Seorang Pelayan berbadan bulat dengan perut buncit mengendap keluar dari rumahnya sore ini. Dia bersama dengan istrinya, membawa beberapa buntelan besar yang berisi makanan dan mungkin juga uang.
"Cepat, kita tidak bisa lagi berada di dalam Istana, atau kita akan mati dibunuh!" ucap sang suami.
Sang Istri tampak ketakutan saat ini, jadi bergegas membuntuti suaminya, berjalan melewati gang-gang sempit perumahan warga.
"Suamiku, apa mereka mengetahui tindakan dirimu?" tanya istrinya, sambil ketakutan bukan kepalang.
"Penasehat Raja benar-benar cerdas, aku tidak percaya tindakan yang kulakukan diketahui oleh dirinya."
"Suamiku, jika seperti ini kita tidak bisa menjadi orang kaya ..." ucap Sang Istri.
Wanita tua itu begitu senang setelah Suminya pulang ke rumah dengan 100 ribu keping emas yang didapatkan dari melakukan tindak kriminal kepada Pangeran Racak Bagudik.
Dengan uang sebanyak itu, mereka berdua bisa memutuskan untuk berhenti men
"Jadi, kau yang meracuni Pangeran Racak Bagudik, kemudian menuduh Delima Kemala Putri yang menjadi biang masalahnya?" Lanting Beruga tersenyum sinis, "Pintar sekali, apa Negri sembilan yang mengutusmu?""Pangeran Racak Bagudik terlalu sombong, dia layak untuk mendapatkannya.""Oh, jadi bukan hanya karena uang, kau juda punya dendam lain kepada Pangeran," Lanting Beruga menggelengkan kepala, lalu menciptakan sebuah pedang merah bara dari kekuatan roh api. "Aku tidak peduli masalahmu dengan pangeran, tapi kau memanfaatkan Delima Kemala Putri, hari ini kau harus membayarnya dengan nyawa."Penasehat itu tersenyum pahit, dia merupakan salah satu pendekar hebat di Swarnadwipa setingkat Panglima, tapi Lanting Beruga merupakan salah satu dari Serikat Satria."Aku tidak peduli meskipun kau anggota Serikat Satria, jika kau mati di sini, tidak akan ada yang tahu mengenai rahasia ini."Penasehat itu menyerang Lanting Beruga dengan jurus level tinggi. Tidak tan
"Huhhh ..." Lanting Beruga memutar matanya ke arah Delima Kemala Putri, tapi gadis kecil itu malah tersenyum tipis, mengedipkan mata beberapa kali dan bersikap manja."Baiklah," ucap Lanting Beruga, "Aku ingin bertemu dengan Maharajo Lelo.""Maafkan kami Tuan Pendekar, tapi kami hanya-"Wush.Lanting Beruga tidak bisa menahan sabarnya kali ini. Dia membuka mata kirinya, dan seketika energi batin menjatuhkan para penjaga gerbang itu."Sebaiknya kalian tidur, oh ...kalian kencing di celana," ucap Delima Kemala Putri.Gadis itu berlari lebih dahulu masuk ke dalam Istana, sementara ada banyak prajurit yang mencoba menahan dirinya. Lanting Beruga menghajar semua orang yang hendak menyakiti Delima Kemala Putri dengan bagian tumpul bilah pedang.Jika dia ingin, beberapa prajurit mungkin sudah mati.Sementara di sisi lain, Yang Mulia Maharajo Lelo hanya bisa menyandar di dinding dengan kepala tertunduk pilu. Sekarang dia melihat ada be
"Tuan Elang Api, kau mau pergi ke mana?" tiba-tiba Maharajo Lelo menghentikan langkah kaki Lanting Beruga dan Delima Kemala Putri, tepat ketika kesadaran Pangeran Racak Bagudik kembali. Lanting Beruga hanya terkekeh kecil, merogoh saku bajunya dan meletakan dua kuntum bunga Uji Lesturi di atas meja, lalu berkata, "Kalian semua sudah tertular penyakit Pangeran Racak Bagudik, ini adalah bunga Uji Lesturi sebagai penawarnya, rebuslah dalam kuali yang besar dan bagikan ke setiap prajurit dan pejabat kerajaan." "Tuang, Tuan Elang Api!" Maharajo Lelo mengejar Lanting Beruga, "Kenapa kau melakukan ini, aku telah menghina dirimu, tapi kau masih ingin membantuku!" "Hehe ...siapa bilang aku yang membantu dirimu, aku telah berjanji tidak akan menolongmu bukan? berterima kasihlah pada Delima Kemala Putri," ucap Lanting Beruga, "Kalian telah menjatuhkan harga dirinya, tapi malah dia yang menyelamatkan pangeran Racak Bagudik." Mendengar hal ini, wajah Maharajo Lelo
Lanting Beruga bersenandung kecil sepanjang jalan, sesekali bersiul kecil kemudian bersenandung lagi. Sungguh suara pemuda itu benar-benar jelek, membuat Delima Kemala Putri tertawa kecil karena lucu.Namun Garuda Kencana malah seperti keracunan karena suara jelek Lanting Beruga."Pulau yang jauh ....hohohoh ... aku mencari keberadaannya ...hohohoho..." nyanyian Lanting Beruga tidak berubah, seperti itu saja dari tadi."Klik Klik!""Kau tidak punya seni?" timpal Lanting Beruga, "Dasar burung bodoh, ini adalah lagu yang sangat menarik untuk dinyanyikan.""KLIK KLIK!" Garuda Kencana menjambak rambut Lanting Beruga yang terurai riap-riap."Garuda!" teriak Lanting Beruga, "Kenapa kau memukulku, dasar burung sialan!""Klik Klik Klik!"Garuda Kencana tidak peduli, dia bahkan lebih senang mendengar Lanting Beruga memaki dirinya, dibanding mendengar suara nyanyian pemuda bersuara cempreng itu.Namun tiba-tiba, langkah kaki merek
Lanting Beruga menoleh, pada saat yang sama pria itu melepaskan tekanan mengintimidasi dan aura membunuh yang kuat.Pedang besar di belakang tubuhnya begitu haus darah.Lanting Beruga mungkin tidak bisa merasakan tekanan kekuatan pria tersebut, tapi dia bisa mengetahui jika pedang di belakang pundak pria itu benar-benar haus darah.Langkah kakinya tegap mendekati Lanting Beruga, semakin dekat, dan semakin dekat.Lanting Beruga bergegas membalut tanda biru di lengan kiri Delima Kemala Putri, menutupi tanda biru tua itu."Kenapa kalian ada di sini?" tanya Asoka, tidak lain pria dengan pedang besar tadi. "Sangat aneh jika orang lemah seperti kalian berada di tempat ini?"Lanting Beruga memutar otaknya puluhan kali, mencari cara utuk menghindari pertempuran dengan Asoka.Bukan karena dia takut, tapi karena kondisi Delima Kemala Putri yang tidak memungkinkan.Lanting Beruga khawatir, akan ada orang yang melukai gadis kecil ini ketik
"Siapa kalian?" tanya Jia Lia. "Aku tidak pernah mendengar tentang kalian bertiga, terutama dirimu pemuda."Satrio Langit tersenyum kecil, seraya memutar-mutar lengan kanannya, sementara jari tangan pemuda itu mulai berbentuk semacam cakar."Kau ingin tahu siapa kami?" tanya Satrio Langit.Pria itu lantas mengangkat tangan ke atas, dan mengarahkan cakar kuat ke depan. Pada saat yang sama, gelombang kejut seolah wajah seekor singa raksasa menderu ke arah Jia Lia.Tekanan dari kekuatan itu bahkan bisa menghempaskan benda apapun."Sial, Menghindar!" teriak Jia Lia.Gadis itu melompat ke samping, tapi beberapa anak buahnya di belakang tidak dapat sempat melakukan tindakan, pada akhirnya terkena telak serangan Satrio Langit.Ada banyak pohon tumbang oleh energi itu, beberapa batu hancur dan muncul siring yang begitu besar antara Satrio Langit dan musuh-musuhnya."Kami berasal dari Sayap Putih," ucap Satrio Langit."Sayap Puti
Langit yang tadi terang benderang tiba-tiba gelap gulita, ketika bayangan hitam besar mulai perlahan menelan matahari.Ya, itu adalah gerhana matahari.Dalam hitungan waktu yang cepat, seluruh matahari hilang sudah dari pandangan, dan pada saat yang sama muncul cincin api di atas langit. Gerhana cincin total.Ini terlihat biasa, tapi di sini fenomena itu benar-benar membuat alam terasa mengerikan.Di samudra hindia, lautan bergerak tak menentu. Ombak tinggi bergulung seolah ketakutan dengan kemunculan sesuatu yang tidak diketahui.Pada saat yang sama, bumi mengalami gempa yang dahsyat. Jikalah itu bukan pendekar mereka mungkin akan jatuh karena tidak mampu berpijak.Lanting Beruga menyambar Delima Kemala Putri yang merasa sangat ketakutan."Tenanglah, tidak akan kubiarkan sesuatu yang buruk terjadi padamu!" ucap Lanting Beruga.Pada saat itu, pusaran air di tengah samudra hindia muncul.Delima Kemala Putri merasaka
Delima Kemala Putri merasakan ada banyak air yang memaksa masuk ke dalam mulutnya. Sakit? tentu saja. Kerongkongan gadis kecil itu bagai dijejal oleh benda keras.Dia hendak menangis, berteriak dan meminta pertolongan. Tapi air ini terlihat begitu hidup, selalu menyeretnya ke dalam lautan, tanpa berpikir apakah gadis itu akan mati atau tidak.Benar-benar keajaiban, sesekali kepala Delima Kemala Putri terbentur oleh batu karang, tapi tidak mengalami cidera, malah sebaliknya yang hancur adalah batu karang tersebut.'Kak Lanting!' Delima Kemala Putri hanya mengingat satu nama itu saja, air matanya menetes tapi di dalam air ini, tangisnya benar-benar tertutupi.Perasaan Delima Kemala Putri berangsur-angsur mulai lenyap, kesadarannya mulai diambil alih.Pada saat yang sama pula, Asoka menghentakkan kakinya ke tanah, lalu terbang mendekati pulau aneh yang baru saja muncul di tengah samudra hindia.Beberapa pendekar Serikat Naga mengiringi Asoka da
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m