Beberapa orang melihat hanya seorang pemuda yang mengayunkan pedang bercahaya merah.
Tapi kekuatan yang ditimbulkan dari pedan bercahaya merah itu, bisa membuat semua benda hangus menjadi abu.
"Sial, siap itu?!" berteriak keras kusir kuda yang menghianati mereka.
"Aku ..." jawab Lanting Beruga. "Teganya kau menghianati kami."
Kusir itu mengangkat pedangnya, mencoba menahan serangan Lanting Beruga dengan perasaan takut.
"Tunggu, aku hanya dipaksa oleh mereka!" ucap kusir kuda tersebut.
"Aku melangkah di jalan pedang, jika kau mati maka kau telah bersalah ..."
Lanting Beruga mengayunkan pedangnya secepat kilat, memotong pedang kusir penghianat itu, juga memotong tubuh orang itu menjadi dua bagian.
Sesaat kusir kuda menggelepar seperti ikan emas yang berada di daratan, dia berteriak keras, berguling dan berteriak keras lagi. Pemandangan itu membuat beberapa orang yang tersisa menjadi ketakutan.
Setelah itu, l
Bab 91 ada kesalahan, tapi sudah aku perbaiki...
Menjelang siang hari, Lanting Beruga dan Jendral Dewangga tidak berniat untuk kembali tertidur. Mereka berjaga-jaga jika saja musuh mungkin akan datang kembali, tapi rupanya tidak.Jendral Dewangga menghabiskan sebagian banyak ramuan penahan rasa sakit, untuk meredam luka dalam yang dia terima.Siang harinya, Lanting Beruga pergi ke toko dan menanyakan obat yang bisa membantu Jendral Dewangga."Tidak ada ramuan yang bisa mengobati luka dalam, hingga benar-benar sembuh ..." pemilik Toko tidak bisa memberikan ramuan apapun kepada Lanting Beruga."Yang benar saja, bukankah toko kalian paling ramai?" tanya Lanting Beruga. "Katakan berapa harga satu ramuan itu, aku akan membelinya."Pemilik Toko menggelengkan kepala, dia tentu saja bisa mendapatkan uang banyak dengan menipu pemuda keras kepala ini, tapi pada akhirnya pria itu hanya mengatakan, "kami tidak memiliki ramuan penyembuh itu."Lanting Beruga hampir saja membanting benda apapun di sekita
Barulah ketika Burung Garuda Kencana terbang dari pundak Lanting Beruga menuju tepat di hadapan kuda-kuda itu, perjalan mereka menjadi lebih tenang."Klik Klik Klik ..." ucap Garuda Kencana.Kuda bersuara, meringkih seakan mengerti apa yang telah dikatakan oleh Garuda Kencana."Klik Klik Klik ..." burung itu kemudian menghampiri Lanting Beruga, dan berkicau beberapa kali."Benarkah," ucap Lanting Beruga, pemuda itu tersenyum kecil, Garuda Kencana baru saja mengatakan, jika dia bisa mengendalikan kuda-kuda ini dengan energi silumannya. "Kalau begitu aku serahkan semuanya kepadamu!""Klik Klik Klik ..." Garuda Kencana terbang lagi dan berkicau kepada empat kuda yang menarik kereta mereka, beberapa saat kemudian, kuda-kuda itu benar-benar berubah menjadi penurut.Jendral Dewangga dan Subansari yang ada di dalam kereta menarik nafas lega. Beberapa waktu yang lalu, mereka berdua seolah tinggal di rumah yang diguncang gempa dahsyat. Nyaris jungkir
"Apa dia akan baik-baik saja?" tanya Subansari."Selagi kapal yang ditumpanginya tidak berbalik arah, dia akan tiba di Sursena lebih dahulu dari kita." Jendral Dewangga menggaruk kepalanya, masih kesal karena kelakuan Lanting Beruga, "sudahlah, biarkan dia ...jika dia beruntung dia tidak akan tersesat."Mendengar hal itu, rasa khwatir yang ada di benak Subansari, menjadi sedikit berkurang.Sementara di kapal lain, Lanting Beruga menatap kapal Jendral Dewangga yang semakin jauh tertinggal di belakang."Hemmm ...biarkan saja," ucap pemuda itu, kemudian kembali mencium aroma harum dari sisi lain kapal ini."Klik Klik Klik ..." Garuda Kencana mematuk telinga pemuda itu, karena mungkin juga jengkel.Hidung Lanting Beruga mengendus beberapa kali, dia kembali berjalan dan beberapa kali menyadung kaki penumpang yang ada di sana."Ini adalah rusa terbaik yang kami miliki, diolah dengan sangat baik, hingga menciptakan aroma daging yang mengguga
Petugas kapal menyadari sesuatu, dia tertarik dengan burung berkaki empat yang ada di pundak Lanting Beruga."Kau tidak punya uang sebanyk itu bukan?" tanya Petugas kapal, "kalau begitu tukar denga burung ini!""Garuda Kencana tidak dijual, dia bukan barang," jawab Lanting Beruga, masih merogoh saku bajunya, kemudian mengeluarkan 1000 keping emas.Harga tiket masuk hanya 100 keping emas, tapi karena Lanting Beruga telah menyinggung petugas kapal, harga tiket menjadi naik 10 kali lipat, hanya untuk dirinya sendiri."Kalau begitu, berikan 1000 keping emas kepadaku!" Petugas Kapal benar-benar menekan pemuda ini, hingga kemudian terdengar suara berat dari arah belakang Lanting Beruga."Apa yang kau pikirkan, memeras pemuda ini?"Petugas Kapal menoleh ke belakang, wajahnya menjadi pucat pasi, karena ketakutan.Lanting Beruga juga menoleh ke belakang, tapi dia tidak tahu siapa gerangan pria tua di belakang dirinya.Ya, pria itu
Sekar Ayu terlihat murung, dimata Lanting Beruga gadis itu seolah kehilangan semangat untuk menjalani hidupnya. "Anak muda, kemana tujuanmu?" tanya Jendral Benggala Cokro. "Sebenarnya aku ..." Lanting Beruga menjelaskan kejadian yang baru saja menimpa dirinya, hal itu malah membuat Sekar Ayu tersenyum kecil, bahkan mulai tertawa karena lucu. Benggala Cokro manggut-manggut sambil mengusap janggutnya yang panjang, pemuda di depannya rupanya sedikit ceroboh. "Jadi kau murid Dewangga?" tanya Benggala Cokro. "Bisa dibilang seperti itu, Kakek Jendral." "Hemmm ..." Benggala Cokro tampak berpikir saat ini, dia mengenal baik Dewangga, dan bertanya kenapa memilih murid tanpa tenaga dalam ini. Dewangga memang belum pernah membawa murid hebat setiap kali mengadakan pertemuan di Istana Sursena, ini membuat reputasinya sebagi guru sedikit buruk dimata jendral yang lain. Jika kali ini dia membawa Lanting Beruga, yang menurut Ben
Teknik pedang emas, adalah teknik yang memungkinkan para pendekarnya mengendalikan pedang dari jarak jauh.Dari tiga sekte terkuat, Sekte Pedang Emas adalah yang paling hebat dalam mengontrol tenaga dalam mereka.Sejumlah tenaga dalam akan dialirkan pada pedang mereka, sebelum kemudian dikendalikan seperti mereka mengendalikan jari tangan mereka sendiri.Teknik semacam ini hampir sama dengan Ketua Kapak yang mengendalikan selusin kapak kecilnya, tapi milik Pedang Emas lebih halus, lebih kuat dan lebih ganas.Rantai-rantai besar yang tidak bisa diputuskan oleh para pendekar yang lain, dapat dengan mudah dihancurkan oleh Benggala Cokro.Mula-mula hanya satu rantai, tapi kemudian tiga rantai. Kapal yang hampir tenggelam langsung naik ke permukaan, dan bergoncang cukup kuat.Beberapa penumpang kembali berteriak histeris, goncangan itu bahkan melemparkan beberapa anak kecil ke atas."Jangan bilang dia adalah Jendral Benggala Cokro?" pimpin
Benggala Cokro terlalu memperhatikan pimpinan bajak lautnya, sampai melupakan jika semua kru bajak laut telah memasuki kapal mereka. Para pendekar yang ada di dalam kapal ini, mulai menyerang bajak laut itu, tapi rupanya mereka mati mengenaskan. "Jendral, kau tidak dengar perkataanku?" seorang kru baru saja meletakan bilah mata pedangnya di leher seorang pemuda, dengan senyum bangga kru bajak laut itu mengancam akan memotong leher pemuda itu jika Benggala Cokro melawan. Lanting Beruga menghela nafas, pedang bajak laut ini terasa dingin di batang lehernya. Sementara Benggala Cokro menarik semua pedangnya, siap di arahkan pada semua kru yang ada di depan dan belakangnya. "Pedangmu memang sangat cepat, tapi apa lebih cepat dari pedang kami?" kru bajak laut kembali tersenyum. "Sekarang, kau hanya sendirian, Jendral. Sementara kami memiliki puluhan tawanan." Para saudagar kaya mulai merengek ketakutan, beberapa dari mereka mulai kencing di
Pengalaman pertama menaiki kapal rupanya tidak seindah yang dibayangkan Lanting Beruga. Belum juga karena mabuk perjalanan, kini ada musuh yang datang mengusik mereka. Goncangan demi goncangan kapal, membuat perut pemuda itu benar-benar berputar, dan .... "Paman, aku mohon ..." ucap Lanting Beruga. "Biarkan dia mengeluarkan isi perutnya!" Pimpinan bajak laut berseru. Ini adalah momen Pimpinan Bajak Laut menggertak seorang jendral, tidak boleh dirusak oleh muntahan seorang pemuda. Lagipula, Lanting Beruga terlihat seperti rakyat jelata, tidak perlu diwaspadai. Jika dia pendekar, dimana tenaga dalamnya? Lanting Beruga berlari ke buritan kapal, mengeluarkan semua isi perutnya yang sudah dia tahan cukup lama. Beberapa kru bajak laut tidak berminat melihat keadan pemuda itu. Benar-benar menjijikan. Sebenarnya, keberadaan Lanting Beruga tidak terlalu mengganggu bagi Kru Bajak Laut itu, jadi mereka kembali melakukan kesepakatan dengan
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m