Para bandit ini telah berada di level lima beberapa yang lain berada di level empat, mereka semua sangat kuat. Lanting Beruga atau pemuda yang setingkat dirinya, tidak mungkin bisa berhadapan dengan bandit, meski hanya melawan satu saja.
Pemuda itu berdiri sambil menahan lehernya yang terasa sakit. Kepalan tinju para bandit ini mendarat tepat di kerongkongannya.
Si bos bandit, sekali lagi menyeringaikan bibirnya, terlihat tidak ramah. "Sayang sekali, kau telah melihat wajah kami, jadi kau harus mati!"
Lanting Beruga hanya terdiam, dia menarik pedang yang baru saja dibelinya, mengarahkan pedang itu kepada lawan-lawannya.
"Bunuh anak ini, kita harus cepat!" ucap pimpinan bandit tersebut.
Seorang pria di belakang pimpinan berjalan ke depan, dari semua orang mungkin dia yang paling lemah, tapi tetap saja memiliki kekuatan yang bukan tandingan Lanting Beruga.
Pria itu menarik sebilah golok yang tergantung di samping pinggangnya, memainkan golok itu dengan menebas angin di sekitar dirinya sendiri.
Setelah itu dia menjilat mata pedang, lalu berteriak keras. Bersamaan dengan itu dia menyerang Lanting Beruga.
Teng.
Benturan pedang terdengar nyaring di telinga, beberapa burung kecil di sekitar mereka terbang berhamburan.
Lanting Beruga berhasil menangkis serangan tersebut.
Serangan ke dua datang lagi, dan kini lebih kuat dari sebelumnya.
Lanting Beruga masih bisa menahan, tapi pedangnya nyaris saja terlepas dari genggaman tangan.
Para bandit tertawa kecil, benar-benar lemah, pikir mereka. Sekarang mereka mempertanyakan akal pimpinan desa Ranting Hijau dengan mengirim pendekar lemah seperti Lanting Beruga.
"Apa kau sungguh seorang pendekar?" tanya bandit itu. "Aku tidak merasakan tenaga dalammu?"
"Aku memang pendekar," jawab Lanting Beruga, dia tidak malu mengakuinya, meski tenaga dalamnya sama sekali tidak ada.
Jika dia mengaku sebagai rakyat biasa, barangkali nyawanya mungkin akan diampuni oleh bandit itu, tapi harga diri sebagai pendekar pasti akan tercoreng.
"Pendekar sepertimu, tidak akan melewati level tiga!" timpal bandit itu, dia menyerang Lanting Beruga dengan serangan beruntun.
Tapi belum berhasil melukai barang sehelai rambut pemuda tersebut. Lanting Beruga bisa menahannya, atau sesekali menghindari serangan itu.
Untuk orang yang baru berlatih dengan pedang, gerakan Lanting Beruga sebenarnya cukup bagus. Dia punya bakat dalam teknik pedang.
Sebuah tebasan yang hampir mengakhirnya nyawanya berhasil dia hindari, pada saat yang sama Lanting Beruga berteriak keras.
"Jurus Air Memecah Batu!"
Serangan Lanting Beruga mendarat tepat di lengah lawannya, hampir saja membuat tangan itu putus.
Golok terlepas, darah muncrat sampai menodai wajah, termasuk pula wajah Lanting Beruga.
Serangan yang bagus sekali, tidak ada yang bakal menduga pendekar level satu menebas lengan pendekar level lima. Dan itu tanpa tenaga dalam, murni dari teknik pedangnnya.
Lanting Beruga mundur beberapa langkah jauhnya, dia mengatur nafas yang mulai tersengkal-sengkal, tapi demikian dia tidak pernah lengah. Lanting Beruga mungkin tidak menatap wajah lawan-lawannya, dan dia memang tidak gemar menatap wajah orang lain, tapi kewaspadaan dirinya benar-benar bagus.
"Tanganku! tanganku!" ucap pria itu, berjalan terseok-seok ke arah pimpinan bandit, tapi sayang sekali, bos itu malah membunuh temannya tersebut.
"Jatah pembagian rampasan menjadi berkurang!" ucap pimpinan bandit itu.
Lanting Beruga menahan diri untuk tidak berteriak, ini adalah pembunuhan pertama yang dia lihat tepat di depan dirinya.
Tentu saja dia sering mendengar mengenai kekejaman para bandit, membunuh dan memperkosa, tapi yang ada di depan dirinya hampir saja melemahkan mentalnya sendiri.
Tidak, jangan kalah dengan darah, batin Lanting Beruga berseru.
"Kau!" ucap pimpinan bandit itu, "bunuh pemuda tersebut!"
Dua orang melangkah sekaligus, kali ini wajah mereka benar-benar serius. Tidak ada keraguan di dalam pandangan mata mereka.
Pertarungan antara Lanting Beruga dan dua orang itu berlangsung begitu sengit. Aksi saling serang berlangsung cukup lama.
Sesekali Lanting Beruga terkena tendangan yang membuat dia tersungkur dan berguling beberapa depa jauhnya, tapi dia terus bangkit dan bangkit.
Pemuda itu menangkis semua serangan yang datang, tapi dalam sebuah kesempatan, salah satu dari lawannya berhasil melepaskan tebasan ke arah bahu.
Lanting Beruga telah menahan tebasan itu dengan mata pedangnya, tapi kekuatan tebasan membuat dia berlutut, dan mata pedang lawan sedikit memakan dagingnya.
Belum pula sempat berdiri, yang lain telah menendang batang lehernya.
Darah merah keluar dari mulut Lanting Beruga, dia jatuh berguling dan nyaris jatuh ke dalam jurang.
Namun sial sekali, musuh tidak membiarkan dia menarik nafas lega, Lanting Beruga di tendang keras di tengah perutnya, membuat dia jatuh ke dalam jurang.
Tunggu! dia belum jatuh, Lanting Beruga masih bertahan di pinggir jurang dengan berpegangan pada sebuah batu terjal.
Tangan kanan pemuda itu masih mencengkram gagang pedangnya dengan kuat, sementara tangan kirinya bertahan agar tidak jatuh.
"Kau punya keinginan hidup yang besar ...." ejek salah satu dari mereka, "bagus-bagus sekali, kadang kala orang lemah memang memiliki tekad yang lebih besar dari pada orang kuat."
"Tapi," ucap salah satu yang lain, mengangkat goloknya cukup tinggi, "kau tetap harus mati!"
Mata golok bandit itu mengayun dengan cepat, tujuannya sudah pasti, ingin memotong tangan Lanting Beruga dan membiarkan pemuda itu jatuh ke dalam jurang.
Namun pada saat hal itu terjadi, waktu di sekitar mereka seakan berjalan begitu lambat. Lanting Beruga bisa melihat pergerakan golok itu menjadi begitu lambat.
Bukan hanya hal itu, udara di sekitar dirinya tampak menguap, seperti uap pada kuali gulai yang panas.
Dan ketika baru saja mata golok musuh hampir menyentuh tangan Lanting Beruga, aliran energi tidak kasat mata membuat pemuda itu dapat melakukan sesuatu dengan cepat.
Dia melepaskan pegangan pada batu, menangkap batu lain dan berputar di udara ke arah atas.
Kakinya tiba-tiba saja menendang leher bandit itu, dan membuat salah satu dari dua orang itu jatuh ke dalam jurang, menggantikan dirinya.
Lanting Beruga kini berdiri di tepi jurang, memperhatikan lawannya yang jatuh ke dalam air deras.
Dia kemudian memperhatikan satu lagi lawannya yang berdiri dengan wajah sedikit takut.
"Apa yang terjadi denganku?" ucap Lanting Beruga, gerakan semacam itu tidak pernah dipelajarinya sebelumnya.
Dia bahkan tidak ingat pernah memiliki tendangan yang begitu kuat, dan juga pergerakan yang begitu lincah.
Si bandit tersentak, ketika Lanting Beruga dipenuhi dengan tanda tanya, jadi dia menyerang pemuda itu selagi sempat.
Tapi Lanting Beruga bisa menghindarinya dengan baik, dia berputar cepat dan kini telah berada di belakang musuhnya.
Belum sempat menoleh ke belakang, Lanting Beruga telah mendaratkan tebasan yang membuat bagian leher orang itu terluka.
Mungkin tidak putus, tapi luka sebesar itu tidak akan membuat pria tersebut bertahan lama. Dia jatuh pula ke dalam Jurang yang dalam, dan hilang di telan oleh sungai deras.
Namun Lanting Beruga menyadari sesuatu, kekuatan yang dia gunakan tadi bukan berasal dari dirinya.
"Apakah Roh Api?" gumam Lanting Beruga.
Ada banyak pertanyaan di kepala pemuda itu, tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk mencari jawabannya. Sekarang waktunya bertarung.Dari 6 orang bandit itu, 3 di antaranya telah dikalahkan oleh Lanting Beruga, tapi yang tersisa sekarang adalah yang paling kuat.Dua orang ini berada di puncak pendekar level empat, kekuatan mereka jelas berbeda dengan tiga orang yang baru saja kalah tadi."Sepertinya kami terlalu meremehkan dirimu!" ucap dua orang itu, mereka mulai mengayunkan goloknya.Lanting Beruga menyambut serangan itu dengan kesulitan, meski dia sebelumnya mendapatkan kekuatan dari Roh Api, tapi sepertinya kekuatan itu tidak muncul setiap saat. Mungkin hanya pada waktu genting saja, atau pula! entahlah.Si bandit hampir saja membunuh pemuda itu dalam serangan berikutnya, Lanting Beruga mengalami luka di bagian pipi.Jika dia gagal menghindari serangan tadi, tentu bukan pipinya yang akan mengalami luka, melainkan batang lehernya
Intan Ayu, Lanting Beruga menyimpan nama itu dalam-dalam, dia akan mengingat nama gadis dingin yang menolong dirinya.Lanting Beruga masih berdiam diri, ketika pandangannya terpaku pada sosok Intan Ayu yang pergi menjauh. Lalu hilang di telan hutan rimba."Ilmu pedang yang sangat hebat," ucap Lanting Beruga, "meskipun kau bilang tidak akan bertemu denganku, tapi aku yakin kita akan berjumpa lagi."Beberapa saat kemudian, pasukan pendekar yang dikirim oleh pimpinan desa tiba di dekat Lanting Beruga. Sontak saja wajah mereka menjadi tegang, karena melihat ada banyak mayat bergeletakan di sekitar pemuda itu."Apa kau yang membunuh mereka semua?" Salah seorang bertanya kepada Lanting Beruga."Iya-," tapi Lanting Beruga segera tersadar, jika para pemuda desa ini tidak mungkin percaya dia telah mengalahkan sebagain dari perampok, jadi dia segera berkata, "maksudku, bukan aku yang mengalahkan mereka, aku telah melihat mereka seperti ini sewaktu aku tiba d
Tidak mudah mendapatkan sumber daya pelatihan seperti yang diberikan oleh Pimpinan desa kepada Lanting Beruga.Meski sumber daya pelatihan untuk meningkatkan kekuatan pisik jauh lebih murah daripada meningkatkan tenaga dalam, tapi tetap saja harganya begitu mahal. Hanya orang kaya yang bisa mendapatkan sumber daya pelatihan dengan cukup banyak.Ketika malam hari, Lanting Beruga membuka kotak kecil yang baru saja diserahkan oleh Seno Geni."Kakek, benda apa ini?" tanya Lanting Beruga.Pemuda itu tidak tahu menahu mengenai sumber daya pelatihan ataupun semacamnya. Dia hanya punya satu keyakinan, yaitu menjadi pendekar hebat bisa dicapai dengan berlatih sangat keras.Pemahaman itu tentu saja tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Berlatih keras memang penting, tapi sumber daya pelatihan juga tidak kalah lebih penting.Banyak pendekar kaya raya rela menghabiskan uang mereka hanya untuk mendapatkan sumber daya pelatihan y
Wulandari tidak tahu apapun, dia mendengar teriakan suaminya dari dalam bilik, terdengar sangat khawatir, jadi wanita tua itu bergegas mengambil satu tong kecil air dari dapur."Berikan air itu cepat!" ucap Seno Geni.Wulandari hampir saja jatuh pingsan karena melihat tubuh Lanting Beruga yang mirip seperti udang panggang. Wajahnya merah, dan muncul urat-urat yang bercahaya seperti magma. Entah apa yang terjadi, tapi Lanting Beruga terlihat begitu kesakitan.Seno Geni menyiram tubuh Lanting Beruga, berharap warna merah di tubuh cucunya segera padam, seperti padamnya api yang disiram oleh air, tapi dugaan Seno Geni salah. Air yang jatuh di tubuh Lanting Beruga menguap dengan cepat, lalu lenyap."Ambilkan air sebanyaknya!" ucap Seno Geni.Wulandari yang sudah tua berusaha berlari secepat yang dia bisa, mengambil banyak tong air kecil, menyiram tubuh Lanting Beruga beberapa kali, tapi tetap saja warna merah di tubuh pemuda itu tidak kunjun
Mencapai tulang besi level empat hanya dalam dua hari saja, merupakan pencapaian terbaik yang pernah dilakukan oleh Lanting Beruga. Ini sangat mengagumkan, hanya ada segelintir orang yang dapat melakukannya dengan waktu secepat itu.Tulang besi level empat banyak digunakan oleh pendekar level 4 dan level 5."Roh api benar-benar membantu dirimu, Cucuku. Tidak masalah kau tidak memiliki tenaga dalam, roh api akan menggantikan tenaga dalam itu."Lanting Beruga mengangguk pelan, dia juga merasakan roh api, meski selalu diam, tapi banyak membantu dirinya. Mungkin saja dia butuh pendekatan yang lebih baik lagi, memanfaatkan kekuatan itu tampaknya ide yang sangat baik."Eyang, jika ada satu pil pengeras tulang lagi, mungkin aku bisa mencapai level selanjutnya.""Cucuku, melangkahlah dengan pelan tapi pasti, semua ada prosesnya, jangan seperti cabai, mulanya pedas dan panas tapi kemudian hilang. Ketahuilah, pil ini tidak akan berguna lagi untukmu, kau butu
Keesokan harinya, sebelum matahari muncul di ufuk timur, Lanting Beruga telah bangun lebih awal dari pada Kakek dan Neneknya.Malam tadi dia tidur sedikit terlambat karena suara Roh Api yang tiba-tiba. Pemuda itu menunggu sampai benar-benar larut, berharap suara Roh Api kembali terdengar, tapi sampai dia tertidur dalam posisi dudukpun, Roh Api tidak kunjung muncul.Saat subuh ini, Lanting Beruga mencari batu asah di dapur. Dengan bantuan obor kecil, pemuda itu mulai menajami pedangnya dengan teliti.Lanting Beruga belum pernah belajar cara mengasah pedang yang baik, -tekanan dan tingkat kemiringan pedang saat mengaasah contohnya-, tapi dengan modal yakin, pemuda itu bisa menciptakan mata pedang yang cukup tajam lagi kuat."Pedang ini memang tidak terlalu bagus, tapi jika aku bisa mengendalikan gerakan dan memahami serangan lawan, pedang ini masih bisa bertahan sampai 1 tahun lagi."Setelah matahari benar-benar terbit, barulah pemuda itu menyelesaik
Lanting Beruga melihat ke samping, 3 orang pendekar muda berdiri dengan pedang terhunus ke depan. Dari pakaiannya Lanting Beruga bisa tahu jika mereka semua adalah murid dari Sekte Pedang Perak."Lancang sekali kau mengusik pendekar dari desa kami?" seorang pria bernama Lundra Pati berkata dengan geram. "Kami tidak pernah datang ke desa Ranting Hijau, membuat masalah seperti yang kau lakukan hari ini.""Tunggu!" ucap Lanting Beruga. "Aku tidak bermaksud-""Kakak Lundra Pati, orang ini datang ke sini ingin mencari masalah dengan desa kita.""Diam!" bentak Lundra Pati. "Dia tidak memiliki tenaga dalam, bagaimana mungkin kalian bisa dikalahkan olehnya?""Tapi Kakak, dia mungkin menggunakan cara licik untuk mengalahkan kami berdua. Kabar beredar jika dia menggunakan pakaian baja dibalik baju usangnya, Coyo Wigoro pernah juga ditipu oleh pemuda ini."Mata Ludra Pati menyipit, jelas tidak senang melihat Lanting Beruga. Bagaimana mungkin pemuda lem
Ludra Pati melompat ke atas, seraya memberikan tebasan yang mengirim dua cahaya terang ke arah Lanting Beruga.Namun kali ini Lanting Beruga bisa menghindari serangan itu. Ludra Pati kembali menyerang, dan tetap tidak berhasil melukai Lanting Beruga.Sampai 9 kali serangan Ludra Pati, Lanting Beruga bisa menghindarinya dengan cepat. Pemuda itu benar-benar menjelma sebagai orang lain. Dan sayangnya, Ludra Pati mulai kehabisan tenaga dalam.Serangan yang dilakukan oleh Ludra Pati mulai lemah, tidak sekuat sebelumnya.Sementara di sisi lain, tubuh Lanting Beruga juga mulai redup. Warna merah di tubuhnya berangsur-angsur lenyap, menyisakan nafas yang sesak.Ya, itu adalah efek samping yang diterima oleh tubuh Lanting Beruga ketika menggunakan kekuatan Roh Api dalam waktu yang cukup lama.Dengan kata lain, Lanting Beruga harus membayar kekuatan Roh Api yang dia gunakan dengan dada yang terasa sesak, jantung berdetak kencang seakan mau pecah