"Perampok sebanyak ini?" gumam Kameswara.
"Tidak disangka baru pertama menginjakkan kaki di negeri orang sudah disambut perampok!" ujar Puspa Arum pelan."Ini masih dekat perbatasan. Tempatnya tidak ramai, wajar banyak rampok,"Kameswara menyapukan pandangan lalu dia menemukan seseorang yang berdiri di atas pohon. Tampaknya dia yang berteriak tadi dan juga pemimpinnya."Turun kalian semua dan tinggalkan barang-barangnya, maka kami akan membiarkan kalian hidup!""Kau yang turun dan kalian semua bubar!" balas teriak Kameswara. "Kalian tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa?"Orang di atas pohon tertawa lantang. Rupanya suaranya mengandung tenaga dalam, tapi bukan apa-apa bagi Kameswara."Aku tidak peduli siapapun orangnya, di sini kami yang berkuasa!""Hahaha...!" Giliran Kameswara yang tertawa membalas dengan pengerahan tenaga dalam juga.Orang-orang yang mengepung tampak menutup telinga, sedangkan siTempat ini menjadi gaduh oleh suara beradunya senjata dan pekikan-pekikan yang menggunakannya. Jumlah yang lebih sedikit bisa mengimbangi yang lebih banyak.Namun, tetap saja dari pihak pengawal Prabu Sena ada yang mendapatkan luka. Walau begitu mereka tidak gentar, maju terus. Selagi masih bisa melawan.Lagipula lawan mulai berkurang, sehingga semangat semakin bertambah.Sementara di atas pohon. Kini Kameswara sudah bisa berlari dari dahan ke dahan. Bergelantungan dengan seimbang dan hal lainnya.Ini membuat si pemimpin perampok heran dengan tingkah Kameswara."Wong edan!""Namaku Kameswara bukan Wong, tahu!"Pada saat itu Kameswara berada di atas lawannya. Dia merasa sudah bisa menguasai medan pertempuran di atas pohon. Maka dia ingin segera mengakhiri pertarungan.Crass!Kameswara menebas dahan pohon sebesar tangan. Tebasannya miring sehingga menghasilkan potongan yang runcing.Dahan yang te
Setelah pintu dikunci dan tidak ada lagi yang menjaga, semuanya duduk melingkar di lantai tanah.Para pengawal Prabu Sena yang merupakan murid padepokan Mega Sutra menganggap Kameswara yang paling sakti di antara mereka.Jadi mereka juga menganggap Kameswara sebagai pemimpin. Kameswara sendiri merasa tidak enak. Dia tidak ada pengalaman jadi pemimpin."Sepertinya kau mempunyai rencana, kami semua bergantung padamu," kata Prabu Sena.Entah bagaimana perasaan pemuda dari masa depan itu. Menjadi pemimpin rumah tangga saja dia belum benar-benar bisa. Sekarang orang-orang yang bersamanya bergantung padanya."Kita bisa keluar dari tempat ini tanpa ada pertumpahan darah," kata Kameswara. "Tapi hamba ingin mencari keterangan terlebih dahulu. Siapa mereka sebenarnya?"Yang lain tampak saling pandang. Bagaimanapun juga orang-orang yang mengurung mereka harus diketahui siapa adanya.Karena mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi
Namun, setelah ditunggu beberapa lama, tidak ada sesuatu yang mengganggu perjalanan mereka. Mungkin seseorang dari jauh itu hanya lewat saja.Kameswara pun merasa lega. Perjalanan malam sangat lancar. Sampai besoknya pun tidak ada lagi halangan.Karena lajunya yang lebih cepat akhirnya mereka sampai di kota raja pada waktu sebelum tengah hari. Sebentar lagi akan sampai ke istana.Prabu Sena dan yang lain disambut dengan ramah. Sanjaya sendiri yang menyambut mereka lalu membawanya ke dalam.Namun, setelah menceritakan apa yang terjadi di Galuh. Sanjaya tampak marah besar. Sinar dendam tersorot dari sepasang matanya."Aku akan membalasnya!" seru Sanjaya penuh amarah."Tidak perlu tergesa-gesa," ujar sang ayah."Aku tidak terima dengan semua ini, ayah!" Sanjaya kepalkan tangannya. "Bukan karena perebutan tahta, tapi perlakuannya terhadap ayah sudah keterlaluan!"Sanjaya ingat karena asal usul ayahnya yang sangat ke
Dengan hati-hati Kameswara membaringkan Puspa Arum di atas dipan. Dia membelai wajah si gadis. Bibir si gadis tampak mungil dan tipis, tapi bisa memberikan kelembutan yang luar biasa.Kemudian di melesat ke atap. Sebelum menyentuh atap dia usap bahu kirinya sehingga sosoknya tembus ke atas. Lalu ketika turun lagi dia usap bahu kanan.Clek!Dia mendarat dengan mulus di puncak atap. Pandangannya diarahkan ke sumber hawa sakti yang datang. Rupanya dari arah belakang istana.Jelas orang yang datang adalah penyusup.Ada banyak bangunan di sebelah sana. Mata sakti Kameswara bisa melihat bayangan di kegelapan malam yang sedang meloncat dari atap ke atap lain. Segera saja pemuda ini melesat ke sana.Gerakannya sangat sempurna. Ringan tanpa meninggalkan suara. Dia juga bisa menyembunyikan hawa sakti atau energi sehingga tidak dapat dilacak oleh orang lain.Di salah satu atap Kameswara hinggap lalu berdiri menunggu si penyusup yan
Saat kembali ke kamarnya Kameswara mendapati Puspa Arum masih terlelap. Posisinya tidak berubah sama sekali."Sepertinya dia kelelahan!"Karena tidak ingin jadi bahan pembicaraan, apalagi sekarang mereka sebagai tamu. Maka Kameswara menggendong si gadis mungil membawanya ke kamar si gadis.Tentunya menggunakan Rompi Nyumput Buni agar tidak kelihatan orang lain.Sebelum kembali ke kamarnya, Kameswara sempat memandangi wajah mungil si gadis lagi beberapa lama. Entah mengapa dia betah menatapnya. Rasa sayangnya semakin tumbuh besar.Keesokan harinya Puspa Arum terbangun dengan terkejut karena mendapati dirinya sudah berada di kamarnya."Apa Kameswara yang memindahkanku?"Si gadis memeriksa keadaan dirinya. Tidak ada sesuatu yang terjadi padanya. Puspa Arum tersenyum."Banyak kesempatan, tapi dia tidak memanfaatkannya. Malah memindahkan aku ke kamarku. Aku semakin mencintaimu pemuda aneh!"Terdengar pintu k
Sebelum pergi mengikuti si prajurit Kameswara memandangi temannya satu persatu. Paling lama menatap Puspa Arum. Dugaannya dia akan dilibatkan dalam suatu masalah. Kemudian dia berlalu.Tidak lama selepas kepergian Kameswara, datang lagi seorang prajurit."Tuan Arya Soka, Gusti Rakyan Panangkaran ingin bertemu,"Arya Soka terperanjat. Panangkaran adalah putra Sanjaya. Ada apa pemuda ini ingin menemuinya. Tanpa banyak bertanya lagi Arya Soka segera pergi mengikuti prajurit ini.Di ruang paseban sudah ada Ratu Parwati. Prabu Sena dan Sanjaya tampak bersimpuh di hadapan wanita sepuh ini. Kameswara melangkah hati-hati seakan-akan tidak ingin ada yang salah langkah.Setelah di depan sang ratu dia menjura dalam. "Hamba menghadap, Gusti Ratu!""Duduklah!"Kameswara duduk bersimpuh di belakang ayah dan anak itu. Wajahnya tidak berani mengangkat. Meski dia seorang pendekar dengan kanuragan tinggi, di hadapan penguasa tida bisa ber
Jalan yang ditempuh Prabu Sena dan Kameswara adalah jalan yang menuju tempat mereka disekap sebelumnya. Langkahnya pelan saja seperti tidak terburu-buru.Kameswara yang berada paling belakang masih memikirkan Puspa Arum. Dia memang sudah menghisap sari bunganya, tapi apa artinya kalau tidak bisa hidup bersama.Kesenangan sesaat dengan mudah bisa didapatkan, tapi kebahagiaan untuk jangka panjang tidak bisa dilewati dengan orang yang tidak dicintai."Bagaimana kalau suamimu kelak tahu kau sudah kehilangan kesucian?" tanya Kameswara sewaktu masih berduaan bersama Puspa Arum di kamarnya."Aku akan terus terang, tapi tidak akan menyebut namamu!""Bagaimana kalau dia marah?""Aku pasrah dan siap dihukum. Lebih bagus kalau aku diusir. Agar bisa kembali kepadamu!"Dulu ada Citrawati dan Sriwuni yang bersikap nekad demi ingin hidup bersamanya. Namun, pada akhirnya mereka menyerah pada keadaan.Akankah Puspa Arum juga dem
Patah hati membuat Kameswara kacau pikiran. Berpisah dengan Kirana alasannya karena nyawa. Lalu terpisahkan dengan Ayu Citra karena kejadian aneh yang tidak masuk akal.Sampai sekarang masih tak habis pikir. Apa benar ada yang namanya 'lorong waktu"yang bisa membawa atau mengirim manusia ke jaman yang berbeda.Dan sekarang Puspa Arum, rasanya lebih menyakitkan ketika sang pujaan hati diambil oleh orang lain. Mungkin seperti ini dulu yang dirasakan Wirasoma. Sekarang dia merasakannya.Apakah ini karma?Karena pikirannya yang 'stress' ini Kameswara jadi tidak bisa mengontrol diri. Terutama nafsu melihat wanita cantik yang menjadi kelemahannya seolah kambuh lagi.Seperti kepada Luhcitra sekarang. Namun, dia memperlakukannya dengan lembut seperti kepada istrinya sendiri. Sehingga si gadis pun tidak mendapatkan perlakuan kasar.Perasaan si gadis ini campur aduk tak bisa digambarkan. Di satu sisi dia tidak menerima perlakuan ini. Sebag
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay