Kameswara tersenyum tenang. "Jangan tanggung-tanggung, maju semua!" tantangnya, walau dalam hati dia cemas juga. Ini pertarungan pertamanya. Lawan banyakan lagi.
Pertarungan pun segera berlangsung. Seperti saran Kameswara, mereka tidak tanggung-tanggung langsung menggunakan senjatanya berupa golok yang ukurannya lebih besar dari golok biasa.Anggota laskar ini sudah tersulut emosi karena sikap Kameswara yang meremehkan. Terlebih lagi pemuda itu belum mengeluarkan jurusnya. Hanya menghindar sambil tersenyum meledek.Yang dilakukan Kameswara bukan sekadar menghindar, tapi membaca pola serangan lawan.Ketika sudah terbaca, otaknya langsung teringat bahwa inti gerakan mereka sama dengan kalimat di baris sekian halaman sekian di dalam kitab Jaya Buana.Tentu saja memahaminya hanya dalam beberapa kejap saja. Kemudian barulah pemuda ini mengeluarkan jurus yang menjadi pemecah serangan lawan.Karena melawan keroyokan, dia kerahkan tenagMasih pura-pura, Kameswara melayani pertarungan ini. Dia seolah-olah baru mencapai pendekar Mula tingkat awal.Ini membuat Dirga Pawana merasa berada di atas angin. Kameswara dibuat jadi bulan-bulanan sehingga senyum angkuh dan sombongnya selalu tersungging di bibirnya.Beberapa pukulan mentah bersarang di tubuh Kameswara membuatnya hilang keseimbangan.Di beberapa anggota badannya tampak memar. Padahal aslinya tidak merasakan sakit sedikitpun.Hingga Kameswara tak kuat lagi menahan dan tubuhnya roboh ke tanah. Dia sengaja karena merasakan ada seseorang yang datang. Dan benar saja, orang yang datang adalah yang dinanti-nantikan. Kirana.Gadis ini datang menghentikan kebengisan Dirga Pawana akibat rasa cemburunya. Wajahnya menunjukan ketidaksukaan."Apa yang kau lakukan?" Kirana menatap marah kepada Dirga Pawana. Lalu menghampiri Kameswara yang tergeletak di tanah lalu berusaha membangunkannya. "Kameswara, kau terluka!"M
Bardasora menunjukan ekspresi yang tidak menentu setelah mendapatkan laporan dari anaknya, Dirga Pawana. Bukan merasa marah, tersinggung atau dendam melihat anaknya babak belur.Lelaki setengah baya ini malah bingung tentang Gardasena dan putrinya yang masih berada di rumah.Tidak adanya laporan sejak beberapa hari yang lalu menandakan 'mereka' berhasil dalam misinya."Ayah harus membalaskan penghinaan ini!" seru Dirga Pawana merengek manja.Sang ayah yang tersadar dari lamunannya segera menatap tajam anaknya.Dirga Pawana mengatakan ada anak lelaki yang lebih muda darinya tinggal di rumah Gardasena, anak yang tidak lain adalah Kameswara itu yang membuat dirinya terluka."Tentu anakku, aku akan balaskan sakit hatimu. Aku akan pergi ke sana sekarang juga. Kau rawat saja luka-lukamu dulu!"Kemudian Bardasora pergi, tapi bukan ke rumah Gardasena. Melainkan ke rumah seseorang yang letaknya agak terpencil dari perkampungan.
Sriwuni mulai keteteran, gerakannya selalu tidak tuntas. Belum berhasil menahan serangan yang ini, sudah datang serangan berikutnya.Akibatnya beberapa hantaman pukulan tangan atau gagang golok bersarang di badannya.Bardasora memang tidak berniat melukai si gadis. Dia hanya akan melemahkan saja. Lelaki paruh baya ini mempunyai niat kotor dalam benaknya. Seringai nakal selalu menghiasi wajahnya. Lidahnya sering melelet.Tiga jurus kemudian, Sriwuni sudah tak kuat bertahan lagi. Satu dorongan telapak tangan Bardasora membuatnya terpental sampai dua tombak. Gadis ini hampir saja jatuh kalau seseorang tidak segera menahannya.Dua wajah saling tatap sesaat sebelum Sriwuni kembali berdiri tegak. Dia memang sudah berdebar saat bertarung tadi apalagi mengalami kekalahan dan nyawa terancam, tapi ada debaran lain saat bertemu pandang dengan pemuda yang menolongnya."Bibi!"Suara Kirana menyadarkannya. Dia segera mendekati keponakannya yan
Dengan lancar Kameswara menceritakan tentang dirinya yang terpaksa jadi pendekar karena selalu mendapat hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan dari anak-anak lain seumurannya.Diceritakan juga tentang mimpi yang selalu hadir saat dia tidur, yang ternyata adalah kisah nyata kematian tragis kedua orang tuanya. Itu juga alasan lainnya dia jadi pendekar."Aku merasa mereka seperti memintaku untuk membalaskan dendamnya. Pelakunya adalah Laskar Siluman Merah. Kemudian aku juga mendapatkan tugas dari Kakek Kuncung Putih untuk melenyapkan laskar itu dari muka bumi,""Suatu kebetulankah?" tanya Sriwuni."Tidak," jawab Kameswara. "Kakek Kuncung Putih bilang dia sudah menungguku. Sepertinya ini semua sudah diatur,"Kameswara ingat perkataan terakhir Ki Kuncung Putih sebelum dirinya pergi. Bahwa dia akan menunggu orang semacam Kameswara selama seratus tahun lagi."Sekarang apa kau masih terpaksa jadi pendekar?"Kameswara hanya garu
Perjalanan menuju tempat Nyai Pancaksuji cukup jauh. Bisa memakan waktu sampai lima hari berjalan kaki. Gurunya Sriwuni ini tinggal di sebuah gunung yang bernama Angsana.Sepanjang jalan pikiran Kameswara selalu terganggu. Ada doromgan untuk terus mengikuti Kirana dan bibinya ini.Kameswara yakin ini cuma emosi karena ingin selalu dekat dengan gadis itu. Ini tidak boleh dibiarkan terus.Kameswara harus segera menentukan jalannya sendiri. Menunaikan tugasnya. Jujur, dia memang menyukai Kirana. Orang bilang, jatuh cinta pada pandangan pertama.Tapi apa benar dia sudah jatuh cinta? Apa tidak terlalu muda untuk merasakan kasmaran? Tapi beginilah yang dia rasakan sekarang.Harus ditepiskan dulu. Tugas lebih penting. Ada juga pepatah bilang, cinta menghancurkan segalanya. Jangan sampai terlena oleh keindahan yang belum tentu akan membahagiakan.Ada lagi istilah, mungkin ini hanya cinta monyet. Kameswara garuk-garuk kepala bagian belaka
Kameswara tergeletak lemas berselimut angin malam. Sisa-sisa kehangatan Sriwuni masih terasa. Entah perasaan apa yang harus diungkapkan. Senang, sedih, puas atau apa?Seluruh badannya terasa pegal-pegal. Sendi-sendinya seperti rontok. Tubuhnya belum bisa bergerak karena semua pakaiannya terlepas termasuk sabuk sakti. Tanpa sabuk itu tubuhnya bekerja normal saja.Sriwuni sempat terkulai lemas di atas tubuhnya sebelum segera kembali ke tempat semula. Tidak disangka, dia mendapatkan keindahan surga dunia dari gadis yang sudah matang itu.Dia pernah mendengar kalau nafsu perempuan itu lebih besar. Ternyata begini rasanya, dia hampir tidak mampu melayaninya. Lantas tersirat dalam benaknya, semuda ini sudah hilang keperjakaan.Laki-laki macam apa dirinya?Kalau bertanya ke dalam hati, tentunya Kameswara lebih ingin merasakannya bersama Kirana. Namun, sebagai lelaki normal tetap saja dia menikmatinya. Pemuda yang posturnya seperti usia delapan b
Jarak tempuh ke gunung Cupu membutuhkan waktu lima hari berjalan kaki. Sekarang Kameswara benar-benar memanfaatkan kekuatan sabuk sakti yang belum tahu namanya ini.Kameswara melesat bagai terbang tiada henti siang dan malam. Tapi tetap melalui jalur sepi. Dia tidak sempat bertanya kepada orang. Dia sudah tahu bentuk gunung itu bagaimana.Arahnya ke selatan. Selama dia berkelebat terbang belum menemukan sebuah gunung satupun. Baru setelah dua hari, di saat mentari hampir tenggelam, Kameswara menemukan sebuah gunung menjulang di hadapannya."Apakah ini gunung Cupu?" gumamnya.Tempat dia berada merupakan sebuah kampung kecil di kaki gunung. Keadaannya tampak sepi. Mungkin karena sebentar lagi malam.Setelah mendeteksi sekelilingnya, dia juga tidak menemukan satupun seorang pendekar yang sedang bersembunyi.Berarti baru dia seorang yang datang ke sini. Kemudian Kameswara memasuki kampung dengan berjalan biasa.Di dalam kamp
Setelah hari terang barulah Kameswara tahu, goa ini jaraknya masih lima tombak menuju puncak jika diukur secara lurus. Sedangkan kontur tanah tampak miring hingga empat puluh lima derajat.Kameswara telah membuat kujang palsu dari kayu yang bentuknya sangat mirip. Diletakan persis di atas batu kotak. Lembaran kulitnya dihancurkan dan dibuang.Dia juga menyalurkan hawa sakti ke dalam kujang kayu itu sehingga memancarkan cahaya terang. Tapi hanya kuat tiga hari saja.Selain itu dia juga membuat jebakan-jebakan sepanjang lorong goa yang sempit itu. Mampu atau tidak mampu melewati jebakan, dia tidak peduli.Selanjutnya Kameswara mencari tempat aman untuk memantau situasi, karena sudah terdeteksi beberapa orang sedang mendaki ke arah sini.Dengan menyatunya Kujang Bayangan dalam tubuh, tenaga dalamnya bertambah lima ratus kepal. Ini artinya butuh lima ratus kepal lagi untuk naik ke tingkat selanjutnya."Berarti aku ini pendekar Madya
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay