Pungkak Rebah mengeluarkan sebilah senjata pedang panjang bermata ganda. Dia mulai menyerang Lanting Beruga dengan serangan jarak dekat, dan teknik pedang yang dikuasainya.
Pertukaran serangan terjadi begitu banyak hanya dalam beberapa waktu yang singkat.
Belum pula Lanting Beruga akan menekan lawannya, tiba-tiba Segara Celaing datang dengan tombak berapi-api.
Dia menyerang Lanting Beruga dari arah belakang, sementara Pungkak Rebah menekan dari arah depan.
Dua lawan sekaligus dihadapi Lanting Beruga, tapi hal itu tidak membuat dirinya tertekan sama sekali.
Semua serangan disambut baik oleh Lanting Beruga. Meskipun kecepatan dua orang itu patut diacungi jari jempol, tapi Lanting Beruga dapat menahannya dengan sangat santai.
Lanting Beruga bahkan belum menggunakan kekuatan roh api saat ini. Dia bertarung hanya mengandalkan kekuatan pisiknya belaka, ditambah insting bertarung yang semakin terasah.
Sesekali, tebasan Pungkak Rebah melayang
Segara Celaing belum sempat menjawab, tapi tiba-tiba para prajurit Intan Jaya datang menyerang Lanting Beruga.Mereka menggunakan tombak panjang untuk menekan pemuda tersebut, dengan perasaan campur aduk antara berani dan penakut.Lanting Beruga menghindari semua serangan yang datang ke arah dirinya, lalu menggunakan sebuah kayu untuk memukul beberapa prajurit yang berada di garis depan."Siapa yang memberi perintah?" tanya Lanting Beruga.Para prajurit terdiam mendengar hal itu. Karena jengkel, Lanting Beruga mengirimkan energi batinnya melalui mata asura untuk membuat barisan depan lumpuh seketika.Lanting Beruga menanyakan hal yang sama, tapi kali ini salah satu prajurit memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan Lanting Beruga."Patih ...Patih Abai Maida," ucap dirinya dengan terbata-bata."Ketahuilah, aku adalah utusan dari Serikat Satria, sebelum sesuatu yang buruk terjadi kepada kalian, aku ingin semuanya menurunkan senjata!"
"Ayah, tolong bertahanlah!" Pangeran Vandham mulai menangis saat ini, ketika melihat kondisi Sang Raja yang mulai lemah tak berdaya.Pandangan Sang Raja mulai kosong, mata mulai memutih dan kehilangan sinarnya. Sudah berapa lama Sang Raja di tahan di dalam penjara bawah tanah, penjara yang hanya digunakan untuk menghukum pelaku kejahatan, tapi menjadi tempat tidurnya dengan lilitan rantai dan tergantung seperti tak ada artinya.Tentulah pula dia mengalami sakit-sakitan, sebab makan hanya satu kali sehari, bahkan kandang pula tidak makan sama sekali.Tubuh tua rentanya, tidak mungkin bertahan dari derita seperti itu.Namun tidak ada satupun penjaga penjara yang ingin menengok kesehatannya, padahal mereka dulunya menghormati Sang Raja mereka.Tidak ada pula pelayan yang berniat membuatkan bubur sagu kesukaan Sang Raja, padahal dulu mereka berbondong-bondong untuk melayaninya.Sekarang, semuanya hanya tinggal sesalan, nyawa Sang Raja tamp
Semakin lama berjalan bersama Lanting Beruga, tampaknya Segara Celaing semakin mengenal jelas sifat dan watak pemuda tersebut.Acap kali tingkah konyol pemuda itu membuat Segara Celaing tersenyum kecil, dan berpikir pemuda ini begitu ramah dan baik hati.Meskipun status Segara Celaing adalah tawanan, tapi dirinya tidak merasa bahwa demikian, sebaliknya dia malah melihat banyak celah untuk melarikan diri dari tangan Lanting Beruga.Entah apakah celah itu sengaja buat oleh pemuda tersebut, Segara Celaing tidak tahu. Namun, karena sifat tersebut, pria itu malah tidak ingin melarikan diri, dan memutuskan tetap bersama dengan Lanting Beruga.Entahlah apa yang akan terjadi ketika sampai di Klan Pasir Hitam, Segara Celaing sendiri merasa ketakutan dengan pimpinannya.Dua hari berjalan bersama dengan Lanting Beruga, membuat Segara Celaing belajar banyak hal mengenai kehidupan ini.Misalnya saat ini ketika Segara Celaing bertanya mengenai
Lanting Beruga menarik nafas dalam-dalam, setelah mendapatkan cukup banyak informasi dari pria jangkung di sampingnya, kini dia bersiap untuk menggempur Klan Pasir Hitam.Lanting Beruga memberi Celaing tiga pilihan, tinggal di sini atau ikut bersama dirinya untuk menghancurkan Klan Pasir Hitam. Namun pilihan ke tiga akan membawa dirinya ke alam baka, yaitu kembali berpihak dengan Klan Pasir Hitam.Tampak jelas wajah Celaing sedang bimbang saat ini. Membantu klan merupakan sebuah kewajiban bagi Celaing, tapi itu artinya dia akan berhadapan dengan pemuda di depannya."Aku akan tinggal di sini," ucap Segara Celaing setelah mempertimbangkan hal itu dengan matang. "Aku mungkin akan pergi."Lanting Beruga tersenyum penuh arti, sebelum kemudian dia melompat ke atas punggung Garuda Kencana dan mulai mendekati pintu masuk Klan Pasir Hitam.Garuda masih berkeliling di atas langit-langit permukaan air terjun, belum menurunkan Lanting Beruga di pintu masuknya.
Lanting Beruga mengirim 8 orang pendekar yang menghadangnya, ke alam baka. Entah berapa banyak lawan yang akan dihadapinya, Lanting Beruga tidak tahu.Yang jelas, saat ini musuh mulai berdatangan karena terpancing oleh suara gemuruh ledakan energi yang diperbuat oleh pukulan tenaga dalam.Ada banyak sekali batu yang hancur menjadi serpihan kecil di tempat ini. Atau kilatan cahaya terang warna-warni yang tampak begitu indah oleh mata tapi sangat menakutkan.Benturan-benturan antar ke dua belah pihak terjadi dalam waktu yang cukup lama, hingga sekarang belasan orang itu mulai kehabisan tenaga dalam.Sungguh, pendekar level bumi sekalipun akan kesulitan menahan serangan yang dilakukan secara bersamaan itu, tapi Lanting Beruga tidak bergeming dari tempatnya. Dia menahan semua serangan itu dengan pedang putih di telapak tangan kanannya.Kadang kala di membelah pukulan energi lawan-lawannya, kadang pula dia menghindari serangan tersebut.
Pendekar Tangan Besi telah mencapai level bumi tinggi, meskipun tidak sekuat Ketua Klan Besi, tapi dia memiliki banyak teknik yang membuat lawannya mati.Dengan teknik tangan besi yang begitu kuat, dia bisa menghancurkan satu rumah gedung hanya dengan satu pukulan tangannya saja.Teknik seperti ini mungkin ada banyak yang digunakan oleh pendekar-pendekar aliran sesat maupun aliran putih, tapi yang sedikit mengerikan dari pukulan tangan pria itu, adalah, akan ada ledakan tepat setelah dia mendaratkan kepalan tinjunya. Ledakan api yang sangat dahsyat, yang dapat menghancurkan satu gedung menjadi rata dengan tanah."Kau orang yang beruntung akan mati di tangan Besiku," ucap Pendekar Tangan Besi, membenturkan dua tangannya hingga terdengar suara, 'tang tang'.Lanting Beruga masih belum merespon ancaman tersebut, tapi kemudian pria itu lenyap dari tempatnya."Cepat sekali," gumam Lanting Beruga.Pendekar Tangan Besi baru saja menjadikan bebatuan
Pria besar itu sungguh telah mengeluarkan banyak aura alam untuk menciptakan serangan sekuat itu. Dia bahkan sangat yakin, Ketua Klan Pasir Hitam akan terluka karena serangannya, lalu kenapa wajah Lanting Beruga terlihat biasa-biasa saja.Tidak ada lecet di wajah itu, kecuali asap yang memenuhi tubuhnya.Lanting Beruga menggelengkan kepala kiri dan kanan, hingga terdengar suara retakan dari lehernya."Ahhhh ...kau membuat pemanasan yang bagus," ucap Lanting Beruga, masih meretakkan lehernya."Sombong sekali kau anak muda," ucap Pendekar Tangan Besi, "aku hanya menggunakan setengah dari kekuatanku.""Benarkah?" timpal Lanting Beruga seraya tersenyum tipis. "Kau bisa mengulangi jurus itu jika sempat."Setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba energi merah bara muncul dari telapak tangan Lanting Beruga, menyelimuti pedang sisik naga hijau. Bilah pedang itu kini menjadi sangat panas.Pendekar Tangan Besi merasakan aura yang terpancar da
"Rupanya kau yang menjadi penghianat klan? dengan membawa pria tersebut datang ke tempat ini?" Seorang pria berjulukan Kaki Hantu mencaci Segara Celaing setelah mereka terlibat dalam beberapa kali pertukaran serangan, "Dimana otakmu? apa kau ingin membangkang perintah Ketua?"Segara Celaing belum menjawab ucapan temannya, kecuali mendengarkan hingga dia selesai berkata.Setelah itu, Segara Celain berujar dengan nada yang dingin, "Bukankah ketua menginginkan kepala pemuda itu? sekarang aku telah membawa dirinya ke sini, kenapa kau malah marah?"Ucapan itu membungkam mulut Kaki Hantu yang terkenal kasar dengan lidahnya."Pungkak Rebah dan aku tidak berhasil membunuhnya, karena dia memang sangat kuat," ucap Segara Celaing, "Jika kau tak percaya, boleh kau mencoba kekuatan dirinya."Namun.Segara Celaing tersenyum penuh arti, "Benar pula yang kau ucapkan, aku membawa pemuda ini untuk menghancurkan Klan Pasir Hitam, selamanya!""Apa maksud
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m