Kerjaan Intan Jaya berada cukup jauh dari wilayah ini. Sebuah kerajaan makmur yang jauh dari campur tangan orang-orang luar, tapi begitu makmur.
Jarang sekali terdengar ada keributan di dalam kerajaan tersebut, atau pula penghianatan yang acap kali terjadi di beberapa kerajaan lain.
Dari 5 Kerajaan yang ada di tanah Sundaland, barang kali kerajaan Intan Jaya yang paling minim terjadinya bentrokan antar keluarga kerajaan.
Namun untuk tiba di tempat itu, perjalanan Lanting Beruga masih begitu lama dan jauh.
Tapa Kore memiliki ilmu meringankan tubuh, tapi tidak dapat menggunakan kekuatan itu dalam waktu yang lama dan berketerusan. Hal ini dikarenakan teknik ilmu meringankan tubuh lebih banyak menghabiskan tenaga dalam seorang pendekar.
"Apa kau melihat gunung itu?" tanya Tapa Kore, kemudian tersenyum tipis, "Kerajaan Intan Jaya berada di lembah gunung tersebut."
Lanting Beruga menatap ke arah puncak putih yang kadang kala tertabir oleh awan put
Tapa Kore masih diliputi kecemasan, tapi tiba-tiba pintu kamar di lantai atas terbuka lebar dengan banyaknya potongan tubuh manusia berhamburan keluar ruangan itu.Sontak saja Tapa Kore melompat melihat hal tersebut.Beberapa saat kemudian, para wanita ini keluar dengan tawa kecil yang mengerikan.Namun, mata kiri Lanting Beruga menangkap ada energi yang mengendalikan wanita-wanita tersebut, dan sepertinya dia akan tahu segera siapa dalang dari kekacauan ini.Sesosok wanita keluar dari dalam kamar itu, dengan pakaian yang hanya menutupi bawah pusar. Ada banyak urat berwarna hitam memenuhi tubuhnya, seperti cacing yang bergerak di balik kulit berwarna pucat."Energi ini ...," Lanting Beruga cukup yakin, jika energi yang ada di tubuh wanita itu sama dengan energi asura atau dikenal dengan energi kegelapan.Lanting Beruga tidak tahu apakah wanita itu adalah Asura, atau manusia yang memiliki ikatan atau perjanjian dengan bangsa tersebut, tapi ya
Belasan tahun yang lalu, Desa Mapia digemparkan oleh lahirnya seorang bayi perempuan dengan penyakit yang aneh. Semacam penyakit kulit yang menular. Reu selaku Ayah dan juga Ketua Desa Mapia merasa begitu malu dengan kelahiran putrinya, lantas mengusir sang Istri bersama dengan anak yang baru lahir keluar dari Desa Mapia. Hal ini tentu pula menjadi pukulan keras bagi Sang Istri. Begitu sampai hati Sang Suami memperlakukan dirinya dan putrinya yang baru saja lahir. Reu tidak punya pilihan lain, desakan dari warga desa dan ketua adat membuat dirinya harus melakukan hal ini. Namun Reu memberi Sang Istri dua pilihan, pergi dari desa Mapia atau membunuh anaknya sendiri. Tentu saja Sang Istri lebih memilih pergi dari desa, membesarkan anaknya seorang diri di tempat pengasingan. Ketika putri itu beranjak remaja, Sang Ibu mati dengan penyakit yang sama dengan yang dideritanya, penyakit kulit yang menular. Sudahlah mereka hidup sengsara di tepi
Lanting Beruga memiliki pertanyaan besar terhadap Klan Pasir Hitam, apa yang dilakukan oleh Klan itu di Negara ini? lalu apa hubungan wanita ini dengan Klan tersebut?Dari awal dirinya di Serikat Satria, Lanting Beruga telah mengenal Klan Pasir Hitam meski belum terjadi konflik yang begitu serius dengan klan tersebut.Dirinya tahu, Klan Pasir Hitam merupakan Klan pembunuh yang dapat disewa oleh siapapun ataupun oleh negara manapun asal mampu memberikan mereka bayaran yang cukup besar.Sebagai Klan pembunuh, tentu saja mereka dibekali oleh kemampuan yang cukup hebat. Beberapa anggota klan memiliki level bumi ke atas di jalur kependekaran. Sebagai sebuah Klan tentulah hal ini pencapaian yang luar biasa.Namun, masalahnya kenapa mereka ada di tempat ini? siapa yang menyewa mereka, dan apa yang direncanakan oleh klan tersebut.Apakah ada kaitannya antara Klan Pasir Hitam dengan Negara Intan Jaya, atau lebih dari itu dengan pendekar yang dijuluki sebaga
Tapa Kore menyarankan agar Lanting Beruga mengganti namanya untuk sementara waktu, hal ini agar tidak menarik perhatian para penjaga Kerajaan Intan Jaya ketika masuk ke dalam wilayah Istana.Perdebatan terjadi antara Tapa Kore dan Lanting Beruga karena hal tersebut. Lanting Beruga bersikukuh untuk tidak mengganti namanya dengan nama samaran, meskipun para prajurit Istana akan menghadang jalannya.Namun tentu saja hal itu tidak dapat dibiarkan oleh Tapa Kore yang memiliki pikiran matang dan berpandangan ke depan.Jika mereka sampai tahu bahwa Lanting Beruga adalah pemuda yang mereka cari, maka bukan hal mustahil akan terjadi kekacauan di istana Intan Jaya."Meskipun aku mengganti nama, mereka akan tetap curiga dengan kedatanganku," ujar Lanting Beruga sambil berjalan meninggalkan Tapa Kore."Kenapa bisa begitu?" tanya Tapa Kore."Karena aku bukan dari wilayah ini," jawab Lanting Beruga.Mendengar hal itu, Tapa Kore pada akhirnya tersad
Sebelum Tapa Kore dan Lanting Beruga pergi dari halaman depan Istana, Pagneran Vandam meminta beberapa pelayan untuk memberikan hadiah kepda Tapa Lore dan temannya.Namun, tentu pula Tapa Kore sedikit heran mengenai hal ini, bukan karena hadiahnya yang tidak seberapa dibanding perjuangannya membawa kitab itu ke Istana ini, tapi melainkan karena tata cara Pangeran Vandham yang dinilai kurang sopan.Hadiah itu bahkan tidak diberikan secara langsung kepada Tapa Kore, melainkan dengan perantara pejabat rendah kerajaan.Mereka tidak mengundang Tapa Kore dan Lanting Beruga masuk ke dalam istana, dijamu makanan dahulu sebelum pergi sebagaimana harusnya yang dilakukan seseorang yang mendapatkan sebuah bingkisan hadiah dari pendekar sehebat Tapa Kore.Sebelum keluar dari Istana Intan Jaya, tiba-tiba ribuan prajurit menutup pintu gerbang tembok Istana.Tapa Kore sangat terkejut mengenai hal ini, lebih lagi tindakan yang dilakukan oleh para prajurit ini benar
Klan Pasir Hitam telah memperkirakan kemunculan Lanting Beruga di Kerajaan Intan Jaya pasca pertarungan di Kota Pertengahan selesai. Dengan bantuan tukang sihir dan tukang ramal. Mereka menyusun sebuah siasat untuk menggiring Lanting Beruga menuju Istana Intan Jaya, dengan sebuah konspirasi. Hal yang pertama dilakukan oleh Klan Pasir Hitam adalah, menjalin kesepakatan antara mereka dengan Intan Jaya. Dengan iming-iming kekuatan dan kemakmuran, Intan Jaya menyetujui kesepakatan itu, dan mulai membentuk sebuah rencana untuk membawa Lanting Beruga ke Istana. Klan Pasir Hitam hanya memberi mereka sedikit informasi mengenai Lanting Beruga dan salah satunya, pemuda itu sangat kuat. Patih Abai Maida berpikir, tidak mungkin membunuh Lanting Beruga di luar Istana, jadi hal paling mudah untuk membunuh seekor hewan buas dengan cara memasukannya ke dalam kandang. Bahkan singa akan mati jika berada di dalam sarang haina. Maka, dicipta
"Elang Api, siapa Elang Api?" tanya pendekar di samping Lanting Beruga.Namun, Raja itu tidak menjawabnya, dia hanya terharu melihat kedatangan Lanting Beruga di dalam penjara ini.Tampaknya, Serikat Satria mengirim seorang pendekar untuk menyelesaikan masalah yang dialami oleh Intan Jaya oleh karena Klan Pasir Hitam.Namun, tentu saja Raja itu tidak tahu jika kekacauan di Kerajaan Intan Jaya ini, karena kemunculan Lanting Beruga."Kenapa kau dipenjara pengap ini, Paman Raja?" tanya Lanting Beruga, "apa anakmu tidak tahu kalau kau sedang berada di tempat ini?"Tawa kecil Sang Raja terdengar lirih, kemudian diselingi batuk lalu dia tertawa lagi, "Putraku yang meletakan diriku di dalam penjara ini.""A'Apa?" Lanting Beruga terkejut mendengar hal itu, sungguh dia tidak menduga seorang anak tega melakukan ini kepada Ayah kandungnnya sendiri.Namun, Sang Raja tampak masih begitu membela putranya. Menurutnya, Pangeran Vandham begitu baik la
Lanting Beruga sekali lagi menoleh ke arah Sang Raja dengan penuh arti, tapi beberapa saat kemudian, Lanting Beruga menghela nafas panjang.Sang Raja memohon agar pemuda itu tidak membunuh beberapa prajurit jaga yang ada di luar penjara ini."Tolong Nak Elang Api," Sang Raja memasang wajah sedih di hadapan pemuda tersebut, "Mereka tidak tahu apapun, mereka hanya menjalankan perintah dari atasannya.""Terserahlah ..." ucap Lanting Beruga menghempaskan punggungnya ke lantai penjara dengan bibir bawah yang ditekuk karena kesal.Beberapa saat kemudian, terlihat lilitan rantai di tubuh Lanting Beruga lebih banyak dari sebelumnya. Beberapa rantai berukuran cukup besar juga dikalungkan di leher pemuda tersebut.Sementara itu, Sang Raja meskipun tidak lagi digantung seperti sebelumnya, tetap pula dibelenggu rantai dan diletakan di sudut ruangan penjara."Apa yang kau rasakan saat melakukan itu kepada Rajamu sendiri?" tanya Lanting Beruga.
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m