Petugas kapal menyadari sesuatu, dia tertarik dengan burung berkaki empat yang ada di pundak Lanting Beruga.
"Kau tidak punya uang sebanyk itu bukan?" tanya Petugas kapal, "kalau begitu tukar denga burung ini!"
"Garuda Kencana tidak dijual, dia bukan barang," jawab Lanting Beruga, masih merogoh saku bajunya, kemudian mengeluarkan 1000 keping emas.
Harga tiket masuk hanya 100 keping emas, tapi karena Lanting Beruga telah menyinggung petugas kapal, harga tiket menjadi naik 10 kali lipat, hanya untuk dirinya sendiri.
"Kalau begitu, berikan 1000 keping emas kepadaku!" Petugas Kapal benar-benar menekan pemuda ini, hingga kemudian terdengar suara berat dari arah belakang Lanting Beruga.
"Apa yang kau pikirkan, memeras pemuda ini?"
Petugas Kapal menoleh ke belakang, wajahnya menjadi pucat pasi, karena ketakutan.
Lanting Beruga juga menoleh ke belakang, tapi dia tidak tahu siapa gerangan pria tua di belakang dirinya.
Ya, pria itu
Sekar Ayu terlihat murung, dimata Lanting Beruga gadis itu seolah kehilangan semangat untuk menjalani hidupnya. "Anak muda, kemana tujuanmu?" tanya Jendral Benggala Cokro. "Sebenarnya aku ..." Lanting Beruga menjelaskan kejadian yang baru saja menimpa dirinya, hal itu malah membuat Sekar Ayu tersenyum kecil, bahkan mulai tertawa karena lucu. Benggala Cokro manggut-manggut sambil mengusap janggutnya yang panjang, pemuda di depannya rupanya sedikit ceroboh. "Jadi kau murid Dewangga?" tanya Benggala Cokro. "Bisa dibilang seperti itu, Kakek Jendral." "Hemmm ..." Benggala Cokro tampak berpikir saat ini, dia mengenal baik Dewangga, dan bertanya kenapa memilih murid tanpa tenaga dalam ini. Dewangga memang belum pernah membawa murid hebat setiap kali mengadakan pertemuan di Istana Sursena, ini membuat reputasinya sebagi guru sedikit buruk dimata jendral yang lain. Jika kali ini dia membawa Lanting Beruga, yang menurut Ben
Teknik pedang emas, adalah teknik yang memungkinkan para pendekarnya mengendalikan pedang dari jarak jauh.Dari tiga sekte terkuat, Sekte Pedang Emas adalah yang paling hebat dalam mengontrol tenaga dalam mereka.Sejumlah tenaga dalam akan dialirkan pada pedang mereka, sebelum kemudian dikendalikan seperti mereka mengendalikan jari tangan mereka sendiri.Teknik semacam ini hampir sama dengan Ketua Kapak yang mengendalikan selusin kapak kecilnya, tapi milik Pedang Emas lebih halus, lebih kuat dan lebih ganas.Rantai-rantai besar yang tidak bisa diputuskan oleh para pendekar yang lain, dapat dengan mudah dihancurkan oleh Benggala Cokro.Mula-mula hanya satu rantai, tapi kemudian tiga rantai. Kapal yang hampir tenggelam langsung naik ke permukaan, dan bergoncang cukup kuat.Beberapa penumpang kembali berteriak histeris, goncangan itu bahkan melemparkan beberapa anak kecil ke atas."Jangan bilang dia adalah Jendral Benggala Cokro?" pimpin
Benggala Cokro terlalu memperhatikan pimpinan bajak lautnya, sampai melupakan jika semua kru bajak laut telah memasuki kapal mereka. Para pendekar yang ada di dalam kapal ini, mulai menyerang bajak laut itu, tapi rupanya mereka mati mengenaskan. "Jendral, kau tidak dengar perkataanku?" seorang kru baru saja meletakan bilah mata pedangnya di leher seorang pemuda, dengan senyum bangga kru bajak laut itu mengancam akan memotong leher pemuda itu jika Benggala Cokro melawan. Lanting Beruga menghela nafas, pedang bajak laut ini terasa dingin di batang lehernya. Sementara Benggala Cokro menarik semua pedangnya, siap di arahkan pada semua kru yang ada di depan dan belakangnya. "Pedangmu memang sangat cepat, tapi apa lebih cepat dari pedang kami?" kru bajak laut kembali tersenyum. "Sekarang, kau hanya sendirian, Jendral. Sementara kami memiliki puluhan tawanan." Para saudagar kaya mulai merengek ketakutan, beberapa dari mereka mulai kencing di
Pengalaman pertama menaiki kapal rupanya tidak seindah yang dibayangkan Lanting Beruga. Belum juga karena mabuk perjalanan, kini ada musuh yang datang mengusik mereka. Goncangan demi goncangan kapal, membuat perut pemuda itu benar-benar berputar, dan .... "Paman, aku mohon ..." ucap Lanting Beruga. "Biarkan dia mengeluarkan isi perutnya!" Pimpinan bajak laut berseru. Ini adalah momen Pimpinan Bajak Laut menggertak seorang jendral, tidak boleh dirusak oleh muntahan seorang pemuda. Lagipula, Lanting Beruga terlihat seperti rakyat jelata, tidak perlu diwaspadai. Jika dia pendekar, dimana tenaga dalamnya? Lanting Beruga berlari ke buritan kapal, mengeluarkan semua isi perutnya yang sudah dia tahan cukup lama. Beberapa kru bajak laut tidak berminat melihat keadan pemuda itu. Benar-benar menjijikan. Sebenarnya, keberadaan Lanting Beruga tidak terlalu mengganggu bagi Kru Bajak Laut itu, jadi mereka kembali melakukan kesepakatan dengan
Kematian akibat tusukan pedang lebih banyak dari pada kepala yang terpenggal, artinya Benggala Cokro lebih banyak membunuh daripada Lanting Beruga.Namun tindakan yang dilakukan oleh Lanting Beruga bisa dibilang begitu nekat, dan berhasil mengamankan situasi. Yang tersisa kini hanya Pimpinan Bajak Laut Buaya Putih seorang. Sekali lagi pria bermata satu itu menatap Lanting Beruga dengan sinis, menaruh dendam kepada pemuda itu.Bagaimana tidak, jika bukan Lanting Beruga rencana bajak laut pasti berjalan mulus. Lebih dari itu, mereka mungkin bisa membunuh Benggala Cokro.Setelah mode cahaya api lenyap, Lanting Beruga bergegas membantu Sekar Ayu. Gadis itu tadi nyaris mati karena tiga pedang musuh telah berada di lehernya."Kau baik-baik saja?" ucap Lanting Beruga, mengangkat tubuh Sekar Ayu. "Dimana yang sakit?"Mendapat pertanyaan itu, wajah Sekar Ayu menjadi merah. Sebenarnya tidak ada pemuda yang begitu dekat dengannya seperti y
Beberapa waktu kemudian, situasi kembali tenang seperti sedia kala. Kapal kembali berjalan meski hanya dengan setengah kain layar.Badai telah lenyap, kabut telah hilang. Sementara itu, beberapa orang penumpang mulai menangisi nasip mereka yang malang.Ada anak kehilangan bapaknya, ada pula wanita kehilangan suami, dan yang jelas saudagar kehilangan barang dagangan mereka.Mayat-mayat pendekar garis lurus yang sempat terlempar, kini lenyap dari pandangan mereka. Barangkali hanyut bersama dengan arus sungai yang mengalir tenang.Lanting Beruga jatuh tersandar tidak jauh dari Sekar Ayu. Wajah pemuda itu tampak kusut, beberapa luka goresan memenuhi wajah itu.Dia menatap semua orang di dalam kapal, memancing kemarahan di dalam jiwanya."Jika aku cukup kuat ..." ucap Lanting Beruga. "Hal seperti ini tidak akan terjadi."Sekar Ayu mendengar ucapan Lanting Beruga, hanya bisa menatap wajah pemuda itu dengan sendu. Ya, hanya wajah Lanti
Lanting Beruga mengikuti nenek itu, masih membawa daging panggang dan sesekali memakannya. Rasa daging panggang ini memang aneh, dan sebenarnya sangat tidak lezat, tapi Lanting Beruga masih saja mengunyahnya. Mubasir membuang makanan.Nenek itu mungkin tidak tahu jika dia diikuti oleh Lanting Beruga, kemudian berhenti di persimpangan jalan.Jalan ke kanan adalah jalan utama yang akan membawa ke Istana Sursena, sementara jalan ke kiri entah akan membawa kemana.Nenek itu memilih jalan ke kiri. Lanting Beruga masih mengikuti.Tidak beberapa lama, wanita tua itu membeli beras dari 1 koin emas yang diberikan oleh Lanting Beruga, dan juga beberapa ekor ikan busuk."Itu adalah wanita tuanya!" terdengar beberapa orang berteriak dari arah lain.4 orang pria dan satu wanita dengan pakaian nyentrik. Dari tampangnya, wanita itu mungkin saja adalah saudagar yang cukup kaya."Dia telah menipuku, dengan menjual daging
"Nenek aku lapar ..." gadis kecil mencengkram perutnya yang kecil, tangan yang juga kecil itu tampak seperti tulang dibungkus oleh kulit yang kusam."Nenek ... apa kau tidak membawa makanan?" berkata lagi bocah kecil yang lain.Dengan pilu, Nenek tua ini menangis sambil memeluk anak-anak kecil, air matanya berlinangan tak mampu menahan rasa lapar bocah malang itu."Maafkan Nenek ..." ucap wanita tua itu, "nenek aka mencari makanan, tunggulah.""Tunggu di sini," ucap Lanting Beruga, memebelai wajah kecil seorang bocah. "Kakak akan kembali, tidak akan lama ..."Lanting Beruga buru-buru keluar dari rumah reot itu, dadanya terasa sesak dan nafasnya mulai sesak. Pikirannya tak menentu, kalut dan kusut.Bagaiamana kerajaan sebesar ini memiliki sisi kelam yang memilukan. Ada banyak orang kaya di tempat ini, apakah mereka tidak melihat di sudut wialayah ini, beberapa anak kecil menahan lapar?Kerajaan ini sudah rusak, rusak moralnya. Lanting