"Elang Api, siapa Elang Api?" tanya pendekar di samping Lanting Beruga.
Namun, Raja itu tidak menjawabnya, dia hanya terharu melihat kedatangan Lanting Beruga di dalam penjara ini.
Tampaknya, Serikat Satria mengirim seorang pendekar untuk menyelesaikan masalah yang dialami oleh Intan Jaya oleh karena Klan Pasir Hitam.
Namun, tentu saja Raja itu tidak tahu jika kekacauan di Kerajaan Intan Jaya ini, karena kemunculan Lanting Beruga.
"Kenapa kau dipenjara pengap ini, Paman Raja?" tanya Lanting Beruga, "apa anakmu tidak tahu kalau kau sedang berada di tempat ini?"
Tawa kecil Sang Raja terdengar lirih, kemudian diselingi batuk lalu dia tertawa lagi, "Putraku yang meletakan diriku di dalam penjara ini."
"A'Apa?" Lanting Beruga terkejut mendengar hal itu, sungguh dia tidak menduga seorang anak tega melakukan ini kepada Ayah kandungnnya sendiri.
Namun, Sang Raja tampak masih begitu membela putranya. Menurutnya, Pangeran Vandham begitu baik la
Lanting Beruga sekali lagi menoleh ke arah Sang Raja dengan penuh arti, tapi beberapa saat kemudian, Lanting Beruga menghela nafas panjang.Sang Raja memohon agar pemuda itu tidak membunuh beberapa prajurit jaga yang ada di luar penjara ini."Tolong Nak Elang Api," Sang Raja memasang wajah sedih di hadapan pemuda tersebut, "Mereka tidak tahu apapun, mereka hanya menjalankan perintah dari atasannya.""Terserahlah ..." ucap Lanting Beruga menghempaskan punggungnya ke lantai penjara dengan bibir bawah yang ditekuk karena kesal.Beberapa saat kemudian, terlihat lilitan rantai di tubuh Lanting Beruga lebih banyak dari sebelumnya. Beberapa rantai berukuran cukup besar juga dikalungkan di leher pemuda tersebut.Sementara itu, Sang Raja meskipun tidak lagi digantung seperti sebelumnya, tetap pula dibelenggu rantai dan diletakan di sudut ruangan penjara."Apa yang kau rasakan saat melakukan itu kepada Rajamu sendiri?" tanya Lanting Beruga.
Rantai yang membelenggu Lanting Beruga dilepas, dan diganti oleh kalung logam besar yang melingkari batang lehernya.Tangan dan kaki pemuda itu, diberi gelang berwarna hitam legam, dari bahan baja berkualitas paling baik di negri ini.Bobotnya cukup berat, butuh 4 orang prajurit untuk membawa satu gelang tersebut.Tubuh Lanting Beruga kemudian ditarik menggunakan rantai lain dan kini, dia sudah berada tepat di atas tonggak kematian.Wajah, pendekar aliran putih yang telah mengkhianati Tapa Kore kini seputih kapas karena ketakutan. Bibirnya telah biru, dan mungkin tidak ada lagi darah yang mengalir ke bagian wajah pria tersebut."Mereka membayarmu dengan harga yang begitu mahal," ucap Lanting Beruga, kepada pendekar aliran putih tersebut, lalu pemuda itu menampakan senyum tipis.Sedikitpun Lanting Beruga tidak bersimpati kepada dirinya, orang yang telah mengkhianati teman dekat hanya untuk sebuah jabatan dan harta semata.Begitu
"Apa yang kalian pikirkan, itu hanyalah gertakan saja!" Panglima perang tertinggi kembali berteriak keras, "cabut pedang kalian, dan bunuh pemuda itu!"Pada saat yang sama pula, Pangeran Vandham segera dibawa oleh beberapa pelayan untuk masuk ke dalam Istana Intan Jaya.Lanting Beruga melihat hal itu, dan dia hanya tersenyum tipis. Tidak ada niat untuk menyerang Pangeran Vandham saat ini. Lagipula, dari sini Lanting Beruga tahu bahwa pangeran tersebut tidak begitu tangguh.Patih Abai Maida berniat mengikuti Pangeran Vandham, tapi Lanting Beruga menghentikan tindakan pria tersebut dengan menghancurkan pintu masuk Istana Intan Jaya.Hal ini dilakukannya dengan cara melempar 9 buat pedang energi berwarna merah terang, yang menancap pada dinding atas pintu masuk Istana Intan Jaya hingga bagian tersebut runtuh.Rupanya para prajurit memiliki akal yang cukup bagus, ketika Lanting Beruga mengancam agar tidak melewati garis batas yang dibuatnya, mere
Pungkak Rebah mengeluarkan sebilah senjata pedang panjang bermata ganda. Dia mulai menyerang Lanting Beruga dengan serangan jarak dekat, dan teknik pedang yang dikuasainya.Pertukaran serangan terjadi begitu banyak hanya dalam beberapa waktu yang singkat.Belum pula Lanting Beruga akan menekan lawannya, tiba-tiba Segara Celaing datang dengan tombak berapi-api.Dia menyerang Lanting Beruga dari arah belakang, sementara Pungkak Rebah menekan dari arah depan.Dua lawan sekaligus dihadapi Lanting Beruga, tapi hal itu tidak membuat dirinya tertekan sama sekali.Semua serangan disambut baik oleh Lanting Beruga. Meskipun kecepatan dua orang itu patut diacungi jari jempol, tapi Lanting Beruga dapat menahannya dengan sangat santai.Lanting Beruga bahkan belum menggunakan kekuatan roh api saat ini. Dia bertarung hanya mengandalkan kekuatan pisiknya belaka, ditambah insting bertarung yang semakin terasah.Sesekali, tebasan Pungkak Rebah melayang
Segara Celaing belum sempat menjawab, tapi tiba-tiba para prajurit Intan Jaya datang menyerang Lanting Beruga.Mereka menggunakan tombak panjang untuk menekan pemuda tersebut, dengan perasaan campur aduk antara berani dan penakut.Lanting Beruga menghindari semua serangan yang datang ke arah dirinya, lalu menggunakan sebuah kayu untuk memukul beberapa prajurit yang berada di garis depan."Siapa yang memberi perintah?" tanya Lanting Beruga.Para prajurit terdiam mendengar hal itu. Karena jengkel, Lanting Beruga mengirimkan energi batinnya melalui mata asura untuk membuat barisan depan lumpuh seketika.Lanting Beruga menanyakan hal yang sama, tapi kali ini salah satu prajurit memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan Lanting Beruga."Patih ...Patih Abai Maida," ucap dirinya dengan terbata-bata."Ketahuilah, aku adalah utusan dari Serikat Satria, sebelum sesuatu yang buruk terjadi kepada kalian, aku ingin semuanya menurunkan senjata!"
"Ayah, tolong bertahanlah!" Pangeran Vandham mulai menangis saat ini, ketika melihat kondisi Sang Raja yang mulai lemah tak berdaya.Pandangan Sang Raja mulai kosong, mata mulai memutih dan kehilangan sinarnya. Sudah berapa lama Sang Raja di tahan di dalam penjara bawah tanah, penjara yang hanya digunakan untuk menghukum pelaku kejahatan, tapi menjadi tempat tidurnya dengan lilitan rantai dan tergantung seperti tak ada artinya.Tentulah pula dia mengalami sakit-sakitan, sebab makan hanya satu kali sehari, bahkan kandang pula tidak makan sama sekali.Tubuh tua rentanya, tidak mungkin bertahan dari derita seperti itu.Namun tidak ada satupun penjaga penjara yang ingin menengok kesehatannya, padahal mereka dulunya menghormati Sang Raja mereka.Tidak ada pula pelayan yang berniat membuatkan bubur sagu kesukaan Sang Raja, padahal dulu mereka berbondong-bondong untuk melayaninya.Sekarang, semuanya hanya tinggal sesalan, nyawa Sang Raja tamp
Semakin lama berjalan bersama Lanting Beruga, tampaknya Segara Celaing semakin mengenal jelas sifat dan watak pemuda tersebut.Acap kali tingkah konyol pemuda itu membuat Segara Celaing tersenyum kecil, dan berpikir pemuda ini begitu ramah dan baik hati.Meskipun status Segara Celaing adalah tawanan, tapi dirinya tidak merasa bahwa demikian, sebaliknya dia malah melihat banyak celah untuk melarikan diri dari tangan Lanting Beruga.Entah apakah celah itu sengaja buat oleh pemuda tersebut, Segara Celaing tidak tahu. Namun, karena sifat tersebut, pria itu malah tidak ingin melarikan diri, dan memutuskan tetap bersama dengan Lanting Beruga.Entahlah apa yang akan terjadi ketika sampai di Klan Pasir Hitam, Segara Celaing sendiri merasa ketakutan dengan pimpinannya.Dua hari berjalan bersama dengan Lanting Beruga, membuat Segara Celaing belajar banyak hal mengenai kehidupan ini.Misalnya saat ini ketika Segara Celaing bertanya mengenai
Lanting Beruga menarik nafas dalam-dalam, setelah mendapatkan cukup banyak informasi dari pria jangkung di sampingnya, kini dia bersiap untuk menggempur Klan Pasir Hitam.Lanting Beruga memberi Celaing tiga pilihan, tinggal di sini atau ikut bersama dirinya untuk menghancurkan Klan Pasir Hitam. Namun pilihan ke tiga akan membawa dirinya ke alam baka, yaitu kembali berpihak dengan Klan Pasir Hitam.Tampak jelas wajah Celaing sedang bimbang saat ini. Membantu klan merupakan sebuah kewajiban bagi Celaing, tapi itu artinya dia akan berhadapan dengan pemuda di depannya."Aku akan tinggal di sini," ucap Segara Celaing setelah mempertimbangkan hal itu dengan matang. "Aku mungkin akan pergi."Lanting Beruga tersenyum penuh arti, sebelum kemudian dia melompat ke atas punggung Garuda Kencana dan mulai mendekati pintu masuk Klan Pasir Hitam.Garuda masih berkeliling di atas langit-langit permukaan air terjun, belum menurunkan Lanting Beruga di pintu masuknya.
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m