Roh keris Panca Naga mulai menguasai tubuh Ki Sugo Rugo, dalam istilah lain dia dirasuki oleh keris panca naga.
Sungguh terkejut Dewangga melihat hal ini, dia tidak pernah berpikir jika kejadian ini akan terulang kembali.
Dahulu, semasa Seno Geni masih muda, dia harus berhadapan dengan pendekar yang tubuhnya dikuasai oleh keris panca naga, dan itu membuat dia mengeluarkan semua kekuatannya.
Roh keris panca naga juga pernah merasuki tubuh Lakuning Banyu ketika perang Sursena satu meletus, tapi saat itu Lakuning Banyu dapat mengendalikan.
Namun, hari ini sepertinya bukan Ki Sugo Rugo yang mengendalikan keris itu, tapi sebaliknya Roh Panca Naga.
"Sudah lama aku tidak merasakan kebebasan seperti ini." Suara Ki Sugo Rugo terdengar serak, dan lebih mengerikannya ada lima suara di dalam mulut pria itu. "Tidak terlalu buruk, meski Lakuning Banyu jauh lebih baik dari pria ini."
"Lanting berhati-hatilah!" Berseru Dewangga dari jauh, tapi peringatan it
Lanting Beruga telah mencoba semua kemampuan yang dia bisa lakukan, tapi sungguh dia tidak dapat melakukan apapun di hadapan roh keris panca naga.Dia menggabungkan kekuatan roh api dengan pedang pusaka dan pemahaman keinginan pedang, tapi hal itu hanya membuat sisik di lengan keris panca naga terkelupas. Tidak sampai menggores kulitnya.Sebuah serangan akhirnya menjatuhkan pemuda itu, membuat dia terkapar di tanah setelah cahaya bening menghimpitnya ke bumi.Hendak melakukan perlawan, tapi roh api malah menghina dirinya, "meski kau memiliki kekuatan roh api di dalam tubuhmu, tapi kau tidak bisa menggunakannya melebihi kapasitas tulang dan ototmu, kau hanya manusia lemah.""Sial ..." Lanting Beruga berusaha berdiri, menahan energi bening yang semakin menghimpitnya ke bumi. "Tubuhku akan remuk ..."Suara pemuda itu terdengar tidak jelas, antara gumaman kecil yang menahan sakit, tapi sejauh ini dia masih berusaha berdiri.Sua, mata kirinya men
Ini sudah tujuh hari berlalu, perang Sursena telah menyisakan banyak korban jiwa antara kedua belah pihak, dan bisa dikatakan mereka semua kalah. Lanting Beruga duduk dipinggir dua makam dengan wajah basah karena bersedih. Bagaimana tidak, satu orang adalah gurunya dan satu orang lagi adalah Sekar Ayu, gadis yang mulai dia sukai. Dua orang itu telah meninggalkan dirinya di dunia ini. Lanting Beruga meletakan pedang pemberian gurunya sebagai nisan sambil berkata, "Sekarang beristirahatlah dengan tenang guru." Lanting Beruga lantas beranjak dari pemakaman itu, kemudian berjalan mantap ke arah teman-temannya yang masih hidup. Tubuh pemuda itu penuh dengan lilitan perban, hampir seperti seorang mumi. "Kalian tidak pergi ke sana?" tanya Lanting Beruga, menunjuk sisi lain Sursena dimana penobatan raja Sursena sedang dilakukan. "Itu adalah acara orang tua," jawab Satrio Langit, "biarkan saja mereka melakukannya." "Hahaha ...be
Di sisi lain, Rengkeh dan Vala bertemu dengan Jubarda Agung di ruangan khusus, kali ini Jubarda Agung ditemani oleh putrinya Rismananti.Situasi antara mereka sedikit canggung, tentu saja karena mereka berempat pernah saling berseteru dan nyaris membuat Jubarda Agung dan putrinya mati."Aku telah melupakan masa lalu," ucap Jubarda Agung, membuka suara lebih dahulu, sebagai raja yang baru dia harus bersikap bijaksana dalam menentukan sebuah pilihan. "Jika kalian ini tanah, aku akan memberikannya."Jubarda Agung mengambil sebuah peta, kemudian menunjuk sebuah pulau kecil di sisi barat Pulau Java, meski hanya setitik kecil, pulau itu cukup besar, lebih besar dari 5 kali kota majangkara.Jubarda Agung sengaja memilihkan pulau tersebut, karena tidak berpenghuni dan iklimnya cukup baik untuk bertanam dan juga kaya dengan ikan."Akan sedikit jauh dari sini, tapi aku telah menyiapkan tiga kapal untuk kalian semua," sambung Jubarda Agung.Rengkeh ter
Satu bulan telah berlalu, Sursena masih dalam tahap perbaikan, tapi tampaknya angin segar mulai dapat dinikmati oleh masyarakat setelah Jubarda Agung naik tahta menjadi raja.Selama satu bula itu, Lanting Beruga tidak melakukan apapun kecuali hanya tinggal di bekas markas bintang suci, dia mempelajari banyak buku di dalam perpustakaan bawah tanah, meski otaknya tidak benar-benar pintar.Sesekali dia akan keluar dari perpustakaan untuk mencari makanan, tapi hanya dalam waktu yang singkat, kemudian dia akan kembali ke perpustakaan bawah tanah.Lanting Beruga mengetahui, meskipun Serikat Satria dibentuk oleh lima negara, tapi tidak ada satupun perwakilan pendekar yang menjadi anggota Serikat Satria dari Sursena."Rupanya dunia begitu luas," gumam Lanting Beruga, "masih banyak orang hebat di luar sana, yang jauh lebih kuat dari Ki Sugo Rugo."Mengenai Ki Sugo Rugo, banyak orang mencari informasi mengenai keberadaan orang itu, termasuk pula prajurit Sur
"Kau yakin akan pergi?" tanya Subansari, "apa kau tidak bisa menunggu sedikit lebih lama, maksudku ..." "Subansari ..." tegur Satrio Langit, "biarkan Lanting Beruga, aku yakin dia telah memikirkan hal ini matang-matang." Lanting Beruga tersenyum kecil, berpisah dengan teman-temannya memang terasa begitu menyedihkan, tapi jika dia tetap berada di sini, Lanting Beruga tidak akan bisa menjawab banyak pertanyaan dibenaknya. "Suatu saat nanti, aku akan menyusulmu ..." sambung Satrio Langit, "setelah aku mencapai level tanpa tanding." "Aku yakin kau bisa melakukannya," tutup Lanting Beruga, kemudian pemuda itu pergi meninggalkan wilayah Sursena dengan pikiran teguh dan langkah kaki yang mantap. Dia tidak menoleh ke belakang, bahkan meskipun sesaat. Sebuah Kapal kecil telah menunggu dirinya, kapal yang telah disiapkan oleh Lanting Beruga jauh-jauh hari. Burung elang berkaki empat terbang mengeliling langit, sebelum kemudian menukik dan hingga
Pulau Land adalah sebutan bagi pulau ini, tempat titik pertama bagi semua orang untuk meninggalkan atau masuk ke wilayah Sundaland.Wilayah Sundaland atau pula benua Sundaland adalah satu dari banyak benua yang tersebar di bumi. Lima negera yang membentuk Serikat Satria mungkin bisa dikatakan organisasi paling besar di Sundaland tapi rupanya tidak dimata dunia.Lanting Beruga tidak mengetahui hal itu karena dia bodoh, dan kurang belajar banyak. Namun bukan hanya dia yang kurang informasi mengenai hal ini, ada banyak bangsawan inti Sursena yang tidak mengetahui dunia luar setelah Sursena.Bukankah bumi ini luas?"Aku akan menyelamatkan orang itu?" Lanting Beruga tidak bisa menahan diri untuk menyelamatkan manusia yang menjadi tunggangan bagi manusia lain, jadi dia berniat menarik pedangnya, tapi sebuah tangan menghentikan tindakan pemuda itu."Jika aku jadi dirimu, aku akan berpikir puluhan kali."Lanting Beruga menoleh ke belakang, seorang p
Tepat setelah 3 hari Lanting Beruga pergi meninggalkan Sursena, seorang pria mendatangi Benggala Cokro di kediamannya."Muridmu memiliki bakat yang bagus," ucap pria tersebut, "Berada di Sursena akan membuat bakat dan kemampuannya sia-sia.""Apa maksudmu?" tanya Benggala Cokro."Aku berniat membawanya di Serikat Satria-""Tapi bukankah seleksi masuk ke Serikat Satria begitu rumit.""Hahaha ...aku adalah Ketua Devisi."Mendengar hal itu, Benggala Cokro tersentak, tidak menduga seorang Ketua Devisi dari Serikat Satria akan datang ke Sursena dan tertarik terhadap Intan Ayu.Pria itu lagi-lagi menunjukan sebuah lencananya, dan benar dia adalah Ketua Devisi Serikat Satria. Sekarang semua hal tergantung dengan Benggala Cokro, jika dia mengizinkan maka Intan Ayu akan pergi ke Serikat Satria, menjadi murid Ketua Devisi tersebut.Benggala Cokro menanyakan alasan kenapa dia tertarik terhadap Intan Ayu, jika mengandalkan kekuatan tentu sa
Lanting Beruga berpikir sejenak kemudian memesan beberapa menu yang ada dihadapannya. Sepotong besar daging yang tidak diketahuinya, kemudian beberapa mangkuk nasi dan sayur-sayuran.Ah, Lanting juga memesan satu ekor ikan mentah untuk sahabatnya, Garuda Kencana."Aku tidak melihatmu siang tadi," ucap Lanting Beruga, suara terdengar seperti gumaman karena sedang mengunyah banyak makanan. "Pak tua, apa kau sudah lama berjualan di sini?"Pak Tua itu menatap ke arah Lanting Beruga, kemudian balik bertanya, "apa kau akan masuk ke Serikat Satria?""Hem hem hem ..." Lanting Beruga mengangguk."Darimana asalmu?" tanya pak tua pemilik kedai tersebut."Sursena," jawab Lanting Beruga."Tempat yang jauh," sambung pak tua itu, tertawa kecil sambil menuangkan air ke dalam cawan lalu menyuruh Lanting Beruga segera meminumnya."Kenapa kau diluar penginapan?""Hemmm ...karena aku lapar," jawab Lanting Beruga.Pak tua itu te
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m