Nyai Seburuk Mayat memasang kuda-kuda untuk menyerang, cahaya ungu mulai menyelimuti belati angkara murka di tanganya.
"Tebasan Seribu Derita."
Banyak larik cahaya hijau berbentuk bulan sabit mengarah pada Jendral Dewangga.
Serangan jarak jauh, yang sangat kuat. Puing-puing bangunan yang ada di tempat ini berhamburan, ledakan terjadi ketika setiap larik cahaya mengenai benda apapun.
Bom bom bom
Jendral Dewangga mencoba menghindari semua serangan beruntun lawannya, hampir saja dia berhasil tapi salah satu dari anak buah Nyai Seburuk Mayat juga melepaskan serangan tak terduga, yang mengenai tubuh tua Jendral Dewangga.
Serangan itu mungkin tidak seberapa bagi pak tua tersebut, tapi karena hal itu konsentrasinya menjadi terganggu, selarik cahaya ungu datang ke arah dirinya. Terkena telak.
Tubuh tua Jendral Dewangga melayang beberapa saat di udara, sebelum kemudian terhempas, terseret beberapa jauhnya.
Permukaan tanah membuat
Beberapa orang melihat hanya seorang pemuda yang mengayunkan pedang bercahaya merah. Tapi kekuatan yang ditimbulkan dari pedan bercahaya merah itu, bisa membuat semua benda hangus menjadi abu. "Sial, siap itu?!" berteriak keras kusir kuda yang menghianati mereka. "Aku ..." jawab Lanting Beruga. "Teganya kau menghianati kami." Kusir itu mengangkat pedangnya, mencoba menahan serangan Lanting Beruga dengan perasaan takut. "Tunggu, aku hanya dipaksa oleh mereka!" ucap kusir kuda tersebut. "Aku melangkah di jalan pedang, jika kau mati maka kau telah bersalah ..." Lanting Beruga mengayunkan pedangnya secepat kilat, memotong pedang kusir penghianat itu, juga memotong tubuh orang itu menjadi dua bagian. Sesaat kusir kuda menggelepar seperti ikan emas yang berada di daratan, dia berteriak keras, berguling dan berteriak keras lagi. Pemandangan itu membuat beberapa orang yang tersisa menjadi ketakutan. Setelah itu, l
Menjelang siang hari, Lanting Beruga dan Jendral Dewangga tidak berniat untuk kembali tertidur. Mereka berjaga-jaga jika saja musuh mungkin akan datang kembali, tapi rupanya tidak.Jendral Dewangga menghabiskan sebagian banyak ramuan penahan rasa sakit, untuk meredam luka dalam yang dia terima.Siang harinya, Lanting Beruga pergi ke toko dan menanyakan obat yang bisa membantu Jendral Dewangga."Tidak ada ramuan yang bisa mengobati luka dalam, hingga benar-benar sembuh ..." pemilik Toko tidak bisa memberikan ramuan apapun kepada Lanting Beruga."Yang benar saja, bukankah toko kalian paling ramai?" tanya Lanting Beruga. "Katakan berapa harga satu ramuan itu, aku akan membelinya."Pemilik Toko menggelengkan kepala, dia tentu saja bisa mendapatkan uang banyak dengan menipu pemuda keras kepala ini, tapi pada akhirnya pria itu hanya mengatakan, "kami tidak memiliki ramuan penyembuh itu."Lanting Beruga hampir saja membanting benda apapun di sekita
Barulah ketika Burung Garuda Kencana terbang dari pundak Lanting Beruga menuju tepat di hadapan kuda-kuda itu, perjalan mereka menjadi lebih tenang."Klik Klik Klik ..." ucap Garuda Kencana.Kuda bersuara, meringkih seakan mengerti apa yang telah dikatakan oleh Garuda Kencana."Klik Klik Klik ..." burung itu kemudian menghampiri Lanting Beruga, dan berkicau beberapa kali."Benarkah," ucap Lanting Beruga, pemuda itu tersenyum kecil, Garuda Kencana baru saja mengatakan, jika dia bisa mengendalikan kuda-kuda ini dengan energi silumannya. "Kalau begitu aku serahkan semuanya kepadamu!""Klik Klik Klik ..." Garuda Kencana terbang lagi dan berkicau kepada empat kuda yang menarik kereta mereka, beberapa saat kemudian, kuda-kuda itu benar-benar berubah menjadi penurut.Jendral Dewangga dan Subansari yang ada di dalam kereta menarik nafas lega. Beberapa waktu yang lalu, mereka berdua seolah tinggal di rumah yang diguncang gempa dahsyat. Nyaris jungkir
"Apa dia akan baik-baik saja?" tanya Subansari."Selagi kapal yang ditumpanginya tidak berbalik arah, dia akan tiba di Sursena lebih dahulu dari kita." Jendral Dewangga menggaruk kepalanya, masih kesal karena kelakuan Lanting Beruga, "sudahlah, biarkan dia ...jika dia beruntung dia tidak akan tersesat."Mendengar hal itu, rasa khwatir yang ada di benak Subansari, menjadi sedikit berkurang.Sementara di kapal lain, Lanting Beruga menatap kapal Jendral Dewangga yang semakin jauh tertinggal di belakang."Hemmm ...biarkan saja," ucap pemuda itu, kemudian kembali mencium aroma harum dari sisi lain kapal ini."Klik Klik Klik ..." Garuda Kencana mematuk telinga pemuda itu, karena mungkin juga jengkel.Hidung Lanting Beruga mengendus beberapa kali, dia kembali berjalan dan beberapa kali menyadung kaki penumpang yang ada di sana."Ini adalah rusa terbaik yang kami miliki, diolah dengan sangat baik, hingga menciptakan aroma daging yang mengguga
Petugas kapal menyadari sesuatu, dia tertarik dengan burung berkaki empat yang ada di pundak Lanting Beruga."Kau tidak punya uang sebanyk itu bukan?" tanya Petugas kapal, "kalau begitu tukar denga burung ini!""Garuda Kencana tidak dijual, dia bukan barang," jawab Lanting Beruga, masih merogoh saku bajunya, kemudian mengeluarkan 1000 keping emas.Harga tiket masuk hanya 100 keping emas, tapi karena Lanting Beruga telah menyinggung petugas kapal, harga tiket menjadi naik 10 kali lipat, hanya untuk dirinya sendiri."Kalau begitu, berikan 1000 keping emas kepadaku!" Petugas Kapal benar-benar menekan pemuda ini, hingga kemudian terdengar suara berat dari arah belakang Lanting Beruga."Apa yang kau pikirkan, memeras pemuda ini?"Petugas Kapal menoleh ke belakang, wajahnya menjadi pucat pasi, karena ketakutan.Lanting Beruga juga menoleh ke belakang, tapi dia tidak tahu siapa gerangan pria tua di belakang dirinya.Ya, pria itu
Sekar Ayu terlihat murung, dimata Lanting Beruga gadis itu seolah kehilangan semangat untuk menjalani hidupnya. "Anak muda, kemana tujuanmu?" tanya Jendral Benggala Cokro. "Sebenarnya aku ..." Lanting Beruga menjelaskan kejadian yang baru saja menimpa dirinya, hal itu malah membuat Sekar Ayu tersenyum kecil, bahkan mulai tertawa karena lucu. Benggala Cokro manggut-manggut sambil mengusap janggutnya yang panjang, pemuda di depannya rupanya sedikit ceroboh. "Jadi kau murid Dewangga?" tanya Benggala Cokro. "Bisa dibilang seperti itu, Kakek Jendral." "Hemmm ..." Benggala Cokro tampak berpikir saat ini, dia mengenal baik Dewangga, dan bertanya kenapa memilih murid tanpa tenaga dalam ini. Dewangga memang belum pernah membawa murid hebat setiap kali mengadakan pertemuan di Istana Sursena, ini membuat reputasinya sebagi guru sedikit buruk dimata jendral yang lain. Jika kali ini dia membawa Lanting Beruga, yang menurut Ben
Teknik pedang emas, adalah teknik yang memungkinkan para pendekarnya mengendalikan pedang dari jarak jauh.Dari tiga sekte terkuat, Sekte Pedang Emas adalah yang paling hebat dalam mengontrol tenaga dalam mereka.Sejumlah tenaga dalam akan dialirkan pada pedang mereka, sebelum kemudian dikendalikan seperti mereka mengendalikan jari tangan mereka sendiri.Teknik semacam ini hampir sama dengan Ketua Kapak yang mengendalikan selusin kapak kecilnya, tapi milik Pedang Emas lebih halus, lebih kuat dan lebih ganas.Rantai-rantai besar yang tidak bisa diputuskan oleh para pendekar yang lain, dapat dengan mudah dihancurkan oleh Benggala Cokro.Mula-mula hanya satu rantai, tapi kemudian tiga rantai. Kapal yang hampir tenggelam langsung naik ke permukaan, dan bergoncang cukup kuat.Beberapa penumpang kembali berteriak histeris, goncangan itu bahkan melemparkan beberapa anak kecil ke atas."Jangan bilang dia adalah Jendral Benggala Cokro?" pimpin
Benggala Cokro terlalu memperhatikan pimpinan bajak lautnya, sampai melupakan jika semua kru bajak laut telah memasuki kapal mereka. Para pendekar yang ada di dalam kapal ini, mulai menyerang bajak laut itu, tapi rupanya mereka mati mengenaskan. "Jendral, kau tidak dengar perkataanku?" seorang kru baru saja meletakan bilah mata pedangnya di leher seorang pemuda, dengan senyum bangga kru bajak laut itu mengancam akan memotong leher pemuda itu jika Benggala Cokro melawan. Lanting Beruga menghela nafas, pedang bajak laut ini terasa dingin di batang lehernya. Sementara Benggala Cokro menarik semua pedangnya, siap di arahkan pada semua kru yang ada di depan dan belakangnya. "Pedangmu memang sangat cepat, tapi apa lebih cepat dari pedang kami?" kru bajak laut kembali tersenyum. "Sekarang, kau hanya sendirian, Jendral. Sementara kami memiliki puluhan tawanan." Para saudagar kaya mulai merengek ketakutan, beberapa dari mereka mulai kencing di