Wulandari tidak tahu apapun, dia mendengar teriakan suaminya dari dalam bilik, terdengar sangat khawatir, jadi wanita tua itu bergegas mengambil satu tong kecil air dari dapur.
"Berikan air itu cepat!" ucap Seno Geni.
Wulandari hampir saja jatuh pingsan karena melihat tubuh Lanting Beruga yang mirip seperti udang panggang. Wajahnya merah, dan muncul urat-urat yang bercahaya seperti magma. Entah apa yang terjadi, tapi Lanting Beruga terlihat begitu kesakitan.
Seno Geni menyiram tubuh Lanting Beruga, berharap warna merah di tubuh cucunya segera padam, seperti padamnya api yang disiram oleh air, tapi dugaan Seno Geni salah. Air yang jatuh di tubuh Lanting Beruga menguap dengan cepat, lalu lenyap.
"Ambilkan air sebanyaknya!" ucap Seno Geni.
Wulandari yang sudah tua berusaha berlari secepat yang dia bisa, mengambil banyak tong air kecil, menyiram tubuh Lanting Beruga beberapa kali, tapi tetap saja warna merah di tubuh pemuda itu tidak kunjun
Mencapai tulang besi level empat hanya dalam dua hari saja, merupakan pencapaian terbaik yang pernah dilakukan oleh Lanting Beruga. Ini sangat mengagumkan, hanya ada segelintir orang yang dapat melakukannya dengan waktu secepat itu.Tulang besi level empat banyak digunakan oleh pendekar level 4 dan level 5."Roh api benar-benar membantu dirimu, Cucuku. Tidak masalah kau tidak memiliki tenaga dalam, roh api akan menggantikan tenaga dalam itu."Lanting Beruga mengangguk pelan, dia juga merasakan roh api, meski selalu diam, tapi banyak membantu dirinya. Mungkin saja dia butuh pendekatan yang lebih baik lagi, memanfaatkan kekuatan itu tampaknya ide yang sangat baik."Eyang, jika ada satu pil pengeras tulang lagi, mungkin aku bisa mencapai level selanjutnya.""Cucuku, melangkahlah dengan pelan tapi pasti, semua ada prosesnya, jangan seperti cabai, mulanya pedas dan panas tapi kemudian hilang. Ketahuilah, pil ini tidak akan berguna lagi untukmu, kau butu
Keesokan harinya, sebelum matahari muncul di ufuk timur, Lanting Beruga telah bangun lebih awal dari pada Kakek dan Neneknya.Malam tadi dia tidur sedikit terlambat karena suara Roh Api yang tiba-tiba. Pemuda itu menunggu sampai benar-benar larut, berharap suara Roh Api kembali terdengar, tapi sampai dia tertidur dalam posisi dudukpun, Roh Api tidak kunjung muncul.Saat subuh ini, Lanting Beruga mencari batu asah di dapur. Dengan bantuan obor kecil, pemuda itu mulai menajami pedangnya dengan teliti.Lanting Beruga belum pernah belajar cara mengasah pedang yang baik, -tekanan dan tingkat kemiringan pedang saat mengaasah contohnya-, tapi dengan modal yakin, pemuda itu bisa menciptakan mata pedang yang cukup tajam lagi kuat."Pedang ini memang tidak terlalu bagus, tapi jika aku bisa mengendalikan gerakan dan memahami serangan lawan, pedang ini masih bisa bertahan sampai 1 tahun lagi."Setelah matahari benar-benar terbit, barulah pemuda itu menyelesaik
Lanting Beruga melihat ke samping, 3 orang pendekar muda berdiri dengan pedang terhunus ke depan. Dari pakaiannya Lanting Beruga bisa tahu jika mereka semua adalah murid dari Sekte Pedang Perak."Lancang sekali kau mengusik pendekar dari desa kami?" seorang pria bernama Lundra Pati berkata dengan geram. "Kami tidak pernah datang ke desa Ranting Hijau, membuat masalah seperti yang kau lakukan hari ini.""Tunggu!" ucap Lanting Beruga. "Aku tidak bermaksud-""Kakak Lundra Pati, orang ini datang ke sini ingin mencari masalah dengan desa kita.""Diam!" bentak Lundra Pati. "Dia tidak memiliki tenaga dalam, bagaimana mungkin kalian bisa dikalahkan olehnya?""Tapi Kakak, dia mungkin menggunakan cara licik untuk mengalahkan kami berdua. Kabar beredar jika dia menggunakan pakaian baja dibalik baju usangnya, Coyo Wigoro pernah juga ditipu oleh pemuda ini."Mata Ludra Pati menyipit, jelas tidak senang melihat Lanting Beruga. Bagaimana mungkin pemuda lem
Ludra Pati melompat ke atas, seraya memberikan tebasan yang mengirim dua cahaya terang ke arah Lanting Beruga.Namun kali ini Lanting Beruga bisa menghindari serangan itu. Ludra Pati kembali menyerang, dan tetap tidak berhasil melukai Lanting Beruga.Sampai 9 kali serangan Ludra Pati, Lanting Beruga bisa menghindarinya dengan cepat. Pemuda itu benar-benar menjelma sebagai orang lain. Dan sayangnya, Ludra Pati mulai kehabisan tenaga dalam.Serangan yang dilakukan oleh Ludra Pati mulai lemah, tidak sekuat sebelumnya.Sementara di sisi lain, tubuh Lanting Beruga juga mulai redup. Warna merah di tubuhnya berangsur-angsur lenyap, menyisakan nafas yang sesak.Ya, itu adalah efek samping yang diterima oleh tubuh Lanting Beruga ketika menggunakan kekuatan Roh Api dalam waktu yang cukup lama.Dengan kata lain, Lanting Beruga harus membayar kekuatan Roh Api yang dia gunakan dengan dada yang terasa sesak, jantung berdetak kencang seakan mau pecah
Belum pula efek samping dari kecepatannya mereda, kini ada orang lain yang datang mengusik Lanting Beruga."Tekanan tenaga dalammu sama sekali tidak ada, apa kau yang bernama Lanting Beruga?" tanya pemuda itu.Dia adalah Raka Prama, murid terbaik nomor tiga di Sekte Pedang Perak. Dia baru saja pulang dari sekte, dan menemukan adik seperguruannya juga teman-teman di desa Cemara babak belur. Mereka mengatakan jika Si Cacat yang menghajar mereka semua.Raka Prama jelas tidak percaya jika Si Cacat yang menghajar temannya, tapi teman-temannya berani bersumpah demi nama kedua orang tua mereka.Raka Prama awalnya akan mendatangi rumah Lanting Beruga di atas dataran tinggi, tapi kebetulan sekali dia bertemu dengan pemuda itu di sungai ini.Lanting Beruga masih berendam sampai saat ini. Meski efek dari kecepatannya masih dirasakan sampai sekarang, dia tetap keluar dari dalam air."Jika tidak salah kau adalah Raka Prama, kenapa kau datang mencariku?"
Serangan itu mengenai dada sebelah kiri Raka Prama, jika Lanting ingin, dia bisa menggunakan potongan pedangnya untuk membunuh Raka Prama tapi dia tidak ingin melakukannya.Raka Prama sama sekali tidak menduga jika dia juga kalah dari Lanting Beruga. Darah dari luka di dadanya mulai keluar, terasa hangat dan berbau anyir.Raka Prama tahu jika Lanting Beruga menahan diri, luka ini bisa saja lebih dalam."Aku melihat Elang Api, kau seperti yang ada di legenda, Lanting." Raka Prama tampaknya tidak berniat untuk melanjutkan pertarungan, dia cukup sadar diri. Jika Jurus Angin Di Musim Dingin saja tidak bisa mengenai Lanting Beruga, maka menggunakan jurus apapun akan sangat percuma.Sementara itu Lanting Beruga melompat ke belakang, pemuda tersebut tampak seperti sosok lain yang mengerikan.Raka Prama memeriksa bagian dadanya, ujung dari luka tepat di titik jantungnya sendiri. Jika lanting ingin menancapkan potongan pedangnya, jantung itu pasti sudah tem
Lanting Beruga membuat ukuran pedang sedikit lebih kecil dari sebelumya, tapi demikian bobot pedang itu masih terasa cukup berat.Untuk hari pertama, dia tidak bisa berlatih sampai petang hari, hanya sampai siang hari saja. Otot pemuda itu seakan mau pecah, dan rasa nyilu menyelimuti sekujur tubuh.Seno Geni tidak bisa membantu apapun, jika mereka cukup kaya, mungkin bisa membeli sumber daya pelatihan yang khusus untuk meningkatkan kekuatan otot, tapi sayang mereka miskin.Jalan satu-satunya untuk menjadi kuat adalah berlatih keras, keras dan lebih keras lagi."Lanting apa kau tidak terlalu memaksa diri dalam berlatih?" tanya Wulandari, wanita tua itu mengurut dua tangan Lanting Beruga di malam harinya."Nenek, jika aku menyerah di sini, maka aku akan terus menyerah sampai kemudian," jawab Lanting, diiringi ringisan kecil.Wulandari hanya tersenyum kecil. Ah, cucu mereka benar-benar sudah dewasa saat ini.Wulandari hanya menggunakan o
"Lanting, apa kau benar-benar tidak punya malu?" Lila Sari benar-benar mau muntah saat ini, beberapa pendekar dari Desa Ranting Hijau juga menjauhi pemuda itu. "Kau ini, harus diletakan dimana muka Pimpin Desa, melihat dirimu kelak." Lanting Beruga tidak peduli meski semua teman-teman satu desanya menggunjing, bahkan meninggalkan dirinya sendiri. Ini sudah biasa, telinganya sudah kebal karena cacian. "Beruntung kita punya Kakak Coyo Wigoro, kalau tidak aku tidak tahu bagaimana tanggapan desa tetangga terhadap kita," sambung Lila Sari. Ketika nama Coyo Wigoro di sebut, membusung dada pemuda itu. "Huh ...semua orang membuat telingaku semakin sakit," gumam Lanting Beruga, mengucek daun telinganya beberapa kali. Karena ditinggal oleh teman-temannya, Lanting Beruga bersiul kecil, meletakan dua tangan di belakang kepalanya, sambil berjalan mondar-mandir. Tindakannya jelas membuat orang semakin mengejeknya. "Lihatlah, dia
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m