Sementara itu, Yanca berada di atas kapal yang melaju kencang. Bersama dengan dirinya ada beberapa orang pendekar level tanpa tanding dan dua orang pendekar level bumi tinggi.
Yanca berdiri tegak di atas dek utama kapal, dengan menatap tajam ke arah Kapal Kekaisaran Tang, dan jelas tidak senang.
Perang dingin antara Kekaisaran Tang dan Aliran Darah Besi semakin meruncing semenjak perang politik antara kedua belah pihak.
Kini diantara dua kelompok ini mulai memperkuat diri, dan tampaknya akan saling menekan satu sama lain.
"Sudah aku duga, Kekaisaran Tang tidak akan tinggal diam setelah mendengar informasi mengenai prasasti tersebut," gumam Yanca, dia mengepalkan tinju dengan kuat.
"Kita beruntung Serikat Satria tidak turun tangan," ucap seorang pendekar level bumi yang lain.
"Siapa yang tahu, Serikat Satria bertambah kuat beberapa tahun terakhir, meski mereka cendrung diam dan fokus melindungi Benua Sundaland, tapi nyatanya kita
Beberapa hari telah berlalu.Di tepian pantai barat pulau Andalas Negri Swarnadwipa terlihat banyak orang sedang berlalu lalang di pinggiran dermaga besar.Beberapa di antara mereka adalah pedagang keliling, beberapa yang lain tampak seperti nelayan yang baru saja menepikan sampan mereka.Anak-anak kecil menyelam ke dalam pantai, kemudian tertawa girang setelah berhasil menangkap satu ekor ikan dengan tombak.Burung-burung camar berkicau riang, kadang kala berputar-putar di udara sebelum kemudian menukik menyambar ikan kecil yang malang.Deru suara ombak bersatu padu dengan hembusan angin yang sepoi-sepoi."Hari ini kita dapat tangkapan banyak," seorang nelayan sedang memanggul hasil tangkapannya, sedang berbicara dengan dua rekannya, juga memanggul banyak tangkapan ikan."Laut hari ini benar-benar bersahabat, sangat jarang kita mendapatkan tangkapan sebanyak ini," timpal temannya yang lain.Mereka akan membawa ikan-ikan
Sementara itu, Kapal Aliran Darah Besi berhasil tiba di tempat ini setelah dua hari setelah Kapal Serikat Naga sampai.Selang beberapa jam kemudian, kapal Kekaisaran Tang juga menepi di pelabuhan Bay."Jangan menarik perhatian orang," ucap Yanca, mengingat ada banyak dari anggotanya yang tidak bisa berbicara dengan banyak bahasa, kecuali bahasa bumi tengah."Kami mengerti, Tuan Yanca ..."Kapal Aliran Darah Besi pada akhirnya menepi pula di dermaga. Ada beberapa orang keluar dari kapal itu, sedikit lebih banyak dari jumlah pendekar yang turun dari Kapal Serikat Naga.Semua pendekar yang dibawa oleh Yanca berada di level bumi rendah, di negara Swarnadwipa level seperti itu bisa saja menjadi panglima perang terbaik Kerajaan.Banyak nelayan mulai merasa khawatir dengan kedatangan orang-orang asing ke negara mereka.Seorang penjaga pelabuhan tidak bisa menahan rasa penasarannya dan mulai berjalan mendekati Yanca dan teman-temannya.
"Akhirnya kita sampai!" teriak Lanting Beruga, setelah sekian lama berayun di dalam tong besar ini, akhirnya dia bisa melihat daratan pula.Belum pula kapal itu menepi ke pelabuhan, Lanting Beruga sudah lebih dahulu mencebur ke pantai, dan berenang ke tepian. Bodoh! memangnya kapal tidak akan sampai.Lebih memilih berenang dibandingkan berada beberapa menit lagi di kapal itu.Lanting Beruga memijakkan kaki di laguna kecil di pinggir pelabuhan tersebut. Dia belum menyadari jika ada beberapa kapal sudah lebih dahulu mengaitkan jangkar di tepian pantai.Berjalan ke tepian semak kecil, pemuda itu jatuh terlentang pula di atas pantai putih."Dimana Kakak Lanting?" tanya Delima Kemala Putri.Panglima hanya tersenyum kecil sambil menunjuk ke sisi lain dermaga Bay."Sejak kapan dia ada di sana?" Delima Kemala Putri mengendus kesal, jika dia bisa berenang mungkin pula akan mengikuti jejak Lanting Beruga. Sambil merengek, gadis kecil itu
Satrio Langit datang terlambat ke Negri Swarnadwipa. Dia, Rindu Hati serta satu temannya yang gemar membuka peta setiap saat, datang tidak melewati Pelabuhan Bay.Informan Kelompok Sayap Putih sepertinya lebih cerdas daripada organisasi lain, dia berhasil menemukan titik pendaratan paling aman tanpa gangguan kelompok-kelompok lain."Kita akan menemukan kota kecil setelah berjalan setengah hari," ucap teman Satrio Langit."Cari penginapan," ucap Satrio Langit, "kita butuh makanan ..."Pemuda itu berjalan lebih dahulu, tapi kemudian langkah kakinya dihentikan oleh Rindu Hati, "bukan ke arah sana, jalan yang benar itu ke arah sana!" dia menunjuk ke arah utara."Aku ingin buang air kecil, bukan cari makanan!" jawab Satrio Langit. "Kau mau menemaniku, pipis?"Plak.Rindu Hati memukul lengan Satrio Langit dengan keras, sambil bersemu merah gadis itu berjalan ke arah utara lebih dahulu.Satrio Langit tertawa cekikikan, seb
Lanting Beruga melanjutkan perjalanan setelah beberapa hari tinggal di Kota Bay.Namun, rencananya sedikit meleset dari misi awalnya. Dia memutuskan untuk mengantar Delima Kemala Putri sampai ke Istana Swarnadwipa.Dari Kota Bay, menuju Istana itu mungkin akan membutuhkan beberapa hari lamanya, itu karena mereka berjalan begitu lambat. Kereta kuda yang dipesan oleh Panglima hanya muat beberapa orang saja, sementara sisa pendekar berjalan kaki.Di dalam kereta, Delima Kemala Putri ditemani oleh Garuda Kencana, sementara Panglima bertugas menjadi kusir kuda.Lanting Beruga duduk di atas atap kereta tersebut, menjuntaikan kakinya seraya bersiul kecil.Satu hari setelah bermalam di Kota Bay, Lanting Beruga kembali berpuasa seperti hari-hari sebelumnya."Kakak, apa kau tidak kepanasan?" tanya Delima Kemala Putri, "masuklah ke dalam, temani aku dan Garuda Kencana.""Hahaha ...Kakakmu ini tidak takut dengan api, apa lagi dengan cahaya mataha
Prajurit itu mengaku jika pemuda itu memiliki mata kiri yang buta, rambut bergelombang dan tubuh tinggi berisi.Panglima Berjanggut Pendek segara menyadari jika sosok pemuda itu adalah Lanting Beruga, tapi kenapa pemuda itu datang ke makam leluhur Kerajaan Swarnadwipa? kenapa?"Bawa beberapa prajurit penjaga, usir pemuda itu, jika perlu penjarakan dirinya!" ucap Maharajo Lelo.Raja itu terlihat kesal, bahkan orang-orang penting di Swarnadwipa tidak bisa masuk ke dalam makam leluhur sesuka hati mereka, tapi pemuda yang dikabarkan bermata satu itu malah lancang memasukinya."Maafkan atas gangguan yang terjadi," ucap Maharajo Lelo kepada Panglima Berjanggut Pendek."Tidak masalah Yang Mulia, kembali ke bahasan sebelumnya, saya berharap dengan sangat agar Yang Mulia Raja mau melindungi Delima Kemala Putri, lebih lagi dia memiliki darah Swarnadwipa pula."Maharajo Lelo tampak berpikir saat ini, keningnya mengernyit. Kemudian seorang penaseh
"Lama tidak bertemu, Yang Mulia Raja?" sapa Lanting Beruga.Tiga Panglima yang pernah mengiring Maharajo Lelo dalam pertemuan Serikat Satria kini menelan ludah. Jikalah bisa dilakukan, mereka ingin berlari ke ujung dunia dan sembunyi di lubang semut karena takut."Elang ...Api?" tanya Maharajo Lelo."Hahaha ...Aku kira kau tidak mengingat wajahku," timpal Lanting Beruga."Anu, begini ..." Maharajo Lelo menarik nafas dalam-dalam, memutar otaknya untuk menemukan kalimat yang pas untuk diucapkan. "Hemmm ...apa yang membuat dirimu datang ke seni? ...hemmm ...kenapa kau?""Kenapa aku pergi ke Swarnadwipa, atau kenapa aku datang ke makam leluhur bangsawan?" Lanting Beruga balik bertanya."Elang Api ..." Seorang Panglima membuka suara lebih dahulu, "Begini, sudah adat Swarnadwipa untuk melarang orang asing mengunjungi makam leluhur Bangsawan, kami hanya mengikuti aturan itu, kami tidak bermaksud melarang dirimu datang ke sini, tapi ..."
Penyakit yang yang tidak jelas asal muasalnya ini membuat geger seisi Istana Swarnadwipa. Telah banyak tabib dikerahkan oleh Yang Mulia Maharajo Lelo, tapi tidak membuahkan hasil. Sekarang kondisi Pangeran Racak Bagudik semakin parah, dia tidak hanya demam tinggi tapi muncul bercak-bercak merah pada kulitnya. Usia Pangeran Racak Bagudik baru menginjak 15 tahun, begitu berbakat dalam ilmu politik dan perdagangan tapi lemah di bidang seni bela diri. "Bagaimana kondisi Putraku?" tanya Maharajo Lelo setelah seorang tabib terkenal memeriksa kondisi Pangeran Racak Bagudik. "Maafkan hamba Yang Mulia Raja-" Maharajo Lelo mengangkat tangannya, menginstruksikan agar tabib itu tidak menjelaskan apapun lagi. Dia sudah tahu jawaban Maharajo Lelo. Tabib tadi adalah yang ke 20 dari semua tabib terbaik di wilayah ini. Tidak ada lagi tabib lain, meskipun ada, tabib-tabib itu hanyalah tabib kelas rendahan. Setelah tiga hari lamanya
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m