Jarak tempuh ke gunung Cupu membutuhkan waktu lima hari berjalan kaki. Sekarang Kameswara benar-benar memanfaatkan kekuatan sabuk sakti yang belum tahu namanya ini.
Kameswara melesat bagai terbang tiada henti siang dan malam. Tapi tetap melalui jalur sepi. Dia tidak sempat bertanya kepada orang. Dia sudah tahu bentuk gunung itu bagaimana.Arahnya ke selatan. Selama dia berkelebat terbang belum menemukan sebuah gunung satupun. Baru setelah dua hari, di saat mentari hampir tenggelam, Kameswara menemukan sebuah gunung menjulang di hadapannya."Apakah ini gunung Cupu?" gumamnya.Tempat dia berada merupakan sebuah kampung kecil di kaki gunung. Keadaannya tampak sepi. Mungkin karena sebentar lagi malam.Setelah mendeteksi sekelilingnya, dia juga tidak menemukan satupun seorang pendekar yang sedang bersembunyi.Berarti baru dia seorang yang datang ke sini. Kemudian Kameswara memasuki kampung dengan berjalan biasa.Di dalam kampSetelah hari terang barulah Kameswara tahu, goa ini jaraknya masih lima tombak menuju puncak jika diukur secara lurus. Sedangkan kontur tanah tampak miring hingga empat puluh lima derajat.Kameswara telah membuat kujang palsu dari kayu yang bentuknya sangat mirip. Diletakan persis di atas batu kotak. Lembaran kulitnya dihancurkan dan dibuang.Dia juga menyalurkan hawa sakti ke dalam kujang kayu itu sehingga memancarkan cahaya terang. Tapi hanya kuat tiga hari saja.Selain itu dia juga membuat jebakan-jebakan sepanjang lorong goa yang sempit itu. Mampu atau tidak mampu melewati jebakan, dia tidak peduli.Selanjutnya Kameswara mencari tempat aman untuk memantau situasi, karena sudah terdeteksi beberapa orang sedang mendaki ke arah sini.Dengan menyatunya Kujang Bayangan dalam tubuh, tenaga dalamnya bertambah lima ratus kepal. Ini artinya butuh lima ratus kepal lagi untuk naik ke tingkat selanjutnya."Berarti aku ini pendekar Madya
Dua orang anggota Laskar Siluman Merah melesat langsung ke depan mulut goa. Salah satunya menendang mayat Pengemis Tongkat Butut hingga mencelat jauh."Kau tunggu di sini!" perintah salah satunya yang berbadan lebih tinggi sebelum masuk ke dalam.Yang disuruh langsung mengangguk kemudian bersiaga menjaga dari tokoh-tokoh lain yang mencoba menerobos masuk.Benar saja, tak butuh waktu lama dua sosok berkelebat langsung mengirimkan serangan mematikan. Walaupun dua orang tapi sebenarnya mereka sendiri-sendiri.Pertarungan dua lawan satu tak terelakan lagi. Anggota Laskar Siluman Merah yang menyamar lebih tinggi tingkatannya daripada dua lawannya.Dia masih menggunakan tangan kosong. Golok yang menjadi senjata khas kelompoknya masih disembunyikan.Sementara dua lawannya tidak tanggung-tanggung menggunakan senjata andalan masing-masing. Satu bersenjata kapak yang gagangnya panjang, dan satunya menggenggam sepasang cakra bergerigi tajam
"Kau!" tunjuk si tinggi besar kepada Kameswara. Dia sangat ingat anak itu yang tempo hari bertemu di kedai. Kecurigaannya benar, anak muda ini bukan orang sembarangan dan bisa menjadi ancaman bagi rencana besar laskarnya."Paman masih ingat aku?" tanya Kameswara sambil menunjuk hidungnya sendiri. Bibirnya masih tersungging senyum.Semua orang memandang heran, kenapa ada anak semuda ini di antara mereka? Dari cara kemunculannya yang tidak terdeteksi, membuat mereka ragu dengan tampilan Kameswara.Ada yang menganggap anak ini adalah tokoh sesepuh yang karena kesaktiannya bisa membuat dirinya menjadi muda kembali. Tapi kenapa sangat muda sekali? Biasanya, kan, aslinya berumur seratus tahun, tapi tampilannya seperti empat puluhan."Aku sudah curiga padamu!""Rasanya aku tidak berbuat sesuatu, kenapa harus dicurigai, kenal juga tidak. Iya, kan?""Kau jangan pura-pura bodoh, bocah!""Yang bodoh siapa, masa tokoh sehebat Paman
Yang pemuda begitu rupawan. Setelan pangsinya berwarna hijau tua. Kain pinggangnya bercorak batik, begitu juga ikat kepala serasi dengan rambut lurus panjang hingga menyentuh bahu."Semua yang tewas di sini dari golongan hitam, mereka yang tadi berlarian juga golongan hitam. Bagaimana menurutmu, Wirasoma?"tanya si gadis.Postur tubuh si gadis ini terbilang bongsor. Tingginya menyamai pemuda yang dipanggil Wirasoma itu. Ramping, padat berisi.Mengingatkan Sanatana kepada Sriwuni, tapi gadis ini lebih cantik. Kulitnya agak putih. Mengenakan pakaian serba biru. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai tanpa diikat."Mungkin saja ada seseorang yang telah menguasai pusaka itu dan tak bisa dikalahkan sehingga mereka lari tunggang langgang," Wirasoma berpendapat."Bisa jadi, tapi siapa, ya?"Gadis ini melihat sesuatu di balik ikat pinggang mayat anggota Laskar Siluman Merah. Segera dia mengambilnya. Ternyata kalung berbandul tengkorak.
Kameswara berjalan santai di jalanan desa yang terletak di kaki gunung. Dia menuju arah selatan. Gunung Cakrabuana masih sangat jauh.Bisa saja dia berlari dengan ilmu meringankan tubuh, tapi lebih memilih berjalan kaki. Biar ada pengalaman dari satu tempat ke tempat lain.Berjalan sambil memikirkan tugasnya, menumpas Laskar Siluman Merah. Pastinya tidak bisa dilakukan sendirian.Namun, kalau untuk mencari markas mereka, mungkin bisa sendirian. Setelah menemukan, dia akan melapor kepada guru Ranu Baya di perguruan Sangga Buana.Menurut Surya Kanta, dulu laskar aliran hitam itu diserbu oleh persekutuan aliran putih. Nanti, untuk kedua kalinya Laskar Siluman Merah harus benar-benar musnah tiada tersisa.Walaupun kejahatan di muka bumi tidak akan hilang sampai datangnya hari kehancuran, setidaknya dengan membasmi laskar itu maka berkuranglah orang-orang jahat.Sedang santai-santainya berjalan, Kameswara dikejutkan sesuatu yang membu
Di hadapan Kameswara berdiri seorang nenek kurus agak bungkuk yang wajahnya menyeramkan. Dagu lancip, hidung seperti paruh burung, kedua mata kecil dan cekung. Tulang pipi menonjol lancip dan bibir tebal.Si nenek memakai jubah hitam dan menggenggam tongkat yang panjangnya melebihi tinggi badannya. Ujung atas tongkat ini ada semacam pisau pengait. Dari hawa sakti yang memancar, Kameswara membaca kekuatan si nenek berada di pendekar Madya tingkat tujuh."Pantas saja aku tidak bisa mendeteksinya,"gumam Kameswara."Serahkan kujang pusaka itu!" seru si nenek. Suaranya serak menyeramkan. Kameswara menduga pasti nenek kurus ini sudah melihatnya mengeluarkan Kujang Bayangan."Nenek, kenapa bodoh?" seloroh Kameswara membuat terdengar geraman menggidikkan dari si nenek."Berani sekali kau mengejek Nini Runting! Apa kau tidak sayang nyawamu?""Apa aku harus mempercayaimu?" semprot Kameswara sambil monyongkan bibir dan garuk-garuk kepala. "
Di suatu tempat tersembunyi. Di sebuah lembah yang letaknya terlindungi oleh beberapa gunung yang menjulang tinggi. Di mana belum ada yang tahu tempat ini kecuali anggota Laskar Siluman Merah.Ya, ini adalah markas Laskar Siluman Merah.Di tempat yang lebih khusus lagi. Tempat yang kondisinya cukup lembab dan suasana yang sedikit cahaya.Di suatu senja. Di sebuah cekungan tanah yang mirip goa. Tampak seorang pemuda duduk bersila dalam semedinya.Dia adalah Dirga Pawana. Semenjak datang ke markas Laskar Siluman Merah dia langsung diperintahkan untuk melakukan tapa mengosongkan jiwa dan pikiran. Entah sudah berapa hari dia duduk disitu tanpa bergerak sedikitpun.Turangga, salah satu dedengkot Laskar Siluman Merah mengatakan padanya sebelum bertapa. Bahwa dia akan dijadikan manusia terkuat dan tak tertandingi. Namun, bukan dari jalur tingkatan kependekaran.Dirga Pawana yang belum tahu maksudnya menurut saja demi membalaskan dendam
Beberapa saat kemudian muncul dua orang yang berpakaian seragam merah darah. Seragam khas Laskar Siluman Merah.Dari penampilan dan raut wajah tampaknya mereka tergolong anggota senior atau bisa dibilang dedengkot.Secara kebetulan mereka berhenti di bawah pohon di mana Kameswara berada di atasnya. Mudah-mudahan saja keberadaannya tidak terdeteksi oleh mereka yang tingkat kependekarannya lebih tinggi darinya.Kameswara hanya menajamkan indera pendengarannya agar bisa menyimak percakapan mereka.Dua dedengkot ini berkali-kali memandang ke arah mereka datang semula. Sepertinya sedang menunggu seseorang."Sutajaya berkelana sendirian, dia akan mudah kita lenyapkan, Raka Bergawa!"Kameswara ingat, Sutajaya adalah salah satu pendekar muda yang menjuarai Adu Tanding yang bergelar Pendekar Cakar Sakti. Dia belum pernah melihat orang itu. Sedangkan yang dua lagi dia pernah melihatnya.Tampaknya dua dedengkot Laskar Siluman Merah
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay