Yang berkata barusan adalah Sunta Wira, pemuda itu berdiri di belakang Coyo Wigoro dengan dua tangan mendekap di depan dadanya.
Mungkin saja saat ini Coyo Wigoro akan marah, seperti yang sering dia lakukan kepada beberapa pemuda saat4 berkata kasar kepada dirinya.
Namun yang berkata barusan adalah Sunta Wira, pemuda terbaik di Desa Ranting Hijau. Nyali Coyo Wigoro menjadi ciut dalam seketika.
"Kau tidak ingin bertarung?" tanya Sunta Wira. "Kalau begitu jangan melakukan apapun sampai pertandingan ini dilaksanakan!"
"Aku mengerti!" ucap Coyo Wigoro lalu pergi meninggalkan perkumpulan itu bersama dengan teman-temannya.
Lila Sari membuang muka dari wajah Lanting Beruga, dan membuntuti Coyo Wigoro dengan cukup mesra.
Setelah kepergian mereka, Sunta Wira menatap Langting Beruga tanpa ekspresi. Pemuda itu tidak mengatakan apapun, lalu pergi begitu saja meninggalkan Lanting Beruga.
"Terima kasih ..." ucap Lanting Beruga, tapi Sunta Wira terus berlalu.
Lanting Beruga berjalan meninggalkan Menara Tiga Bintang, dia berhenti tepat di toko perlengkapan pendekar.
Toko itu yang paling besar di Desa Ranting Hijau. Akan ada banyak orang yang membeli senjata di dalam toko itu, tapi hari ini toko tersebut dipenuhi dengan para pemuda.
Antrian cukup panjang, jadi Lanting Beruga harus menunggu.
Karena matahari begitu terik dan panas, beberapa pendekar muda tidak menggunjing Lanting Beruga seperti hari-hari biasanya. Ini bagus, hari paling bagus bagi Lanting Beruga ketika berada di pusat desa.
Setelah beberapa lamanya menunggu, tiba pula giliran Lanting Beruga. Pemilik Toko ini adalah seorang wanita berperawakan seperti pria. Dia menggigit lidi setiap saat, mengikat rambutnnya ke atas, seperti ekor kuda.
"Kau Lanting Beruga, bukan?" tanya wanita itu, "aku dengar kau akan mengikuti pertandingan dua minggu lagi."
Lanting Beruga hanya mengangguk pelan, dia lantas menyerahkan 20 koin perak kepada pemilik toko tersebut. "Berikan aku pedang apapun."
Wanita ini menghela nafas berat, 20 keping perak sebenarnya tidak bisa ditukar untuk mendapatkan sebuah pedang paling lemah sekalipun.
Harga tiga pisau dapur saja senilai 25 keping perak.
Wanita itu menghilang untuk beberapa saat, dia kembali setelah mengambil sesuatu dari dalam toko itu.
Sementara Lanting Beruga hanya melirik sesaat senjata yang terpajang di sana, dia tidak ingin terlalu memperhatikannya, takut jika tiba-tiba hatinya terpikat pada salah satu pedang di sana.
"Harga pedang ini mencapai 50 keping perak," ucap wanita itu, "aku membelinya dengan harga begitu, tapi aku menghargai keinginanmu, jadi kuberikan ini dengan harga 20 keping perak."
Sebilah pedang cukup pendek jika dibandingkan dengan pedang lain yang ada di sini. Ada noda karat di tepi mata pedang tersebut, tampak tidak terawat.
Pedang ini mungkin sudah tidak laku lagi, terlihat usang sekali.
Namun tanpa di duga, Lanting Beruga menyunggingkan senyum bahagia ketika menyentuh pedang tersebut.
Jika mereka menganggap ini pedang buruk, bagi Lanting Beruga ini adalah pedang terbaik yang pernah dia miliki. Daripada pedang bambu, pikir dirinya.
"Pedang ini jauh lebih baik, Nyai." Lanting Beruga membungkuk memberi ucapan terima kasih, lalu pergi dari toko itu dengan riang.
Beberapa pendekar muda yang ada di sana, mencengkram perut untuk menahan tawa mereka.
"Dia seperti baru saja mendapatkan sebongkah emas hanya dengan pedang jelek itu ..." ejek salah satu dari pendekar muda.
Lanting Beruga tersenyum kecil, semangatnya berlatih semakin tinggi ketika pedang itu berada di samping pinggangnya.
Ketika berada persimpangan jalan, pemuda itu berhenti di sebuah rumah cukup besar. Rumah pimpinan desa ini.
Ada banyak orang di rumah itu, para orang tua dan beberapa pendekar berwajah garang.
Lanting Beruga mendekat, mendengar jika rumah Pimpinan Desa baru saja kerampokan.
Semua harta benda yang dimiliki Pimpinan desa ludes di bawa bandit, bahkan istri dan anaknya mengalami luka yang cukup parah.
Pimpinan Desa berjalan keluar rumah, kepalanya diperban kain putih, tapi kini mejadi sedikit merah karena darah.
Sudah sepantasnya pimpinan desa menjadi incaran bandit, dia memang paling kaya di sini.
"Pimpinan Desa," berseru beberapa pendekar dewasa di depan rumah pria itu, "katakan kemana arah pergi para bandit tersebut, kami akan mengejarnya."
Pimpinan Desa mula-mula tidak ingin mengatakannya, dia tidak ingin warga desanya mengalami hal-hal yang tidak diinginkan, tapi para pendekar mendesak pria itu.
"Dia lari ke arah tenggara," ucap Pimpinan Desa.
Bersegeralah para pendekar itu pergi ke arah tenggara, jumlahnya 7 orang berada pada pendekar level 5.
Entah kenapa keinginan bertarung Lanting Beruga tiba-tiba muncul, dia diam-diam mengikuti para pendekar itu.
Semua orang memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup baik, Lanting Beruga kesulitan mengikuti 7 orang yang berlari seperti kuda gila.
Sesekali pemuda itu melihat 7 pendekar berpijak di ujung rumput, melompat di atas ranting kering dan sesekali melangkahi pohon pendek.
"Andai aku memiliki ilmu meringankan tubuh," gumam Lanting Beruga. "Sial, aku masih harus banyak berlatih."
Pemuda itu berlari secepat yang dia bisa, menerobos semak belukar atau sesekali memotong akar sulur yang menghalangi langkah kakinya.
Namun tetap saja dia tertinggal sangat jauh, beberapa menit kemudian Lanting Beruga bahkan tidak tahu lagi kemana arah tujuannya.
Dia tidak pernah keluar dari desa ini, jadi tentu tidak paham bentang alam yang mengelilingi kampung halamannya.
Semakin dia berlari, hutan yang dia lewati semakin lebat dan terasa lembab lagi sedikit remang.
Matahari mulai kesulitan masuk ke dalam hutan karena daun-daun yang lebat.
"Mungkin juga ke arah sana!" ucap Lanting Beruga, menerobos ke depan.
Tapi dia benar-benar kehilangan jejak para pendekar, pemuda itu telah tersesat di dalam hutan rimba ini.
Lanting Beruga terhenti di tepi jurang. Jika selangkah saja dia berjalan, tubuh pemuda itu sudah barang tentu masuk ke dalam jurang yang dalam.
Saat menatap ke belakang, tidak ada apapun kecuali hanya bentang hutan rimba yang begitu lebat.
Di bawah jurang ini ada aliran sungai yang mengalir deras, suaranya menderu seperti musik menakutkan.
Namun tiba-tiba dia mendengar suara datang dari arah samping, Lanting Beruga tidak tahu suara apa itu, sampai dia merasa cukup yakin jika itu adalah langkah kaki.
Baru saja menoleh ke samping, tubuh pemuda itu terseret hampir lima depa jauhnya oleh kekuatan seseorang.
Pria berpakaian hitam, dengan topi dari anyaman bambu berdiri tegap di dekat pemuda itu. Di belakang pria tersebut, ada 5 orang pria lain dengan membawa buntelan besar di pundak mereka.
Para Bandit. Kenapa Lanting Beruga yang pertama kali bertemu dengan bandit-bandit ini?
"Hei anak muda," ucap pria bertopi bambu, "Apa kau pendekar yang diutus untuk menangkap kami?"
Para bandit ini telah berada di level lima beberapa yang lain berada di level empat, mereka semua sangat kuat. Lanting Beruga atau pemuda yang setingkat dirinya, tidak mungkin bisa berhadapan dengan bandit, meski hanya melawan satu saja.Pemuda itu berdiri sambil menahan lehernya yang terasa sakit. Kepalan tinju para bandit ini mendarat tepat di kerongkongannya.Si bos bandit, sekali lagi menyeringaikan bibirnya, terlihat tidak ramah. "Sayang sekali, kau telah melihat wajah kami, jadi kau harus mati!"Lanting Beruga hanya terdiam, dia menarik pedang yang baru saja dibelinya, mengarahkan pedang itu kepada lawan-lawannya."Bunuh anak ini, kita harus cepat!" ucap pimpinan bandit tersebut.Seorang pria di belakang pimpinan berjalan ke depan, dari semua orang mungkin dia yang paling lemah, tapi tetap saja memiliki kekuatan yang bukan tandingan Lanting Beruga.Pria itu menarik sebilah golok yang tergantung di samping pinggangnya, memainkan golok itu den
Ada banyak pertanyaan di kepala pemuda itu, tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk mencari jawabannya. Sekarang waktunya bertarung.Dari 6 orang bandit itu, 3 di antaranya telah dikalahkan oleh Lanting Beruga, tapi yang tersisa sekarang adalah yang paling kuat.Dua orang ini berada di puncak pendekar level empat, kekuatan mereka jelas berbeda dengan tiga orang yang baru saja kalah tadi."Sepertinya kami terlalu meremehkan dirimu!" ucap dua orang itu, mereka mulai mengayunkan goloknya.Lanting Beruga menyambut serangan itu dengan kesulitan, meski dia sebelumnya mendapatkan kekuatan dari Roh Api, tapi sepertinya kekuatan itu tidak muncul setiap saat. Mungkin hanya pada waktu genting saja, atau pula! entahlah.Si bandit hampir saja membunuh pemuda itu dalam serangan berikutnya, Lanting Beruga mengalami luka di bagian pipi.Jika dia gagal menghindari serangan tadi, tentu bukan pipinya yang akan mengalami luka, melainkan batang lehernya
Intan Ayu, Lanting Beruga menyimpan nama itu dalam-dalam, dia akan mengingat nama gadis dingin yang menolong dirinya.Lanting Beruga masih berdiam diri, ketika pandangannya terpaku pada sosok Intan Ayu yang pergi menjauh. Lalu hilang di telan hutan rimba."Ilmu pedang yang sangat hebat," ucap Lanting Beruga, "meskipun kau bilang tidak akan bertemu denganku, tapi aku yakin kita akan berjumpa lagi."Beberapa saat kemudian, pasukan pendekar yang dikirim oleh pimpinan desa tiba di dekat Lanting Beruga. Sontak saja wajah mereka menjadi tegang, karena melihat ada banyak mayat bergeletakan di sekitar pemuda itu."Apa kau yang membunuh mereka semua?" Salah seorang bertanya kepada Lanting Beruga."Iya-," tapi Lanting Beruga segera tersadar, jika para pemuda desa ini tidak mungkin percaya dia telah mengalahkan sebagain dari perampok, jadi dia segera berkata, "maksudku, bukan aku yang mengalahkan mereka, aku telah melihat mereka seperti ini sewaktu aku tiba d
Tidak mudah mendapatkan sumber daya pelatihan seperti yang diberikan oleh Pimpinan desa kepada Lanting Beruga.Meski sumber daya pelatihan untuk meningkatkan kekuatan pisik jauh lebih murah daripada meningkatkan tenaga dalam, tapi tetap saja harganya begitu mahal. Hanya orang kaya yang bisa mendapatkan sumber daya pelatihan dengan cukup banyak.Ketika malam hari, Lanting Beruga membuka kotak kecil yang baru saja diserahkan oleh Seno Geni."Kakek, benda apa ini?" tanya Lanting Beruga.Pemuda itu tidak tahu menahu mengenai sumber daya pelatihan ataupun semacamnya. Dia hanya punya satu keyakinan, yaitu menjadi pendekar hebat bisa dicapai dengan berlatih sangat keras.Pemahaman itu tentu saja tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Berlatih keras memang penting, tapi sumber daya pelatihan juga tidak kalah lebih penting.Banyak pendekar kaya raya rela menghabiskan uang mereka hanya untuk mendapatkan sumber daya pelatihan y
Wulandari tidak tahu apapun, dia mendengar teriakan suaminya dari dalam bilik, terdengar sangat khawatir, jadi wanita tua itu bergegas mengambil satu tong kecil air dari dapur."Berikan air itu cepat!" ucap Seno Geni.Wulandari hampir saja jatuh pingsan karena melihat tubuh Lanting Beruga yang mirip seperti udang panggang. Wajahnya merah, dan muncul urat-urat yang bercahaya seperti magma. Entah apa yang terjadi, tapi Lanting Beruga terlihat begitu kesakitan.Seno Geni menyiram tubuh Lanting Beruga, berharap warna merah di tubuh cucunya segera padam, seperti padamnya api yang disiram oleh air, tapi dugaan Seno Geni salah. Air yang jatuh di tubuh Lanting Beruga menguap dengan cepat, lalu lenyap."Ambilkan air sebanyaknya!" ucap Seno Geni.Wulandari yang sudah tua berusaha berlari secepat yang dia bisa, mengambil banyak tong air kecil, menyiram tubuh Lanting Beruga beberapa kali, tapi tetap saja warna merah di tubuh pemuda itu tidak kunjun
Mencapai tulang besi level empat hanya dalam dua hari saja, merupakan pencapaian terbaik yang pernah dilakukan oleh Lanting Beruga. Ini sangat mengagumkan, hanya ada segelintir orang yang dapat melakukannya dengan waktu secepat itu.Tulang besi level empat banyak digunakan oleh pendekar level 4 dan level 5."Roh api benar-benar membantu dirimu, Cucuku. Tidak masalah kau tidak memiliki tenaga dalam, roh api akan menggantikan tenaga dalam itu."Lanting Beruga mengangguk pelan, dia juga merasakan roh api, meski selalu diam, tapi banyak membantu dirinya. Mungkin saja dia butuh pendekatan yang lebih baik lagi, memanfaatkan kekuatan itu tampaknya ide yang sangat baik."Eyang, jika ada satu pil pengeras tulang lagi, mungkin aku bisa mencapai level selanjutnya.""Cucuku, melangkahlah dengan pelan tapi pasti, semua ada prosesnya, jangan seperti cabai, mulanya pedas dan panas tapi kemudian hilang. Ketahuilah, pil ini tidak akan berguna lagi untukmu, kau butu
Keesokan harinya, sebelum matahari muncul di ufuk timur, Lanting Beruga telah bangun lebih awal dari pada Kakek dan Neneknya.Malam tadi dia tidur sedikit terlambat karena suara Roh Api yang tiba-tiba. Pemuda itu menunggu sampai benar-benar larut, berharap suara Roh Api kembali terdengar, tapi sampai dia tertidur dalam posisi dudukpun, Roh Api tidak kunjung muncul.Saat subuh ini, Lanting Beruga mencari batu asah di dapur. Dengan bantuan obor kecil, pemuda itu mulai menajami pedangnya dengan teliti.Lanting Beruga belum pernah belajar cara mengasah pedang yang baik, -tekanan dan tingkat kemiringan pedang saat mengaasah contohnya-, tapi dengan modal yakin, pemuda itu bisa menciptakan mata pedang yang cukup tajam lagi kuat."Pedang ini memang tidak terlalu bagus, tapi jika aku bisa mengendalikan gerakan dan memahami serangan lawan, pedang ini masih bisa bertahan sampai 1 tahun lagi."Setelah matahari benar-benar terbit, barulah pemuda itu menyelesaik
Lanting Beruga melihat ke samping, 3 orang pendekar muda berdiri dengan pedang terhunus ke depan. Dari pakaiannya Lanting Beruga bisa tahu jika mereka semua adalah murid dari Sekte Pedang Perak."Lancang sekali kau mengusik pendekar dari desa kami?" seorang pria bernama Lundra Pati berkata dengan geram. "Kami tidak pernah datang ke desa Ranting Hijau, membuat masalah seperti yang kau lakukan hari ini.""Tunggu!" ucap Lanting Beruga. "Aku tidak bermaksud-""Kakak Lundra Pati, orang ini datang ke sini ingin mencari masalah dengan desa kita.""Diam!" bentak Lundra Pati. "Dia tidak memiliki tenaga dalam, bagaimana mungkin kalian bisa dikalahkan olehnya?""Tapi Kakak, dia mungkin menggunakan cara licik untuk mengalahkan kami berdua. Kabar beredar jika dia menggunakan pakaian baja dibalik baju usangnya, Coyo Wigoro pernah juga ditipu oleh pemuda ini."Mata Ludra Pati menyipit, jelas tidak senang melihat Lanting Beruga. Bagaimana mungkin pemuda lem