Benggala Cokro terlalu memperhatikan pimpinan bajak lautnya, sampai melupakan jika semua kru bajak laut telah memasuki kapal mereka.
Para pendekar yang ada di dalam kapal ini, mulai menyerang bajak laut itu, tapi rupanya mereka mati mengenaskan.
"Jendral, kau tidak dengar perkataanku?" seorang kru baru saja meletakan bilah mata pedangnya di leher seorang pemuda, dengan senyum bangga kru bajak laut itu mengancam akan memotong leher pemuda itu jika Benggala Cokro melawan.
Lanting Beruga menghela nafas, pedang bajak laut ini terasa dingin di batang lehernya.
Sementara Benggala Cokro menarik semua pedangnya, siap di arahkan pada semua kru yang ada di depan dan belakangnya.
"Pedangmu memang sangat cepat, tapi apa lebih cepat dari pedang kami?" kru bajak laut kembali tersenyum. "Sekarang, kau hanya sendirian, Jendral. Sementara kami memiliki puluhan tawanan."
Para saudagar kaya mulai merengek ketakutan, beberapa dari mereka mulai kencing di
Pengalaman pertama menaiki kapal rupanya tidak seindah yang dibayangkan Lanting Beruga. Belum juga karena mabuk perjalanan, kini ada musuh yang datang mengusik mereka. Goncangan demi goncangan kapal, membuat perut pemuda itu benar-benar berputar, dan .... "Paman, aku mohon ..." ucap Lanting Beruga. "Biarkan dia mengeluarkan isi perutnya!" Pimpinan bajak laut berseru. Ini adalah momen Pimpinan Bajak Laut menggertak seorang jendral, tidak boleh dirusak oleh muntahan seorang pemuda. Lagipula, Lanting Beruga terlihat seperti rakyat jelata, tidak perlu diwaspadai. Jika dia pendekar, dimana tenaga dalamnya? Lanting Beruga berlari ke buritan kapal, mengeluarkan semua isi perutnya yang sudah dia tahan cukup lama. Beberapa kru bajak laut tidak berminat melihat keadan pemuda itu. Benar-benar menjijikan. Sebenarnya, keberadaan Lanting Beruga tidak terlalu mengganggu bagi Kru Bajak Laut itu, jadi mereka kembali melakukan kesepakatan dengan
Kematian akibat tusukan pedang lebih banyak dari pada kepala yang terpenggal, artinya Benggala Cokro lebih banyak membunuh daripada Lanting Beruga.Namun tindakan yang dilakukan oleh Lanting Beruga bisa dibilang begitu nekat, dan berhasil mengamankan situasi. Yang tersisa kini hanya Pimpinan Bajak Laut Buaya Putih seorang. Sekali lagi pria bermata satu itu menatap Lanting Beruga dengan sinis, menaruh dendam kepada pemuda itu.Bagaimana tidak, jika bukan Lanting Beruga rencana bajak laut pasti berjalan mulus. Lebih dari itu, mereka mungkin bisa membunuh Benggala Cokro.Setelah mode cahaya api lenyap, Lanting Beruga bergegas membantu Sekar Ayu. Gadis itu tadi nyaris mati karena tiga pedang musuh telah berada di lehernya."Kau baik-baik saja?" ucap Lanting Beruga, mengangkat tubuh Sekar Ayu. "Dimana yang sakit?"Mendapat pertanyaan itu, wajah Sekar Ayu menjadi merah. Sebenarnya tidak ada pemuda yang begitu dekat dengannya seperti y
Beberapa waktu kemudian, situasi kembali tenang seperti sedia kala. Kapal kembali berjalan meski hanya dengan setengah kain layar.Badai telah lenyap, kabut telah hilang. Sementara itu, beberapa orang penumpang mulai menangisi nasip mereka yang malang.Ada anak kehilangan bapaknya, ada pula wanita kehilangan suami, dan yang jelas saudagar kehilangan barang dagangan mereka.Mayat-mayat pendekar garis lurus yang sempat terlempar, kini lenyap dari pandangan mereka. Barangkali hanyut bersama dengan arus sungai yang mengalir tenang.Lanting Beruga jatuh tersandar tidak jauh dari Sekar Ayu. Wajah pemuda itu tampak kusut, beberapa luka goresan memenuhi wajah itu.Dia menatap semua orang di dalam kapal, memancing kemarahan di dalam jiwanya."Jika aku cukup kuat ..." ucap Lanting Beruga. "Hal seperti ini tidak akan terjadi."Sekar Ayu mendengar ucapan Lanting Beruga, hanya bisa menatap wajah pemuda itu dengan sendu. Ya, hanya wajah Lanti
Lanting Beruga mengikuti nenek itu, masih membawa daging panggang dan sesekali memakannya. Rasa daging panggang ini memang aneh, dan sebenarnya sangat tidak lezat, tapi Lanting Beruga masih saja mengunyahnya. Mubasir membuang makanan.Nenek itu mungkin tidak tahu jika dia diikuti oleh Lanting Beruga, kemudian berhenti di persimpangan jalan.Jalan ke kanan adalah jalan utama yang akan membawa ke Istana Sursena, sementara jalan ke kiri entah akan membawa kemana.Nenek itu memilih jalan ke kiri. Lanting Beruga masih mengikuti.Tidak beberapa lama, wanita tua itu membeli beras dari 1 koin emas yang diberikan oleh Lanting Beruga, dan juga beberapa ekor ikan busuk."Itu adalah wanita tuanya!" terdengar beberapa orang berteriak dari arah lain.4 orang pria dan satu wanita dengan pakaian nyentrik. Dari tampangnya, wanita itu mungkin saja adalah saudagar yang cukup kaya."Dia telah menipuku, dengan menjual daging
"Nenek aku lapar ..." gadis kecil mencengkram perutnya yang kecil, tangan yang juga kecil itu tampak seperti tulang dibungkus oleh kulit yang kusam."Nenek ... apa kau tidak membawa makanan?" berkata lagi bocah kecil yang lain.Dengan pilu, Nenek tua ini menangis sambil memeluk anak-anak kecil, air matanya berlinangan tak mampu menahan rasa lapar bocah malang itu."Maafkan Nenek ..." ucap wanita tua itu, "nenek aka mencari makanan, tunggulah.""Tunggu di sini," ucap Lanting Beruga, memebelai wajah kecil seorang bocah. "Kakak akan kembali, tidak akan lama ..."Lanting Beruga buru-buru keluar dari rumah reot itu, dadanya terasa sesak dan nafasnya mulai sesak. Pikirannya tak menentu, kalut dan kusut.Bagaiamana kerajaan sebesar ini memiliki sisi kelam yang memilukan. Ada banyak orang kaya di tempat ini, apakah mereka tidak melihat di sudut wialayah ini, beberapa anak kecil menahan lapar?Kerajaan ini sudah rusak, rusak moralnya. Lanting
Malam ini Lanting Beruga memutuskan untuk tidur di rumah reot ini, bersama anak-anak yang lain. Ketika malam semakin larut, semua bocah malang ini saling berpelukan, tidak ada selimut tebal yang menutupi tubuh mereka.Lanting Beruga membuat api unggun kecil di dalam rumah, hanya untuk menghangatkan tubuh mereka. Dia lupa untuk membeli selimut tebal.Untuk kali pertama, Lanting Beruga tidak mencicipi makanan yang ada di depan dirinya. Semua makanan ini habis menyisakan beras, jagung dan ubi-ubian."Rumah kami sedikit kecil dan berantakan ..." ucap nenek tua, "jika kau ingin, kau bisa tidur di kamar sebelah, aku sudah menyiapkan tempat untumu, anak muda.""Panggil saja aku Lanting, Nek ..." Lanting Beruga kemudian menanyakan, bagaimana ke adaan Kerajaan ini, kenapa ada anak-anak seperti ini di tengah-tengah dunia yang mewah.Nenek tua tersenyum pahit, ini adalah wajah lain Sursena yang disembunyikan dari publik. Ini mungkin tempat paling ramai, terli
Di kediamannya, Jendral Dewangga berjalan mondar-mandir, sesekali mengurut keningnya yang terasa sakit, sesekali menggerutu kesal.Sampai hari ini, Lanting Beruga belum menunjukan hidungnya, seolah raib di telan dunia."Kemana bocah bodoh ini?" gumam Jendral Dewangga. "Harusnya kapal yang ditumpanginya sudah tiba sejak siang tadi, apa dia tersesat lagi?"Besok malam adalah hari perayaan Ulang Tahun Raja Lakuning Banyu, waktu mereka tidak banyak, ada beberapa hal yang harus di persiapkan oleh Lanting Beruga dan juga Subansari, mengenai pertandingan antar murid Jendral.Berdiri salah,dudukpun salah, begitulah yang dirasakan oleh Jendral Dewangga, sementara Subansari di kamar sebelah, mungkin sedang melakukan meditasi saat ini."Jendral, ada tamu diluar ..." Seorang pelayan mendatangai Dewangga.Ini sudah malam, tamu seperti apa yang datang ke kamar dirinya? Dengan sedikit kesal, Dewangga akhirnya keluar."Aku tidak bisa tidur, jadi data
Siang hari di Sursena."Huammm ..." seorang gadis baru bangun dari tidurnya, dia mengucek matanya beberapa kali, mulai menyipit karena matahari yang bersinar terang."Minggir!" terdengar bentakan seorang pedagang. "Cari tempat lain, dasar pengemis.""Apa pengemis?!" gadis itu membentak pedagang itu, mengarahkan sarung pedangnya ke arah leher. "Apa kau cari mati, pak tua?""Ma ...mafkan aku ..." ucap Pedagang itu, menyadari jika gadis ini adalah seorang pendekar.Gadis itu, mengambil satu buah apel, menggigit buah itu sebelum kemudian pergi tanpa membayar satu perakpun.Ya, dia adalah Intan Ayu, gadis kembar yang pergi meninggalkan Sekte Pedang Emas. Di sudah ada di Sursena, satu minggu sebelum hari perayaan ulang tahun Lakuning Banyu diadakan.Dia juga gadis yang telah menyelamatkan Lanting Beruga, ketika pemuda itu berhadapan dengan banyak perampok di desanya.Berjalan ke arah Istana, Intan Ayu percaya jika Gurunya sudah ada d