Sementara itu, Kapal Aliran Darah Besi berhasil tiba di tempat ini setelah dua hari setelah Kapal Serikat Naga sampai.
Selang beberapa jam kemudian, kapal Kekaisaran Tang juga menepi di pelabuhan Bay.
"Jangan menarik perhatian orang," ucap Yanca, mengingat ada banyak dari anggotanya yang tidak bisa berbicara dengan banyak bahasa, kecuali bahasa bumi tengah.
"Kami mengerti, Tuan Yanca ..."
Kapal Aliran Darah Besi pada akhirnya menepi pula di dermaga. Ada beberapa orang keluar dari kapal itu, sedikit lebih banyak dari jumlah pendekar yang turun dari Kapal Serikat Naga.
Semua pendekar yang dibawa oleh Yanca berada di level bumi rendah, di negara Swarnadwipa level seperti itu bisa saja menjadi panglima perang terbaik Kerajaan.
Banyak nelayan mulai merasa khawatir dengan kedatangan orang-orang asing ke negara mereka.
Seorang penjaga pelabuhan tidak bisa menahan rasa penasarannya dan mulai berjalan mendekati Yanca dan teman-temannya.<
"Akhirnya kita sampai!" teriak Lanting Beruga, setelah sekian lama berayun di dalam tong besar ini, akhirnya dia bisa melihat daratan pula.Belum pula kapal itu menepi ke pelabuhan, Lanting Beruga sudah lebih dahulu mencebur ke pantai, dan berenang ke tepian. Bodoh! memangnya kapal tidak akan sampai.Lebih memilih berenang dibandingkan berada beberapa menit lagi di kapal itu.Lanting Beruga memijakkan kaki di laguna kecil di pinggir pelabuhan tersebut. Dia belum menyadari jika ada beberapa kapal sudah lebih dahulu mengaitkan jangkar di tepian pantai.Berjalan ke tepian semak kecil, pemuda itu jatuh terlentang pula di atas pantai putih."Dimana Kakak Lanting?" tanya Delima Kemala Putri.Panglima hanya tersenyum kecil sambil menunjuk ke sisi lain dermaga Bay."Sejak kapan dia ada di sana?" Delima Kemala Putri mengendus kesal, jika dia bisa berenang mungkin pula akan mengikuti jejak Lanting Beruga. Sambil merengek, gadis kecil itu
Satrio Langit datang terlambat ke Negri Swarnadwipa. Dia, Rindu Hati serta satu temannya yang gemar membuka peta setiap saat, datang tidak melewati Pelabuhan Bay.Informan Kelompok Sayap Putih sepertinya lebih cerdas daripada organisasi lain, dia berhasil menemukan titik pendaratan paling aman tanpa gangguan kelompok-kelompok lain."Kita akan menemukan kota kecil setelah berjalan setengah hari," ucap teman Satrio Langit."Cari penginapan," ucap Satrio Langit, "kita butuh makanan ..."Pemuda itu berjalan lebih dahulu, tapi kemudian langkah kakinya dihentikan oleh Rindu Hati, "bukan ke arah sana, jalan yang benar itu ke arah sana!" dia menunjuk ke arah utara."Aku ingin buang air kecil, bukan cari makanan!" jawab Satrio Langit. "Kau mau menemaniku, pipis?"Plak.Rindu Hati memukul lengan Satrio Langit dengan keras, sambil bersemu merah gadis itu berjalan ke arah utara lebih dahulu.Satrio Langit tertawa cekikikan, seb
Lanting Beruga melanjutkan perjalanan setelah beberapa hari tinggal di Kota Bay.Namun, rencananya sedikit meleset dari misi awalnya. Dia memutuskan untuk mengantar Delima Kemala Putri sampai ke Istana Swarnadwipa.Dari Kota Bay, menuju Istana itu mungkin akan membutuhkan beberapa hari lamanya, itu karena mereka berjalan begitu lambat. Kereta kuda yang dipesan oleh Panglima hanya muat beberapa orang saja, sementara sisa pendekar berjalan kaki.Di dalam kereta, Delima Kemala Putri ditemani oleh Garuda Kencana, sementara Panglima bertugas menjadi kusir kuda.Lanting Beruga duduk di atas atap kereta tersebut, menjuntaikan kakinya seraya bersiul kecil.Satu hari setelah bermalam di Kota Bay, Lanting Beruga kembali berpuasa seperti hari-hari sebelumnya."Kakak, apa kau tidak kepanasan?" tanya Delima Kemala Putri, "masuklah ke dalam, temani aku dan Garuda Kencana.""Hahaha ...Kakakmu ini tidak takut dengan api, apa lagi dengan cahaya mataha
Prajurit itu mengaku jika pemuda itu memiliki mata kiri yang buta, rambut bergelombang dan tubuh tinggi berisi.Panglima Berjanggut Pendek segara menyadari jika sosok pemuda itu adalah Lanting Beruga, tapi kenapa pemuda itu datang ke makam leluhur Kerajaan Swarnadwipa? kenapa?"Bawa beberapa prajurit penjaga, usir pemuda itu, jika perlu penjarakan dirinya!" ucap Maharajo Lelo.Raja itu terlihat kesal, bahkan orang-orang penting di Swarnadwipa tidak bisa masuk ke dalam makam leluhur sesuka hati mereka, tapi pemuda yang dikabarkan bermata satu itu malah lancang memasukinya."Maafkan atas gangguan yang terjadi," ucap Maharajo Lelo kepada Panglima Berjanggut Pendek."Tidak masalah Yang Mulia, kembali ke bahasan sebelumnya, saya berharap dengan sangat agar Yang Mulia Raja mau melindungi Delima Kemala Putri, lebih lagi dia memiliki darah Swarnadwipa pula."Maharajo Lelo tampak berpikir saat ini, keningnya mengernyit. Kemudian seorang penaseh
"Lama tidak bertemu, Yang Mulia Raja?" sapa Lanting Beruga.Tiga Panglima yang pernah mengiring Maharajo Lelo dalam pertemuan Serikat Satria kini menelan ludah. Jikalah bisa dilakukan, mereka ingin berlari ke ujung dunia dan sembunyi di lubang semut karena takut."Elang ...Api?" tanya Maharajo Lelo."Hahaha ...Aku kira kau tidak mengingat wajahku," timpal Lanting Beruga."Anu, begini ..." Maharajo Lelo menarik nafas dalam-dalam, memutar otaknya untuk menemukan kalimat yang pas untuk diucapkan. "Hemmm ...apa yang membuat dirimu datang ke seni? ...hemmm ...kenapa kau?""Kenapa aku pergi ke Swarnadwipa, atau kenapa aku datang ke makam leluhur bangsawan?" Lanting Beruga balik bertanya."Elang Api ..." Seorang Panglima membuka suara lebih dahulu, "Begini, sudah adat Swarnadwipa untuk melarang orang asing mengunjungi makam leluhur Bangsawan, kami hanya mengikuti aturan itu, kami tidak bermaksud melarang dirimu datang ke sini, tapi ..."
Penyakit yang yang tidak jelas asal muasalnya ini membuat geger seisi Istana Swarnadwipa. Telah banyak tabib dikerahkan oleh Yang Mulia Maharajo Lelo, tapi tidak membuahkan hasil. Sekarang kondisi Pangeran Racak Bagudik semakin parah, dia tidak hanya demam tinggi tapi muncul bercak-bercak merah pada kulitnya. Usia Pangeran Racak Bagudik baru menginjak 15 tahun, begitu berbakat dalam ilmu politik dan perdagangan tapi lemah di bidang seni bela diri. "Bagaimana kondisi Putraku?" tanya Maharajo Lelo setelah seorang tabib terkenal memeriksa kondisi Pangeran Racak Bagudik. "Maafkan hamba Yang Mulia Raja-" Maharajo Lelo mengangkat tangannya, menginstruksikan agar tabib itu tidak menjelaskan apapun lagi. Dia sudah tahu jawaban Maharajo Lelo. Tabib tadi adalah yang ke 20 dari semua tabib terbaik di wilayah ini. Tidak ada lagi tabib lain, meskipun ada, tabib-tabib itu hanyalah tabib kelas rendahan. Setelah tiga hari lamanya
Lanting Beruga berjalan dengan wajah yang begitu kesal. Hampir saja dia menarik pedangnya dan membuat onar di tempat ini.Delima Kemala Putri beberapa kali menghibur pemuda itu, dan tampaknya hanya itu yang bisa membuat hati Lanting Beruga terasa sedikit lebih tenang.Setelah dua hari berjalan grasak-grusuk, Lanting Beruga menemukan sebuah bangunan besar yang berada di pusat kota. Bangunan besar itu belum sepenuhnya jadi.Beberapa bagian dinding bangunan belum terpasang utuh, juga masih terlihat banyak potongan-potongan kayu di sekitar bangunan."Toko Cendrawasih?" gumam Lanting Beruga."Kakak mengetahui toko tersebut?" tanya Delima Kemala Putri."Tunggu sebentar di sini!" ucap Lanting Beruga.Panglima Berjanggut Pendek hanya mengangguk tanda setuju. Setelah mengetahui jati diri Lanting Beruga yang sesungguhnya, dia tidak banyak mengatur perjalanan Delima Kemala Putri.Yang dia inginkan hanya keselamatan Tuan kecilnya saj
"Pimpinan Cabang kenapa kau bersujud di kaki pemuda ini, siapa sebenarnya dia?" salah satu pendekar jaga belum bisa mencerna tindakan yang dilakukan oleh Wanita yang ditunjuk oleh Pemimpin Cabang Toko Cendrawasih.Dengan wajah merah, Pemimpin Cabang itu menarik lengan kanan semua pelayan dan para pendekar, "Dia ini yang bernama Lanting Beruga, pemegang setengah saham Toko Cendrawasih.""Setengah saham?" pelayan nyaris muntah darah mendengar ucapan pimpinan cabang tersebut.Dengan wajah yang diliputi rasa malu, pelayan itu membungkuk di hadapan Lanting Beruga, "Tuan Muda, maafkan atas kelancanganku, sungguh aku tidak tidak tahu bahwa dirimu adalah Tuanku Lanting Beruga.""Apa selalu seperti ini sikap kalian terhadap orang biasa?" tanya Lanting Beruga.Mendengar hal itu, semua pelayan bahkan Pimpinan Cabang hanya tertunduk tidak bicara."Sudahlah lupakan hal ini," ucap Lanting Beruga, "aku hanya ingin bicara dengan dirimu."