"Lama tidak bertemu, Yang Mulia Raja?" sapa Lanting Beruga.
Tiga Panglima yang pernah mengiring Maharajo Lelo dalam pertemuan Serikat Satria kini menelan ludah. Jikalah bisa dilakukan, mereka ingin berlari ke ujung dunia dan sembunyi di lubang semut karena takut.
"Elang ...Api?" tanya Maharajo Lelo.
"Hahaha ...Aku kira kau tidak mengingat wajahku," timpal Lanting Beruga.
"Anu, begini ..." Maharajo Lelo menarik nafas dalam-dalam, memutar otaknya untuk menemukan kalimat yang pas untuk diucapkan. "Hemmm ...apa yang membuat dirimu datang ke seni? ...hemmm ...kenapa kau?"
"Kenapa aku pergi ke Swarnadwipa, atau kenapa aku datang ke makam leluhur bangsawan?" Lanting Beruga balik bertanya.
"Elang Api ..." Seorang Panglima membuka suara lebih dahulu, "Begini, sudah adat Swarnadwipa untuk melarang orang asing mengunjungi makam leluhur Bangsawan, kami hanya mengikuti aturan itu, kami tidak bermaksud melarang dirimu datang ke sini, tapi ..."
<Penyakit yang yang tidak jelas asal muasalnya ini membuat geger seisi Istana Swarnadwipa. Telah banyak tabib dikerahkan oleh Yang Mulia Maharajo Lelo, tapi tidak membuahkan hasil. Sekarang kondisi Pangeran Racak Bagudik semakin parah, dia tidak hanya demam tinggi tapi muncul bercak-bercak merah pada kulitnya. Usia Pangeran Racak Bagudik baru menginjak 15 tahun, begitu berbakat dalam ilmu politik dan perdagangan tapi lemah di bidang seni bela diri. "Bagaimana kondisi Putraku?" tanya Maharajo Lelo setelah seorang tabib terkenal memeriksa kondisi Pangeran Racak Bagudik. "Maafkan hamba Yang Mulia Raja-" Maharajo Lelo mengangkat tangannya, menginstruksikan agar tabib itu tidak menjelaskan apapun lagi. Dia sudah tahu jawaban Maharajo Lelo. Tabib tadi adalah yang ke 20 dari semua tabib terbaik di wilayah ini. Tidak ada lagi tabib lain, meskipun ada, tabib-tabib itu hanyalah tabib kelas rendahan. Setelah tiga hari lamanya
Lanting Beruga berjalan dengan wajah yang begitu kesal. Hampir saja dia menarik pedangnya dan membuat onar di tempat ini.Delima Kemala Putri beberapa kali menghibur pemuda itu, dan tampaknya hanya itu yang bisa membuat hati Lanting Beruga terasa sedikit lebih tenang.Setelah dua hari berjalan grasak-grusuk, Lanting Beruga menemukan sebuah bangunan besar yang berada di pusat kota. Bangunan besar itu belum sepenuhnya jadi.Beberapa bagian dinding bangunan belum terpasang utuh, juga masih terlihat banyak potongan-potongan kayu di sekitar bangunan."Toko Cendrawasih?" gumam Lanting Beruga."Kakak mengetahui toko tersebut?" tanya Delima Kemala Putri."Tunggu sebentar di sini!" ucap Lanting Beruga.Panglima Berjanggut Pendek hanya mengangguk tanda setuju. Setelah mengetahui jati diri Lanting Beruga yang sesungguhnya, dia tidak banyak mengatur perjalanan Delima Kemala Putri.Yang dia inginkan hanya keselamatan Tuan kecilnya saj
"Pimpinan Cabang kenapa kau bersujud di kaki pemuda ini, siapa sebenarnya dia?" salah satu pendekar jaga belum bisa mencerna tindakan yang dilakukan oleh Wanita yang ditunjuk oleh Pemimpin Cabang Toko Cendrawasih.Dengan wajah merah, Pemimpin Cabang itu menarik lengan kanan semua pelayan dan para pendekar, "Dia ini yang bernama Lanting Beruga, pemegang setengah saham Toko Cendrawasih.""Setengah saham?" pelayan nyaris muntah darah mendengar ucapan pimpinan cabang tersebut.Dengan wajah yang diliputi rasa malu, pelayan itu membungkuk di hadapan Lanting Beruga, "Tuan Muda, maafkan atas kelancanganku, sungguh aku tidak tidak tahu bahwa dirimu adalah Tuanku Lanting Beruga.""Apa selalu seperti ini sikap kalian terhadap orang biasa?" tanya Lanting Beruga.Mendengar hal itu, semua pelayan bahkan Pimpinan Cabang hanya tertunduk tidak bicara."Sudahlah lupakan hal ini," ucap Lanting Beruga, "aku hanya ingin bicara dengan dirimu."
Sementara itu, setelah 3 hari diusirnya Delima Kemala Putri dari Swarnadwipa, tampaknya kesehatan Pangeran Racak Bagudik tidak kunjung membaik, malah semakin hari semakin parah. Ini benar-benar mengkhawatirkan seluruh isi Istana. Permaisuri menangis berhari-hari ketika menyaksikan kondisi putranya yang kini mirip seperti mayat hidup. Mati belum, hidup pun tidak. Bintik merah memenuhi seluruh tubuh Pangeran Racak Bagudik, seperti penyakit cacar tapi lebih parah lagi. Hal ini membuat Yang Mulia Maharajo Lelo memutuskan untuk mengadakan sebuah sayembara. "Barang siapa yang dapat menyembuhkan Putranya, jika dia seorang wanita maka akan diangkat menjadi menantunya, ditikahkan kepada Pangeran Racak Bagudik, tapi jika dia seorang lelaki, maka akan menjadi Pangeran di Swarnadwipa. Laki-laki itu akan diberi sebuah wilayah dibawah kekuasaan Kerajaan Swarnadwipa." Sayembara itu disebar luaskan oleh prajurit Swarnadwipa dari tanah utara samp
Toko Cendrawasih tidak bisa menyiapkan Bung Uji Lesturi untuk saat ini, meskipun diusahakan mereka masih membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tiba di Swarnadwipa, tapi Pangeran Racak Bagudik tidak memiliki waktu yang banyak.Jika beberapa hari ke depan dia tidak lekas diobati, racun itu akan membunuhnya, dan kemudian akan menyerang pihak keluarganya sendiri.Dengan berat hati, Para prajurit itu kembali ke Istana dengan tangan hampa."Sayang sekali," ucap Pimpinan Cabang Toko Cendrawasih."Aku memiliki bunga itu," jawab Lanting Beruga, "tapi aku tidak akan memberikannya kepada mereka, mengingat apa yang telah dilakukan Maharajo Lelo kepada Delima Kemala Putri tempo hari.""Tuan Muda memilikinya?" tanya Pimpinan Cabang.Lanting Beruga tersenyum tipis, kemudian berkata, "Aku tidak akan menyerahkannya."Setelah mengatakan hal itu, Lanting Beruga dan Delima Kemala Putri pergi meninggalkan Toko Cendrawasih.Pimpinan Cabang Toko se
Seorang Pelayan berbadan bulat dengan perut buncit mengendap keluar dari rumahnya sore ini. Dia bersama dengan istrinya, membawa beberapa buntelan besar yang berisi makanan dan mungkin juga uang."Cepat, kita tidak bisa lagi berada di dalam Istana, atau kita akan mati dibunuh!" ucap sang suami.Sang Istri tampak ketakutan saat ini, jadi bergegas membuntuti suaminya, berjalan melewati gang-gang sempit perumahan warga."Suamiku, apa mereka mengetahui tindakan dirimu?" tanya istrinya, sambil ketakutan bukan kepalang."Penasehat Raja benar-benar cerdas, aku tidak percaya tindakan yang kulakukan diketahui oleh dirinya.""Suamiku, jika seperti ini kita tidak bisa menjadi orang kaya ..." ucap Sang Istri.Wanita tua itu begitu senang setelah Suminya pulang ke rumah dengan 100 ribu keping emas yang didapatkan dari melakukan tindak kriminal kepada Pangeran Racak Bagudik.Dengan uang sebanyak itu, mereka berdua bisa memutuskan untuk berhenti men
"Jadi, kau yang meracuni Pangeran Racak Bagudik, kemudian menuduh Delima Kemala Putri yang menjadi biang masalahnya?" Lanting Beruga tersenyum sinis, "Pintar sekali, apa Negri sembilan yang mengutusmu?""Pangeran Racak Bagudik terlalu sombong, dia layak untuk mendapatkannya.""Oh, jadi bukan hanya karena uang, kau juda punya dendam lain kepada Pangeran," Lanting Beruga menggelengkan kepala, lalu menciptakan sebuah pedang merah bara dari kekuatan roh api. "Aku tidak peduli masalahmu dengan pangeran, tapi kau memanfaatkan Delima Kemala Putri, hari ini kau harus membayarnya dengan nyawa."Penasehat itu tersenyum pahit, dia merupakan salah satu pendekar hebat di Swarnadwipa setingkat Panglima, tapi Lanting Beruga merupakan salah satu dari Serikat Satria."Aku tidak peduli meskipun kau anggota Serikat Satria, jika kau mati di sini, tidak akan ada yang tahu mengenai rahasia ini."Penasehat itu menyerang Lanting Beruga dengan jurus level tinggi. Tidak tan
"Huhhh ..." Lanting Beruga memutar matanya ke arah Delima Kemala Putri, tapi gadis kecil itu malah tersenyum tipis, mengedipkan mata beberapa kali dan bersikap manja."Baiklah," ucap Lanting Beruga, "Aku ingin bertemu dengan Maharajo Lelo.""Maafkan kami Tuan Pendekar, tapi kami hanya-"Wush.Lanting Beruga tidak bisa menahan sabarnya kali ini. Dia membuka mata kirinya, dan seketika energi batin menjatuhkan para penjaga gerbang itu."Sebaiknya kalian tidur, oh ...kalian kencing di celana," ucap Delima Kemala Putri.Gadis itu berlari lebih dahulu masuk ke dalam Istana, sementara ada banyak prajurit yang mencoba menahan dirinya. Lanting Beruga menghajar semua orang yang hendak menyakiti Delima Kemala Putri dengan bagian tumpul bilah pedang.Jika dia ingin, beberapa prajurit mungkin sudah mati.Sementara di sisi lain, Yang Mulia Maharajo Lelo hanya bisa menyandar di dinding dengan kepala tertunduk pilu. Sekarang dia melihat ada be