segera cabut pedang di pinggangnya untuk menghempas senjata rahasia beracun yang dilemparkan Ki Gandara dengan cara yang hampir tak dapat dilihat oleh mata.
Senjata rahasia berupa puluhan jarum beracun berhamburan tidak mengenai sasaran. Ki Gandara terkejut serangannya mampu dipatahkan.Kesempatan ini dimanfaatkan Nandini. Dia segera melepaskan tendangan yang cukup kuat.Deg!Kakek berambut gimbal itu tak memiliki kesempatan untuk menghindar. Tendangan Nandini mendarat telak di dadanya.Tubuhnya terhuyung lalu tak mampu menahan keseimbangan lagi sehingga jatuh terjengkang.Ujung pedang Nandini sudah mengancam di lehernya. Ini adalah kekalahan pertamanya."Baik, aku menyerah.""Katakan siapa orangnya, satu orang, dua orang atau berapa banyak yang mampu membeli racunmu yang paling mahal itu!"Di tempatnya Saka tersenyum."Kalau yang tewas keluarga Brata Kusuma, yang memb"Aku tergelitik dengan kata ini; 'sumbangsih'."Kembali keadaan menjadi sunyi. Hanya bibir Nandini tampak berdesis mengucapkan kata 'sumbangsih' beberapa kali."Begini!" seru mereka berbarengan. Tatapan mereka beradu. Mereka baru sadar ternyata sudah sangat akrab seperti ini. Seperti pasangan suami istri saja.Keduanya sama-sama tertawa dengan kejadian ini. Nandini hampir saja hendak menggelayut ke bahu Saka."Apa yang ingin kau kemukakan?""Kau dulu!" kata Nandini."Baiklah," kata Saka . "Aku mengira Kawung Giri ini adalah kerajaan yang baru dirintis atau baru didirikan. Sehingga membutuhkan harta yang banyak untuk membangun.“Lalu mengajak kepada orang-orang kaya yang bukan pejabat di kerajaan lain untuk menyumbangkan hartanya. Tentunya dengan iming-iming akan dijadikan pejabat penting,""Cocok!" seru Nandini mengagetkan Saka . "Ternyata pemikiran kita sama." Tertawa terkikik sambil menutup mulutnya.
Lelaki setengah baya yang masih duduk di tempatnya dan melihat kecurangan itu segera menyentilkan jari yang sudah diisi tenaga dalam. Seperti menyentilkan sebuah kerikil, padahal itu tenaga dalam yang dipadatkan seperti kerikil.Tring!Sentilan itu tepat menghantam senjata rahasia yang meluncur hampir mengenai si gadis mungil. Senjata rahasia yang berupa paku itu terpental entah kemana.Si gadis mungil terkejut mendapat serangan curang walau selamat. Dia mendengkus kesal, amarahnya tersulut. Segera dia cabut senjatanya yang berupa pedang.Sring! Sring!Serentak kelima orang itu juga mengeluarkan senjata. Sebuah parang besar tergenggam di tangan masing-masing. Mereka siap menyerang dengan jurus barunya.Namun, belum sempat mereka bergerak, tiba-tiba dari arah belakang kereta berkelebat enam sosok menghampiri mereka. Lima sosok mendarat mengurung lima lelaki bersenjata parang.Satu sosok berdiri di samping si gadis. Seoran
"Adapun ketentuan yang diterapkan dan menjadi aturan ada sedikit perbedaan antara para saudagar dan para pendekar."Patih Munding Sora kemudian menjelaskan bahwa ketentuan untuk para saudagar harus memberikan hartanya dengan jumlah yang telah ditentukan, maka akan langsung mendapatkan tanda jasa.Sedangkan untuk para pendekar, mereka langsung diterima dan diberi kedudukan. Hanya saja untuk mengundi kedudukan siapa yang paling tinggi, mereka akan diadu kepandaiannya."Yang berdiri terakhir di sini." Sang Patih menunjuk ke bawah, maksudnya halaman tempatnya berdiri. "Akan menjadi pengawal pribadi raja."Yang hadir tampak angguk-angguk. Ki Bandawa memperhatikan Suta Wingit yang dari tadi selalu melirik ke arah Asmarani."Sebelumnya saya perkenalkan mereka yang sudah bergabung lebih dulu," kata Patih Munding Sora kemudian."Senapati utama Suta Wingit,"Yang disebut berdiri dan menjura."Menteri Muda Candra Kusuma!"
Suara jeritan kematian terdengar hingga ke luar.Tangan Sekar Kusuma yang menggenggam pedang tampak bergetar. Sepasang matanya menatap tajam ke arah kakaknya yang tewas dengan leher hampir putus. Hatinya berguncang, napasnya ngos-ngosan seperti habis berlari.Antara percaya dan tidak, dia bisa melakukannya dengan mudah. Membunuh kakaknya sendiri. Ada rasa puas tapi ngeri juga.Sekarang dia ingin segera meninggalkan tempat itu, tapi tiba-tiba saja kesiur angin menghembus kuat dari arah belakang. Dengan sigap si gadis membalik badan sambil menebas.Trang!Dua pedang beradu. Sekar Kusuma sempat tersurut, tapi langsung menerjang ke depan. Sekali gerak lima tusukan mengancam lawannya. Dia harus menyingkirkan lawannya dulu supaya bisa kabur.Tetapi yang dilawan gadis itu bukan sembarang orang. Semua serangannya berhasil dihindari. Gerakannya tampak lebih gesit dan kuat. Hawa membunuhnya juga terasa memancar pekat.Jelas lawan
Wajah Ki Danapati alias Menteri Jero tampak lebih sumringah lagi setelah mendengar laporan prajurit tadi."Sungguh beruntung bagi kita yang hadir di sini. Hari ini, sebentar lagi raja kita akan tiba di sini,"Terdengar gumaman para saudagar. Mereka menunjukan wajah antusias.Bahkan sang Mentri pun sebenarnya belum pernah berjumpa dengan raja. Yang pernah bertemu raja hanya satu orang, yaitu Patih Munding Sora.Beberapa saat kemudian, semua yang ada di tempat itu sudah bersiap menyambut kedatangan raja, kecuali para pendekar karena sedang mengikuti sayembara. Mengejar dan menangkap penyusup semalam.Mereka berbaris di halaman depan kediaman Patih. Dari pintu gerbang sampai ke tempat itu jaraknya lumayan panjang. Kira-kira sampai empat puluh tombak.Semuanya seperti menahan napas saat terlihat sebuah kereta kuda besar memasuki pintu gerbang.Di saat ingin segera melihat sosok sang raja, waktu terasa berjalan lambat. Saka d
Satu teriakan lantang menjadi aba-aba bagi pasukan yang berada di luar pintu gerbang. Lalu terdengar suara gemuruh teriakan prajurit menyambut.Dengan mudah mereka mendobrak pintu gerbang.Braakk!Begitu terbuka, pasukan gabungan kerajaan Wanagiri dan Manukrawa berhamburan masuk bagai air bah. Pasukan yang di dalam sudah siap bertempur.Pertempuran tak bisa dihindarkan lagi. Jumlah pasukan gabungan sepertinya memadai dengan pasukan kerajaan baru, Kawung Giri.Namun, seperti yang dikatakan raja, prajuritnya sudah berkepandaian khusus. Sehingga mampu mendominasi serangan. Satu prajurit Kawung Giri harus diimbangi oleh tiga prajurit gabungan. Apalagi yang pangkatnya Bekel dan senapati, lebih kuat lagi.Akan tetapi ternyata pasukan yang datang bukan dari dua kerajaan itu saja. Tak berapa lama datang lagi pasukan dari Sindang Kasih bergabung dengan dua pasukan sebelumnya. Sehingga jumlahnya lebih unggul.Bagaimana ceritanya k
Seluruh ruangan ini jadi dipenuhi hawa panas menyengat. Para saudagar yang tidak memiliki kepandaian semakin ketakutan. Tidak tahu apa yang harus dilakukan.Tetap diam di dalam terasa seperti dipanggang hidup-hidup. Sedangkan di luar juga sangat berbahaya. Mereka menyesal telah bergabung dengan Kawung Giri.Karena bagi kerajaan pusat yaitu Galuh, tindakan seperti ini merupakan pemberontakan. Iming-iming jabatan telah membutakan mata, tapi tidak tahu apa akibatnya.Kembali ke pertarungan. Gelombang hawa panas bergulung keluar dari setiap gerakan Ki Jangkung Wulung. Ini membuat Saka kerepotan pada awalnya.Namun, setelah beberapa saat Pendekar Mabuk bisa mengimbangi lawannya lagi begitu memadukan jurus Bayang-bayang Dewa Gila dengan ilmu Dewa Teler.Saka terkejut ketika sosok Ki Jangkung Wulung tiba-tiba bisa membesar dan mengecil guna mendesak dirinya. Hampir saja Saka terkena sambaran tangan lawan yang berubah menjadi raksasa.A
Serangan lain yang tidak mampu dihindari menghasilkan goresan luka di badannya. Suta Wingit sangat dongkol dengan situasi seperti ini. Baru kali ini dia jadi bulan-bulanan lawan. Perempuan lagi.Sungguh memalukan."Sebaiknya kau menyerah. Pasukanmu sudah kalah. Sebentar lagi rajamu juga akan takluk. Salah satu saudagar adalah senapati dari Wanagiri yang menyamar!" seru Asmarani mencoba melemahkan mental lawan.Namun, pada saat itu Suta Wingit masih yakin dan berharap kepada Ki Jangkung Wulung. Karena di antara semuanya orang tua itulah yang paling sakti."Kau masih berharap pada resi penipu itu?" hardik Asmarani kemudian. "Dia sedang berhadapan dengan musuh besarnya yang ilmunya jauh lebih tinggi. Pendekar Mabuk namanya!"Suta Wingit sama sekali belum pernah mendengar nama pendekar yang disebutkan Asmarani. Karena itu dia masih menyimpan harapan.Namun, karena ucapan si gadis ini, Suta Wingit jadi makin banyak lengah. Tubuhnya di