Butuh beberapa waktu untuk menyelamatkan dan mengumpulkan orang-orang di dalam reruntuhan Tombok Tebing.
Sekarang terlihat, Dewangga dipenuhi dengan lilitan perban, Sabdo Jagat terbaring tak sadarkan diri, dan kondisi Cempaka Ayu benar-benar parah.
Namun.
"Dimana Lanting Beruga?" tanya Dewangga.
"Kami belum menemukan dirinya ..."
"Sekar Ayu!" Intan Ayu berteriak keras, dia berlarian ke sana-kemari untuk mencari keberadaan Sekar Ayu, tapi sampai sekarang belum di temukan.
"Jendral ..." seorang pria melapor, semua orang mendengar ucapannya, dan membuat suasana di tempat ini menjadi hening seketika.
Intan Ayu laksana di sambar petir saat ini.
Di dalam reruntuhan bangunan Tombok Tebing, pergerakan nafas membuat kerikil jatuh menggelinding.
"Lanting ..." terdengar lirih suara seorang gadis, suara yang begitu serak, halus dan tersiksa. "Kau baik-baik saja ...?"
Lanting Beruga membuka matanya, tapi hanya gelap yang dia l
Intan Ayu hanya terpaku ketika mendapati sosok saudari kembarnya di bawa oleh Dewa Beralis tebal.Gadis itu menangis histeris, memeluk tubuh Sekar Ayu dengan erat, sementara yang lainnya memeriksa kondisi Lanting Beruga.Hari itu semua orang dirundung kesedihan, ada banyak yang kehilangan sahabat, dan keluarga mereka.Acara pemakaman dilangsungkan begitu besar, mereka menguburkan mayat mereka dalam satu liang lahat, kecuali makam Sekar Ayu.Intan Ayu menguburkan jenazah Sekar Ayu di pinggir makam kakeknya, Dirga di tepi tepi jurang.Hari itu pula, Gerbang Zambala kembali bergetar hebat, api di tungku perapian menyala lebih besar dari sebelumnya.Pada malam harinya, bumi Tombok Tebing diguyur hujan yang begitu deras, air menyapu darah yang menggenang, mungkin pula berusaha menghapus kenangan pahit di Kota itu.Tenda-tenda darurat berdiri, tapi dari sekian banyak tenda itu, ada satu tenda yang cukup besar lagi bercahaya paling terang.
Lanting Beruga benar-benar tak terkendali, mentalnya terluka parah dan kini dia berteriak-teriak seperti orang gila.Sesekali pemuda itu melepaskan tekanan api, sesekali pula dia menggunakan mode cahaya api, dan membabat angin lalu di sekitar dirinya."Majulah kalian bajingan!" teriak Lanting Beruga, kemudian menghancurkan batu besar dengan kepalanya sendiri.Dalam ke adaan seperti ini, bukan hanya dia bisa menghancurkan dan membahayakan dirinya, tapi juga membahayakan nyawa teman-temannya.Jendral Dewangga tidak bisa berbuat banyak saat ini, seluruh tubuhnya juga dipenuhi dengan luka, apa lagi Sabdo Jagat dan juga Cempaka Ayu.Ketika Lanting Beruga berniat membenturkan kepalanya lebih keras lagi ke batu, tindakannya dihalangi oleh Dewa Beralis Tebal."Kau juga ingin menjadi musuhku?" tanya Lanting Beruga. "Ha? kau ingin menjadi musuhku?"Dewa Beralis Tebal menggelengkan kepala, latihannya selama ini telah membawanya ke puncak pendeka
Setelah dua hari lamanya.Lanting Beruga duduk sendirian menghadap ke arah gerbang zambala, matanya masih sayu karena menangis, dan hari inilah dia merasakan air matanya telah mengering."Hei ..." Intan Ayu duduk di sebelah Lanting Beruga, membawa panggangan daging yang biasanya menjadi kesukaan pemuda itu, "kau sudah lama tidak makan, ciciplah! Rismananti mengajariku masak daging ini, dan sangat sulit ...tapi aku berhasil."Lanting Beruga menoleh ke arah Intan Ayu, wajah gadis itu benar-benar mirip dengan Sekar Ayu, tapi tentu saja ada hal yang membedakannya. Meski tingkah Intan Ayu berubah menjadi sedikit lembut, dan mungkin ingin seperti Sekar Ayu, tapi Lanting tahu persis gadis di depan dirinya bukan orang yang dia cintai."Terima kasih ..." ucap Lanting Beruga, menerima daging yang diberikan oleh Intan Ayu, dan menyantapnya sedikit."Tidak enak ya?" tanya Intan Ayu, kemudian gadis itu menghembuskan nafas panjang."Ini sangat lezat," jaw
Di tempat lain, suara jeritan Rismananti terdengar histeris, gadis itu berniat pergi dari sini secepatnya, untuk menyelamatkan Jubarda Agung, tapi dihalangi oleh Satrio Langit."Biarkan aku pergi ..." ancam Rismananti."Agar kau terbunuh," ucap Satrio Langit, "tidak mungkin kubiarkan,""Kalau begitu aku akan membunuhmu!""Meski aku terluka, untuk menghadapi dirimu bukan hal yang sulit," jawab Satrio Langit."Hentikan hal ini!" Dewangga membentak dua orang itu, membuat keduanya langsung tertunduk karena takut."Eksekusi Jubarda Agung dilakukan 10 hari dari sekarang, kita masih bisa membentuk sebuah pasukan untuk meyelamatkan dirinya ...""Benar, kekalahan kita hari ini hanya karena satu hal, kita tidak tahu kekuatan musuh ..." Sabdo Jagat berjalan mendekati mereka bertiga, tubuhnya masih terlilit perban, tapi ketika dia selesai berbicara, otot pria tua itu tiba-tiba mengeras, dan semua perban yang melilitnya putus menjadi banyak bagian
Dewa Beralis Tebal setelah mengetahui hal itu, membawa Seno Geni ke Sekte Awan Berarak, hal ini dia lakukan karena situasi Lanting Beruga yang selalu dikelilingi oleh bahaya.Beberapa hari yang lalu, Dewa Beralis Tebal sempat menguping pembicaraan Kakas Mangkuraga dan Angga Nurmeda, untuk menculik Seno Geni dan membunuhnya.Tapi sekarang situasinya sudah cukup terkendali.Intan Ayu membelakan matanya, tidak menduga jika pemuda di depan dirinya adalah cucu dari sang legenda yang menjadi idolanya sejak kecil.Dewangga berpikir, mungkin karena darah Seno Geni di dalam tubuh Lanting Beruga, hingga pemuda itu berhasil menguasai tarian dewa angin hanya dengan satu kali lihat saja.Namun sebenarnya ini adalah kabar bahagia, tapi hanya saja semua orang belum bisa mencerna kenyataan ini."Aku akan pergi ..." ucap Lanting Beruga.Tidak ada yang mencegah langkah kaki pemuda itu, semuanya masih larut dalam pemikiran mereka masing-masing, bahkan t
Lanting Beruga bermalam di tepi sungai kecil, cukup deras dan penuh dengan batu-batu besar.Ada dua batu yang membentuk sebuah celah, cukup bagi mereka berdua untuk berlindung dari gerimis kecil malam ini.Tepat di depan mereka berdua, ada panggangan ikan sebesar papan, Lanting Beruga menangkap ikan itu dengan dua tangannya.Meski Intan Ayu tidak selembut Sekar Ayu, tapi Lanting Beruga tampaknya mulai membuat gadis itu tertarik pada dirinya. Ya, Lanting bukan pemuda yang buruk, dia cukup tampan, hanya saja tidak pernah memakai pakaian yang mewah.Semakin malam, obrolan mereka terdengar semakin asik, hingga pada seketika, burung garuda kencana bersiul kecil."Apa yang terjadi?" tanya Intan Ayu, tidak begitu mengerti kenapa burung elang berkaki empat itu, tiba-tiba terbangun dan bersiul."Sesuatu mendekati kita ..." jawab Lanting Beruga."Musuh?" tanya Intan Ayu, menyambar pedangnya yang tergeletak tidak jauh dari dirinya.Gadis
Kebodohan dan ketidak tahuan seseorang adalah kelemahan bagi mereka.Ilmu terlarang ini tidak pernah diajarkan oleh sekte jahat atau sekte aliran lurus, pada dasarnya tidak pernah ada sekte yang mempelajari jenis ilmu kanuragan seperti ini.Biasanya, kitab yang mempelajari mengenai hal ini, diwariskan dari keluarga ke anak cucu mereka. Tentu saja secara rahasia."Zaman ini memang cukup aneh, aku tertidur selama ratusan tahun lamanya, tapi malam ini terbangun oleh kedatangan kalian berdua..." ucap siluman itu, "katakan padaku, apakah Jaya Nasa masih hidup ...""Sri Jayanasa?" tanya Lanting Beruga."Ah, sepertinya dia sudah lama mati ..." siluman itu bisa menebak dari raut wajah Lanting Beruga.Lanting Beruga hanya pernah mendengar dari Seno Geni, bahwa Sri Jayanasa adalah legenda pendekar yang menciptakan teknik pedang terkuat, Teknik Angkara Jagat.Namun menurut cerita, teknik angkara jagat dipecah menjadi tiga teknik lain, dan
Serangan lain datang ke arah Intan Ayu, tapi lagi-lagi Lanting Beruga bisa menyelamatkan gadis itu. Bahkan di sebuah kesempatan, Lanting Beruga harus menahan serangan tersebut dengan perutnya sendiri.Ini membuat dirinya kesakitan, berguling di permukaan tanah, dengan tangan mencengkram perutnya. Mulut pemuda itu mengeluarkan darah, tapi siluman ular itu tidak tahu kenapa Lanting Beruga rela melakukan hal itu.Bukankah Lanting Beruga cukup kuat, lalau kenapa dia lemah karena seorang gadis?"Karena aku benci kehilangan lagi ..." jawab Lanting Beruga."Tapi jika kau tidak melakukan sesuatu, gadis ini pasti akan mati ..." siluman ular tertawa kecil.Lanting Beruga menoleh ke arah Intan Ayu, gadis itu kali ini benar-benar tampak ketakutan, ditambah lagi semua serangannya menggunakan teknik pedang emas bisa dihindari dengan cukup mudah oleh siluman ular itu.Namun, bertahan saja tidak cukup, atau Lanting Beruga akan menderita karena selalu melind
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m