Serangan lain datang ke arah Intan Ayu, tapi lagi-lagi Lanting Beruga bisa menyelamatkan gadis itu. Bahkan di sebuah kesempatan, Lanting Beruga harus menahan serangan tersebut dengan perutnya sendiri.
Ini membuat dirinya kesakitan, berguling di permukaan tanah, dengan tangan mencengkram perutnya. Mulut pemuda itu mengeluarkan darah, tapi siluman ular itu tidak tahu kenapa Lanting Beruga rela melakukan hal itu.
Bukankah Lanting Beruga cukup kuat, lalau kenapa dia lemah karena seorang gadis?
"Karena aku benci kehilangan lagi ..." jawab Lanting Beruga.
"Tapi jika kau tidak melakukan sesuatu, gadis ini pasti akan mati ..." siluman ular tertawa kecil.
Lanting Beruga menoleh ke arah Intan Ayu, gadis itu kali ini benar-benar tampak ketakutan, ditambah lagi semua serangannya menggunakan teknik pedang emas bisa dihindari dengan cukup mudah oleh siluman ular itu.
Namun, bertahan saja tidak cukup, atau Lanting Beruga akan menderita karena selalu melind
Energi siluman tidak mempan di hadapan Lanting Beruga, dan itu adalah kenyataan pahit yang harus diterima oleh ular jadi-jadian ini. Jadi sekarang yang bisa diandalkannya hanya tenaga dalamnya saja. Tenaga dalam itu, akan berhadapan langsung dengan energi Roh Api. "Tarian Dewa Angin, Aura Api Kematian." Wush. Tubuh Lanting Beruga bergerak cepat ke depan, dia mengayunkan pedang dengan kuat dan sangat tepat. Ular Jadi-jadian itu berniat menahan serangan Lanting Beruga, tapi pemuda itu terlalu cepat, dan dia mengincar luka yang ada di perut siluman itu. Wush. Lanting Beruga melewati tubuh lawannya, pedangnya kini mendecis karena darah. Sementara mahluk jadi-jadian itu, hanya terpaku seraya memperhatikan lukanya yang terasa panas. "Anak muda ..." ucap ular jadi-jadian itu, "kau punya sesuatu di dalam tubuhmu, siapa dirimu sebenarnya?" Nada suara mahluk jadi-jadian itu kini mulai melemah, tidak segarang sebelumny
Di dunia persilatan, setiap pusaka memiliki tuah, dan tuah itu adalah roh yang menghuni pusaka itu. Beberapa pendekar memahami roh yang ada di dalam pusakanya, beberapa yang lain tidak. Yang tidak paham hanya bisa menggunakan kekuatan pusaka itu ala kadarnya saja.Ada bermacam-macam roh yang menghuni sebuah pusaka, mulai dari bangsa siluman, bangsa manusia yang menjadi siluman, atau bahkan bangsa jin atau lelembut yang telah berusia belasan ribu tahun lamanya. Bagi lelembut dengan usia ini, mereka di sebut sebagai roh kuno.Setiap ahli besi, atau yang disebut empu memiliki cara khusus untuk membuat tuah di dalam sebuah pusaka. Mereka memiliki ritual tersendiri, dan ini sangat rahasia.Ada tiga jenis pusaka yang ada di dunia persilatan, pertama sebuah pusaka yang tidak memiliki roh, tapi terbuat dari bahan-bahan berkualitas tinggi yang dasarnya telah memiliki energi. Positif dan negatif energi itu, tergantung dari bahan yang digunakan.Misalnya, giok
Jubarda Agung duduk terbelenggu, tangannya dipasung ke belakang tubuhnya, sementara kaki dengan posisi berlutut.Ini sudah beberapa hari lamanya, tapi Jubarda Agung bahkan tidak meminum satu teguk air. Bibirnya yang lebam pecah tampak mengering, dan sepertinya Rosalawu memberikan banyak penghajaran kepada adik kecilnya itu."Pangeran ..." pria di sebelah Jubarda Agung adalah pengikut setia pangeran itu, dia bersama teman-temannya yang lain sudah lebih dahulu menderita di dalam penjara ini. Beberapa yang lain telah dibunuh dengan sadis."Kalian tidak harus melakukan hal ini ..." ucap Jubarda Agung, "jika kalian selalu memihak kepada diriku, hal seperti inilah yang akan kalian alami.""Kau adalah tuan kami, sampai kapanpun kami akan tetap berada di pihakmu ..."Jubarda Agung tidak menjawab lagi, dia terlihat menyesal, dan hampir menyalahkan takdirnya sendiri yang begitu buruk.Setiap orang merasa bangga menjadi Pangeran, bahkan tak sedik
Lanting Beruga dan Intan Ayu tiba di tepian pantai, ada dermaga kecil di tepi pantai itu, sedikit sepi dan juga berada di balik cadas yang terjal.Sepintas tidak akan tahu jika ada dermaga kecil di sana. Ada air terjun kecil di tepi dermaga itu, dan semua pinggirannya di penuhi oleh pohon kelapa yang melambai-lambai, juga pohon cemara."Elang api ..." seorang keluar dari semak belukar, seorang pria yang ditugaskan untuk memata-matai tempat ini. "Kami sudah mendengar kabar itu, sekarang Pimpinan ingin bertemu dengan dirimu."Lanting Beruga tersenyum tipis, burung elang berkaki empat di pundaknya terbang melayang, dan mengitari tempat ini beberapa kali.Klik Klik, dia berucap bahwa tempat ini cukup aman.Pria penjaga dermaga itu menoleh ke arah Intan Ayu, tapi pandangannya sebenarnya terfokus pada pedang yang ada di tangan gadis itu. Ada tekanan energi kuat dari pedang itu, seperti sebuah pusaka."Pimpinan menyuruhmu meminum ramuan
Kesepakatannya sudah berakhir.Vala tampak pesimis mengetahui siapa di belakang Rosalawu. Bulan Darah."Kami tidak punya kesempatan untuk mengalahkan mereka ..." ucap Vala, dia telah bertemu dengan salah satu petinggi kelompok itu, dan nyaris mati jika bukan karena Rengkeh, Gurunya datang tepat waktu."Sepertinya kami harus kembali pada diri kami yang sebenarnya, menjarah dan merampok ..." Vala sekali lagi mengacak rambut di kepalanya, tampak benar-benar menyerah. "Kurang ajar, rencana kita berantakan."Berdiri Vala dari tempat duduknya, lalu memukul salah satu tiang kapal di sana. Semua orang juga tampaknya memikirkan hal yang sama, dengan pemikiran Vala.Intan Ayu hanya diam, bagaimanapun mereka tidak bisa memaksa kelompok bajak laut ini, dan lagi, mereka adalah Bajak Laut. Bajak Laut!Lanting Beruga masih duduk di kursi, ketika semua petinggi bajak laut Buaya Putih telah berdiri dan mengakhiri kesepakatan dengan dirinya.Tangan pem
Rengkeh hanya tersenyum, sebenarnya dia merasakan ada sesuatu yang aneh dengan diri Lanting Beruga, lebih-lebih pada mata kirinya yang selalu terpejam.Lanting Beruga tidak menggunakan alat utuk menutup mata kiri itu, dia hanya memejamkannya saja, agar tidak terlalu mencolok.Masih terlihat keren di hadapan para bajak laut ini, tiba-tiba Lanting Beruga langsung bersandar di dek kapal, tapi hal ini membuat semua kru bajak laut malah tertawa."Hahaha ...Elang Api mabuk lagi ...""Dia berlagak hebat ...""Bodoh, benar-benar payah ..."Lanting Beruga menoleh ke arah semua orang itu, dia juga tertawa kecil, tapi sesekali menutup matanya karena menahan mabuk."Tidak adakah yang memberiku obat?"3 hari telah berlalu.Di Sursena, di halaman depan Istana yang begitu luas ada sebuah panggung eksekusi berdiri. Untuk saat ini tidak ada orang yang melihat Jubarda Agung.Di bawah panggung eksekusi itu, ada hampir seribu p
Selang beberapa saat kemudian, sosok Jubarda Agung digiring empat orang prajurit Sursena. Wajah-wajah prajurit itu ditutupi oleh kain hitam, dan hanya menampakan dua biji mata mereka saja.Rantai sebesar jari telunjuk terdengar gemerincing ketika langkah kaki lemah Jubarda Agung meniti setiap anak tangga panggung eksekusi.Kepala Jubarda Agung ditutupi oleh kain hitam, ketika dia tepat berada di depan bejana, barulah penutup kepala Pangeran itu dibuka. Terlihatlah wajah sedih dan suramnya.Beberapa Rakyat menutup mulut mereka menahan tangis yang menyengkal di pangkal kerongkongan, yang lain menutup mata karena tidak sanggup melihat kenyataan ini."Lihatlah Saudaraku!" Rosalawu menarik tubuh Jubarda Agung ke tepi panggung eksekusi, agar Jubarda Agung bisa melihat gelegak air mendidih di bawah mereka. "Kau akan berenang di sana, menikmati sakitnya kematianmu."Jubarda Agung menatap Rosalawu dengan sayu, barang kali tidak menduga jika kakak kandungnya
Nyai Cempaka Ayu menarik dua tangannya, dan pada saat yang sama Jubarda Agung beserta belasan bawahannya ikut tertarik ke arah Nyai Cempaka Ayu.Rosalawu tidak bisa membiarkan panggung eksekusi ini gagal, jadi dia memerintahkan semua prajuritnya untuk memanah Jubarda Agung."Sekarang!" teriak Rosalawu, begitu geram dirinya sampai-sampai matanya seperti akan keluar dari kolopaknya. "Jangan biarkan dia selamat, bunuh! BUNUH!"Ratusan prajurit menarik panah, membidik Jubarda Agung yang melayang di awang-awang. Meski bidikan mereka tidak terlalu tepat, tapi dengan jarak yang begitu dekat, dan jumlah pemanah yang banyak, tampaknya Jubarda Agung tidak akan selamat.Tapi nasip beruntung masih berpihak kepada Jubarda Agung.Tiba-tiba.Wush.Sebuah pedang menyala ke emasan melewati udara, menderu cepat dan menghantam bejana yang berisi air mendidih. Selang beberapa saat, bejana itu pecah, air panas tumpah dan mengenai beberapa prajurit yang be
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m