Ryan menyambut baik usulan itu. Kunjungan pertamanya ke rumah sang kakak dijanjikannya seminggu sebelum wisudanya. Sekarang ini Ryan sedang fokus membereskan segala urusannya, termasuk perbaikan skripsinya di beberapa bagian. Pemuda itu berencana tinggal beberapa lama dengan kakak dan ibunya setelah wisuda nanti, menenangkan diri sembari mencari lowongan pekerjaan yang sesuai. Selama ini tak ada waktu yang diluangkannya khusus untuk keluarga, terutama sejak kepergian ayah mereka.
Seminggu sebelum acara wisudanya, pemuda itu datang berkunjung pertama kalinya ke rumah sang kakak, sekaligus melepas rindu pada sang ibu. Selama ini baik Bu Dewi maupun Ranti memang tak pernah menceritakan semua yang terjadi pada pemuda itu. Membiarkan Ryan fokus dengan kuliahnya dan tak melibatkan pemuda itu dalam masalah yang sedang Ranti alami saat ini.Hanya meminta alamat Ranti, Ryan tak ingin dijemput oleh wanita itu dan memilih menjadikan taksi sebagai kendaraannya dari bandara. Ta"Kak ... memang seperti itu model mertuamu?" tanya Rian.Pemuda itu langsung duduk mendudukkan tubuhnya di sebelah Ranti saat mendapati wanita itu duduk dengan napas yang terengah-engah di kamarnya. Setelah kepergian Bu Ratna dan Ririn tadi, Ryan langsung menyusul kakaknya yang sudah duluan menghilang.Hanya tarikan napas panjang Ranti yang menjadi jawaban atas pertanyaan adiknya itu."Sepertinya banyak hal yang tak aku ketahui tentang Kakak selama ini."Ranti menolehkan kepalanya ke samping, netra kedua kakak beradik itu saling beradu."Tak ada yang perlu dirisaukan. Kakak sudah terbiasa. Hanya saja ... dengan kondisi kehamilan Kakak sekarang ini, sepertinya perlu energi yang lebih saat berhadapan dengan mereka."Ranti merubah posisi. Sekarang tubuhnya bersandar pada bagian kepala tempat tidur dengan menggunakan bantal yang ditegakkan. Kakinya diluruskan di atas kasur."Bang Bayu tahu semua ini?"Ranti mengangg
"Bu, minta Bu Ayu dan Bu Rina membawa Alif dan Fayza bermain di luar. Ranti tak ingin jika terjadi keributan, mereka akan mendengarnya."Bu Dewi menganggukkan kepalanya."Ingat, kamu hamil. Usahakan tak emosi saat bertemu dengannya, lepas dari apa yang akan terjadi nanti!""Ryan akan temani Kakak. Ayo!"Dengan langkah tak bersemangat Ranti berjalan keluar kamar, diikuti ibu dan adiknya. Bu Dewi memilih langsung ke arah kamar cucunya. Kedua balita itu sedang bermain di dalam tenda. Dia harus melaksanakan permintaan Ranti kali ini. Mental kedua cucunya itu harus dijaga agar tidak merekam memori buruk tentang keluarga besar mereka."Nin ... maaf lama menunggu. Kakak sedang tak enak badan. Ranti tak berbohong. Perdebatannya dengan sang ibu mertua tadi membuat tubuhnya serasa panas dingin tak karuan."Tak apa. Kami juga tak lama."Ranti menangkap raut wajah tak bersahabat dari adik iparnya itu. Sementara Randu, tetap seperti biasa. Wajah datar tanpa
Ranti duduk menunggu suaminya yang sedang dijemput petugas lapas. Seperti biasa, seminggu dua kali Ranti menjenguk suaminya. Jika biasanya Ranti pergi sendiri, kali ini berbeda. Ryan memaksa untuk ikut serta.Beberapa lauk sengaja disiapkan Ranti hari ini. Memastikan Bayu tetap menikmati makanan yang biasa disantapnya sehari-hari saat ada jadwal kunjungan yang sudah ditetapkan."Kakak biasa datang sendiri ya?" tanya Ryan sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ada beberapa keluarga tahanan juga yang saat itu ada di ruangan yang sama."Iya. Mau sama siapa lagi memangnya?" ujar Ranti sambil tersenyum."Keluarga Bang Bayu misalnya?""Tak pernah kami bareng."Kalimat singkat itu cukup menjelaskan kepada Ryan jawaban atas pertanyaannya tadi. Kakaknya tak memiliki hubungan yang cukup baik dengan keluarga suaminya.Bayu muncul dari balik pintu besi. Berjalan cepat di belakang seorang petugas lapas."Abang seh
"Rencana Adek, nanti Ryan bantu di pengembangan usaha Adek saja di sini. Tak perlu mencari pekerjaan di luar sana. Abang tak masalah kan?"Ini yang membuat Bayu terkadang merasa malu pada istrinya. Usaha roti yang jelas-jelas milik istrinya itu tak pernah diakuinya secara terang-terangan di depan Bayu. Ranti selalu mengakui usaha itu sebagai milik berdua. Bayu paham, Ranti tak ingin membuatnya berkecil hati dengan pencapaian yang telah diraih istrinya itu."Abang selalu mendukung yang terbaik untuk usahamu, Dek. Abang tak banyak bisa membantu, tapi yakinlah ... doa Abang akan selalu bersamamu."Ranti lagi-lagi tersenyum."Abang tak masalah kan Adek tinggal beberapa hari nanti? Setelah wisuda Ryan, rencananya Ibu mengajak pulang kampung sebentar. Melihat rumah, mau memastikan kondisinya.""Tak apa. Lagi pula Ibu sudah lama tak pulang ke rumah. Wajar saja. Mumpung ada waktu dak kesempatan. Tak usah risaukan Abang. Hanya siapkan saja stok la
Ranti tak mengingkari janjinya. Jatah bulanan sebesar satu juta rupiah tetap Ranti berikan kepada ibu mertuanya. Ranti menduga, selain jatah tetap bulanan itu, Bayu juga sering memberikan jatah tambahan jika mendapatkan honor kegiatan dari kantornya. Itu tentunya di luar biaya kuliah Ririn yang masih menjadi tanggung jawab Bayu sampai Ririj menyelesaikan kuliahnya. Ranti tak pernah mempermasalah itu selama ini.Dengan diantar Ryan, sore harinya Ranti mengantarkan uang itu ke rumah mertuanya. Tak ada sang ibu mertua ajaibnya, hanya ada Pak Rahmat. Akhirnya amplop berisi sepuluh lembar helaian merah itu dititipkan pada bapak mertuanya saja. Tak ada pesan apa pun yang disampaikan Ranti."Kakak yakin melakukan semua ini?" tanya pemuda itu dengan nada hati-hati.Ranti menganggukkan kepalanya."Apa pun yang terjadi tak akan ada yang dapat mengubah kenyataan jika Bang Bayu adalah anak dari Bu Ratna. Rezeki yang mengalir lewat Kakak, Kakak yakin merupakan
Ryan tak dapat menutupi rasa penasarannya. Jika terkait jam kerja, tentu kakaknya bisa menambah jumlah pegawai yang nantinya akan bekerja dengan sistem shift.Ranti menyunggingkan senyumnya."Rezeki itu sudah ada takarannya. Mau dikejar seperti apa pun, takarannya sudah ditetapkan. Malam khusus kafe saja. Berbagi rezeki dengan orang lain tentu lebih mulia."Sinta mengangsurkan sejumlah uang pada Ranti., beserta catatan omset penjualan dalam seminggu terakhir ini."Beberapa hari ke depan, Ibu mau pulang kampung dulu. Sekalian menghadiri wisuda Ryan. Kalian saling koordinasi dengan Winda ya! Setoran penjualan ditransfer saja ke rekening Ibu pagi-pagi esok harinya."Sinta dan Galuh hanya menganggukkan kepalanya. Ranti beranjak pergi dari tempat yang telah memberinya banyak pembelajaran. Toko yang awalnya hanya sebuah kios berkembang dengan cukup baik hingga sampai pada saat seperti sekarang.Malam harinya Ranti mengajak ibu dan adik
Ranti mengucek matanya berulang kali. Memastikan kontak yang tertulis di layar pipihnya itu benar-benar melakukan panggilan atau sekadar salah pencet saja. Tak mungkin rasanya pengurus panti menghubunginya selarut ini. Atau jangan-jangan, memang sesuatu telah terjadi pada panti itu. Ranti memang cukup kenal dengan Pak Iwan, kepala panti asuhan yang sering dititipinya sedikit rezeki untuk anak-anak tanpa orang tua yang tinggal di sana.Panggilan terhenti. Ranti bernapas lega. Panggilan itu salah alamat saja. Baru saja hendak kembali merebahkan tubuhnya, tiba-tiba nada panggilan kembali terdengar dari gawainya itu. Ranti meraih gawainya kembali.Kontak itu kembali tertulis di layar pipih yang ada di genggamannya. Tak mungkin salah pencet lagi sepertinya. Cepat Ranti menekan tombol berwarna hijau dan meletakkan gawainya di telinga."Assalamu'alaikum," ucap Ranti sembari mengusap matanya untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa.Terdengar uc
Tak ada kata yang terucap dari kedua kakak beradik itu selain petunjuk arah dari Ranti untuk mempercepat mereka sampai ke tujuan. Memilih jalan tikus merupakan alternatif terbaik saat ini. Sepuluh menit berlalu saat keduanya sampai di lokasi.Ranti sempat syok saat melihat kerumunan orang yang ada di sekitar kafenya. Nyala api tak lagi besar sepertinya. Teriakan demi teriakan masih jelas terdengar untuk saling berusaha mematikan api yang tersisa agar tak menjalar kemana-mana.Ryan meminta jalan pada kerumunan warga yang ada di lokasi. Pemuda itu dengan sigap membimbing kakaknya agar dapat lebih mendekat pada titik kebakaran.Mata Ranti mengembun saat melihat banyak orang yang membantu memadamkan api yang ada. Mobil pemadam kebakaran pun sudah ada. Terlihat selang air, ember-ember bahkan karung goni masih ada di tangan orang-orang itu. Teriakan komando dari beberapa orang pun masih jelas terdengar. Terharu. Hanya kata itu yang dapat menggambarkan perasaan R