Serangan itu mengenai dada sebelah kiri Raka Prama, jika Lanting ingin, dia bisa menggunakan potongan pedangnya untuk membunuh Raka Prama tapi dia tidak ingin melakukannya.
Raka Prama sama sekali tidak menduga jika dia juga kalah dari Lanting Beruga. Darah dari luka di dadanya mulai keluar, terasa hangat dan berbau anyir.
Raka Prama tahu jika Lanting Beruga menahan diri, luka ini bisa saja lebih dalam.
"Aku melihat Elang Api, kau seperti yang ada di legenda, Lanting." Raka Prama tampaknya tidak berniat untuk melanjutkan pertarungan, dia cukup sadar diri. Jika Jurus Angin Di Musim Dingin saja tidak bisa mengenai Lanting Beruga, maka menggunakan jurus apapun akan sangat percuma.
Sementara itu Lanting Beruga melompat ke belakang, pemuda tersebut tampak seperti sosok lain yang mengerikan.
Raka Prama memeriksa bagian dadanya, ujung dari luka tepat di titik jantungnya sendiri. Jika lanting ingin menancapkan potongan pedangnya, jantung itu pasti sudah tem
Lanting Beruga membuat ukuran pedang sedikit lebih kecil dari sebelumya, tapi demikian bobot pedang itu masih terasa cukup berat.Untuk hari pertama, dia tidak bisa berlatih sampai petang hari, hanya sampai siang hari saja. Otot pemuda itu seakan mau pecah, dan rasa nyilu menyelimuti sekujur tubuh.Seno Geni tidak bisa membantu apapun, jika mereka cukup kaya, mungkin bisa membeli sumber daya pelatihan yang khusus untuk meningkatkan kekuatan otot, tapi sayang mereka miskin.Jalan satu-satunya untuk menjadi kuat adalah berlatih keras, keras dan lebih keras lagi."Lanting apa kau tidak terlalu memaksa diri dalam berlatih?" tanya Wulandari, wanita tua itu mengurut dua tangan Lanting Beruga di malam harinya."Nenek, jika aku menyerah di sini, maka aku akan terus menyerah sampai kemudian," jawab Lanting, diiringi ringisan kecil.Wulandari hanya tersenyum kecil. Ah, cucu mereka benar-benar sudah dewasa saat ini.Wulandari hanya menggunakan o
"Lanting, apa kau benar-benar tidak punya malu?" Lila Sari benar-benar mau muntah saat ini, beberapa pendekar dari Desa Ranting Hijau juga menjauhi pemuda itu. "Kau ini, harus diletakan dimana muka Pimpin Desa, melihat dirimu kelak." Lanting Beruga tidak peduli meski semua teman-teman satu desanya menggunjing, bahkan meninggalkan dirinya sendiri. Ini sudah biasa, telinganya sudah kebal karena cacian. "Beruntung kita punya Kakak Coyo Wigoro, kalau tidak aku tidak tahu bagaimana tanggapan desa tetangga terhadap kita," sambung Lila Sari. Ketika nama Coyo Wigoro di sebut, membusung dada pemuda itu. "Huh ...semua orang membuat telingaku semakin sakit," gumam Lanting Beruga, mengucek daun telinganya beberapa kali. Karena ditinggal oleh teman-temannya, Lanting Beruga bersiul kecil, meletakan dua tangan di belakang kepalanya, sambil berjalan mondar-mandir. Tindakannya jelas membuat orang semakin mengejeknya. "Lihatlah, dia
Di atas langit ada langit lagi, demikian pepatah yang menggambarkan situasi antara Ketua Sekte Pedang Perak dan Tetua Macan Giok.Sekte Macan Giok menguasai Kota Teratai Biru. Sebuah tempat yang 10 kali lebih ramai dan padat dari tiga desa ini.Tentu saja bagi mereka, Sekte Pedang Perak tiada apa-apanya. Ada banyak sekte kecil di Kota Teratai Biru, bahkan yang paling lemah di antara Sekte kecil itu, mungkin lebih kuat dari Sekte Pedang Perak.Darah Sunta Wira mengalir begitu deras saat ini, hadiah untuk juara pertama dan kedua selain mendapatkan 3 dasar pemahaman pedang, adalah menjadi bagian dari Sekte Macan Giok. Itu ialah hadiah yang paling berharga di tahun ini.Ah, tiada yang tidak ingin masuk ke dalam Sekte Macan Giok."Sekarang semua orang sudah berkumpul, aku harap para peserta bisa mengambil nomor undian,"ucap Eyang Sabat Saketi.Ada guci kaca muncul dari dalam tanah, di dalam guci itu ada kerikil hitam seperti kelereng. Setiap pese
Pemuda desa cemara itu masih berusaha untuk mengendalikan dirinya, tapi Timpu Rereng tidak memberi kesempatan kepada pemuda itu. Timpu Rereng bergerak cepat, lalu meletakan ujung tombaknya tepat leher lawannya. "Menyerahlan!" Pemuda itu terlihat merah, dia mungkin sedang marah, tapi sekarang dia tahu diri bahwa saatnya untuk mengaku kalah. Menarik nafas panjang, pemuda itu kemudian mengangkat tangan, "Aku menyerah!" Sorakan dari Desa Ranting Hijau terdengar lebih riuh dari pada Desa lain. Timpu Rereng keluar dari arena pertandingan dengan dada sedikit membusung. Dia mendekati Coyo Wigoro dengan bangga, "Kakak, bagaimana menurutmu jurus tombak yang kumiliki tadi?" "Hehehe ...kau memang hebat, Tumpu Rereng, selain kalian berdua," Coyo Wigoro menunjuk Tumpu Rereng dan Lila Sari kemudian berkata, "tidak ada pemuda desa kita yang lebih baik." Coyo Wigoro tersenyum kecil, menatap Lanting Beruga yang masih duduk di tanah seorang diri.
Lila Sari tidak terima dengan perlakuan Lanting Beruga. Bagaimana bisa pemuda cacat ini melukai tubuhnya, dan lebih jauh lagi Lanting Beruga seakan menunjukan rasa kasihan kepada gadis itu. Hanya dengan potongan pedang, Lanting Beruga bisa menekan Lila Sari, gadis terbaik di desa Ranting Hijau. Omong kosong macam apa ini. "Lanting, aku akan membalas perlakuan dirimu!" teriak Lila Sari, kembali mengayunkan pedangnya. Namun segala usaha yang dilakukan oleh Lila Sari tidak berhasil menggores tubuh Lanting Beruga, meskipun hanya sedikit. Coyo Wigoro tidak berkata apapun saat ini, pemuda itu tampak terkejut. Dari raut wajahnya, Coyo Wigoro sepertinya memiliki banyak pertanyaan yang sulit dijawab. Sementara di sisi lain lagi, para pemuda desa Ranting Hijau bungkam seribu bahasa. Mereka tidak pernah bisa menang melawan Lila Sari, gadis itu cukup tangguh, tapi bagaimana bisa pemuda cacat yang selalu mereka hina bisa mengimbangi semua gerakan Lila Sari
Coyo Wigoro hampir mendaratkan pukulan ke wajah Lanting Beruga, jika bukan karena batu hitam di tangannya menyala, dan terangkat."Siapa lawan Coyo Wigoro?" tanya beberapa peserta yang tersisa."Lihatlah, dia yang akan jadi lawan pemuda itu!"Semua orang menatap ke atas, pada sosok pemuda yang ikut melayang dan masuk ke dalam arena lebih dahulu.Dia adalah Kurung Ludro, salah satu dari tiga murid terbaik Sekte Pedang Perak, dan perwakilan desa Bunga Mekar."Apakah kekuatan Coyo Wigoro memang pantas berhadapan dengan Kurung Ludro?" tanya Rudra Pati. "Pemuda itu sepertinya telah mengembangkan tenaga dalamnya beberapa bulan terakhir.""Tidak masalah," ucap Raka Prama. "Tujuanku tidak berubah, Sunta Wira adalah lawanku."Di sisi lain Timpu Rereng mencibir Raka Prama, "Pemuda itu tidak akan selamat di tangan Coyo Wigoro, bagaimana dengan dirimu kelak?"Sementara itu, Coyo Wigoro mulai masuk ke dalam arena pertandin
Pertarungan masih terus berlangsung, menyisakan orang-orang yang kuat. Lanting Beruga sendiri sudah dua kali masuk ke dalam pertarungan, dan semuanya dia menangkan hanya dalam satu jurus saja. Ya, bukankah dia hanya memiliki satu jurus dasar saja?Hingga sekarang yang tersisa hanya, Raka Prama, Rudra Pati, Kurung Ludra, Sunta Wira, Tumpu Rereng dan juga Lanting Beruga.Situasi pertandingan mulai tampak sedikit lebih tegang dari sebelumnya. Bagaimana tidak, yang tersisa hanyalah orang-orang hebat saja.Di sisi lain, Pimpinan Desa Ranting Hijau sudah kehilangan cahaya wajahnya semenjak Coyo Wigoro yang dia unggulkan kalah melawan Kurung Ludro.Dua pemuda yang tersisa mungkin tidak akan bertahan lama pula, Lanting Beruga dan Tumpu Rereng. Menurut Pimpinan Desa, dua orang itu jauh dibawah Coyo Wigoro.Sementara di sisi lain, Pimpinan Desa Cemara begitu bersemangat. Dia yakin Kurung Ludro mampu mengalahkan Sunta Wira.Beberapa saat kemudian, batu
Mengaku kalah? Tidak mungkin, kenapa Rudra Pati mengaku kalah, pikir banyak orang. Apa yang terjadi sebenarnya? "Apakah Lanting telah melakukan perjanjian dengan Rudra Pati, seperti memberinya sumber daya pelatihan atau koin emas?" "Maksudmu pemuda cacat itu telah menyuap dirinya?" "Tentu saja, apa kau pikir Rudra Pati kalah begitu saja melawan manusia lemah?" "Tapi darimana dia mendapatkan uang untuk menyuap Rudra Pati?" Semua orang terdiam, tak bisa menjawab pertanyaan itu. Jika benar Lanting Beruga menyuap Rudra Pati, paling tidak pemuda itu harus memiliki banyak harta. Masalahnya Lanting adalah pemuda miskin. "Apa yang telah terjadi pada mereka berdua?" tanya para penonton. Rudra Pati tersenyum kecil, lantas memberi hormat kepada Lanting sebelum kemudian turun dari arena pertarungan. Di sisi lain, tanpa diketahui orang lain hanya Raka Prama yang memahami hal tersebut. Menurut pemuda itu, tindakan yang diambil oleh R