Ki Rindung Petoko melirik ke arah Ki Sugo Rugo, dan mulai berpikir sejenak seraya menghindari serangan demi serangan yang dilakukan oleh Benggala Cokro. Dan dia menemukan ide bagus.
Mulai bertarung jauh dari lokasi Sursena.
Ki Rindung Petoko mulai mundur pelan-pelan, tapi terkadang dia maju ketika Ki Sugo Rogo melirik ke arah dirinya.
"Orang itu benar-benar mengerikan," gumam Ki Rindung Petoko, seraya melayang ke belakang dengan ilmu meringankan tubuhnya.
Pada saat yang sama, mata pedang Benggala Cokro hampir saja mengenai batang lehernya jika dia tidak sempat menyadari hal tersebut.
Ki Rindung Petoko berjungkir balik di udara beberapa kali, sambil kemudian melepaskan pukulan jarak jauh yang sebenarnya sama sekali tidak berguna.
Bisa dibilang Ki Rindung Petoko bertarung dengan setengah hati, malah dia lebih condong untuk berlari daripada melanjutkan kembali pertarungan bodoh ini.
Lagian untuk apa lagi pertarungan ini dilakukan,
Silahkan baca novel tahun 1000 an, dg judul Danuranda, dan novel horor tahun milineal dg judul, Geishaku Karmila. Btw, capter sebelumnya agak eror, bisa baca setelah jam 6 sore nanti.
Pada akhirnya, ketika hari telah menjelang petang dan suara jangkrik mulai saling sahut-menyahut, pertarungan di Sursena hanya menyisakan Ki Sugo Rugo melawan para petinggi aliansi aliran lurus.Bersatu padu para petinggi Sursena, sementara para pendekar di bawah tanpa tanding lebih memutuskan untuk tidak terlibat di dalam pertempuran besar itu.Satrio Langit yang sudah berpengalaman, mengusulkan untuk menjauh dari lokasi pertempuran."Dia bisa menghapus satu kota seorang diri," ucap Satrio Langit, "lebih baik kita menjauh, sebelum hal buruk terjadi.""Benar, keberadaan kita di sini hanya akan mengganggu para Jendral dan Sesepuh yang lain."Kali ini Altar Buana setuju dengan masukan Satrio Langit.Ada sekitar 300 orang yang masih selamat, ditambah 400 orang bajak laut memilih untuk menjauhi tempat ini.Satu-satunya pendekar pilih tanding yang masih tersisa di sana adalah Vala, pimpinan bajak laut Buaya Putih. Meski Vala berada di leve
Baru selesai mengatakan hal itu, tanpa memberi aba-aba, Ki Sugo Rugo menebaskan keris panca naga secara horizontal, dan pada saat yang sama tekanan energi kuat menderu ke arah semua lawan-lawannya.Tekanan angin, ya. Ki Sugo Rogo menguasai elemen dasar udara dalam seni bela dirinya, dan karena hal itu dia memiliki jurus-juru yang mengandung unsur udara, seperti jurusnya saat ini."Cambuk Udara Kematian."Seluruh permukaan tanah terkelupas karena tekanan udara yang begitu kuat, beberapa benda terpotong begitu rapi dan teknik itu akan mengarah kepada semua sesepuh aliansi aliran putih.Sabdo Jagat tidak memiliki kesempatan untuk menghindar, jadi dia menancapkan tongkat di tanah, lalu mengalirkan banyak tenaga dalam kepada senjata itu. Hal ini menciptakan sebuah perisai putih tipis.Sementara di sisi lain, Cempaka Ayu menggunakan semua bangunan untuk menciptakan dinding yang berpungsi menghalau serangan tersebut.Bommm.Mereka semu
Lanting Beruga berjalan mendekati Ki Sugo Rugo, matanya masih berkilat merah dan menakutkan.Suah.Energi batin menyerang mental Ki Sugo Rugo, membuat dia hanya bergerak satu langkah ke belakang. Tidak terjadi apa-apa dengan orang itu. Ini menandakan dirinya memiliki jiwa yang kuat, dan juga energi batin yang cukup besar.Umunya setiap pendekar yang telah melampaui level tanpa tanding, akan memiliki energi batin dari jiwa mereka yang kuat. Hanya saja, energi batin yang mereka miliki tidak bisa digunakan seperti tenaga dalam atau jenis yang lainnya.Energi batin yang ada di dalam diri mereka berfungsi untuk menahan serangan dari siluman level tinggi.Namu, energi batin milik Lanting Beruga dapat dijadikan senjata karena dia memiliki mata kiri yang dia sendiri tidak tahu apa namanya. Mata kiri itulah yang menjadi fokus energi batin Lanting Beruga."Kau memiliki mata yang hebat, bocah tapi aku tidak mungkin kalah karena mata itu," ucap Ki Sugo
Sayatan yang dibuat oleh Lanting Beruga cukup untuk menggagalkan rencana Ki Sugo Rugo. Kerisnya hampir saja jatuh ke tanah karena pemuda itu.Belum selesai, Lanting Beruga berkelebat sekali lagi, menyerang beberapa bagian yang dapat dia incar. Serangan yang dibuat oleh Lanting Beruga mungkin tidak mengenai organ fatal, tapi hal itu tidak masalah, semakin banyak sayatan yang dia buat maka semakin berkurang pula kemampuan Ki Sugo Rugo.Kali ini kaki Ki Sugo Rugo baru saja menerima bilah mata pedang Lanting Beruga. Membuat dia meringis kesakitan."Jangan menonton saja!" teriak Benggala Cokro, pada saat yang sama pedang bercahaya emas menukik seperti sebuah komet yang jatuh.Beruntung Ki Sugo Rugo bisa menahan serangan tersebut, tapi serangan yang lain juga baru saja datang.Jendral Dewangga dengan dendam membara setelah kematian adiknya, bersama dengan Mahasepuh Gadhing bergerak begitu cepat ke depan, dengan pedang yang berayun begitu kuat.
"KURANG AJAR!" Ki Sugo Rugo berteriak sekali lagi, mengandung tekanan tenaga dalam yang bisa membuat telinga pendekar di bawah tanding pecah karenanya.Mata pria itu berkilat, sebelum kemudian tersenyum tipis, dai kemudian menendang dagu Dewangga hingga pria itu terdongak tinggi ke atas.Masih merasakan rahangnya mungkin patah, perut Dewangga telah di tendang dengan kuat.Krekak.Tendangan itu bukan hanya membuatnya semakin terluka dalam, tapi juga beberapa tulang rusuknya patah.Meluncur secepat udara tubuh Ki Sugo Rugo, lalu terhempas tidak jauh dari Rengkeh.Namun, bahaya lain adalah, pedang pusaka milikinya terlepas dari tangan, dan berhasil disambar oleh Ki Sugo Rugo.Pimpian Bulan Darah itu melempar pedang itu ke depan, tentu saja Dewangga lah yang menjadi incarannya.Nyai Cempaka Ayu menyadari hal itu, jadi dia membuat dinding pelindung untu Dewangga, tapi belasan dinding pelindung yang terbuat dari reruntuha
Roh keris Panca Naga mulai menguasai tubuh Ki Sugo Rugo, dalam istilah lain dia dirasuki oleh keris panca naga.Sungguh terkejut Dewangga melihat hal ini, dia tidak pernah berpikir jika kejadian ini akan terulang kembali.Dahulu, semasa Seno Geni masih muda, dia harus berhadapan dengan pendekar yang tubuhnya dikuasai oleh keris panca naga, dan itu membuat dia mengeluarkan semua kekuatannya.Roh keris panca naga juga pernah merasuki tubuh Lakuning Banyu ketika perang Sursena satu meletus, tapi saat itu Lakuning Banyu dapat mengendalikan.Namun, hari ini sepertinya bukan Ki Sugo Rugo yang mengendalikan keris itu, tapi sebaliknya Roh Panca Naga."Sudah lama aku tidak merasakan kebebasan seperti ini." Suara Ki Sugo Rugo terdengar serak, dan lebih mengerikannya ada lima suara di dalam mulut pria itu. "Tidak terlalu buruk, meski Lakuning Banyu jauh lebih baik dari pria ini.""Lanting berhati-hatilah!" Berseru Dewangga dari jauh, tapi peringatan it
Lanting Beruga telah mencoba semua kemampuan yang dia bisa lakukan, tapi sungguh dia tidak dapat melakukan apapun di hadapan roh keris panca naga.Dia menggabungkan kekuatan roh api dengan pedang pusaka dan pemahaman keinginan pedang, tapi hal itu hanya membuat sisik di lengan keris panca naga terkelupas. Tidak sampai menggores kulitnya.Sebuah serangan akhirnya menjatuhkan pemuda itu, membuat dia terkapar di tanah setelah cahaya bening menghimpitnya ke bumi.Hendak melakukan perlawan, tapi roh api malah menghina dirinya, "meski kau memiliki kekuatan roh api di dalam tubuhmu, tapi kau tidak bisa menggunakannya melebihi kapasitas tulang dan ototmu, kau hanya manusia lemah.""Sial ..." Lanting Beruga berusaha berdiri, menahan energi bening yang semakin menghimpitnya ke bumi. "Tubuhku akan remuk ..."Suara pemuda itu terdengar tidak jelas, antara gumaman kecil yang menahan sakit, tapi sejauh ini dia masih berusaha berdiri.Sua, mata kirinya men
Ini sudah tujuh hari berlalu, perang Sursena telah menyisakan banyak korban jiwa antara kedua belah pihak, dan bisa dikatakan mereka semua kalah. Lanting Beruga duduk dipinggir dua makam dengan wajah basah karena bersedih. Bagaimana tidak, satu orang adalah gurunya dan satu orang lagi adalah Sekar Ayu, gadis yang mulai dia sukai. Dua orang itu telah meninggalkan dirinya di dunia ini. Lanting Beruga meletakan pedang pemberian gurunya sebagai nisan sambil berkata, "Sekarang beristirahatlah dengan tenang guru." Lanting Beruga lantas beranjak dari pemakaman itu, kemudian berjalan mantap ke arah teman-temannya yang masih hidup. Tubuh pemuda itu penuh dengan lilitan perban, hampir seperti seorang mumi. "Kalian tidak pergi ke sana?" tanya Lanting Beruga, menunjuk sisi lain Sursena dimana penobatan raja Sursena sedang dilakukan. "Itu adalah acara orang tua," jawab Satrio Langit, "biarkan saja mereka melakukannya." "Hahaha ...be