Lanting Beruga dan Intan Ayu tiba di tepian pantai, ada dermaga kecil di tepi pantai itu, sedikit sepi dan juga berada di balik cadas yang terjal.
Sepintas tidak akan tahu jika ada dermaga kecil di sana. Ada air terjun kecil di tepi dermaga itu, dan semua pinggirannya di penuhi oleh pohon kelapa yang melambai-lambai, juga pohon cemara.
"Elang api ..." seorang keluar dari semak belukar, seorang pria yang ditugaskan untuk memata-matai tempat ini. "Kami sudah mendengar kabar itu, sekarang Pimpinan ingin bertemu dengan dirimu."
Lanting Beruga tersenyum tipis, burung elang berkaki empat di pundaknya terbang melayang, dan mengitari tempat ini beberapa kali.
Klik Klik, dia berucap bahwa tempat ini cukup aman.
Pria penjaga dermaga itu menoleh ke arah Intan Ayu, tapi pandangannya sebenarnya terfokus pada pedang yang ada di tangan gadis itu. Ada tekanan energi kuat dari pedang itu, seperti sebuah pusaka.
"Pimpinan menyuruhmu meminum ramuan
Kesepakatannya sudah berakhir.Vala tampak pesimis mengetahui siapa di belakang Rosalawu. Bulan Darah."Kami tidak punya kesempatan untuk mengalahkan mereka ..." ucap Vala, dia telah bertemu dengan salah satu petinggi kelompok itu, dan nyaris mati jika bukan karena Rengkeh, Gurunya datang tepat waktu."Sepertinya kami harus kembali pada diri kami yang sebenarnya, menjarah dan merampok ..." Vala sekali lagi mengacak rambut di kepalanya, tampak benar-benar menyerah. "Kurang ajar, rencana kita berantakan."Berdiri Vala dari tempat duduknya, lalu memukul salah satu tiang kapal di sana. Semua orang juga tampaknya memikirkan hal yang sama, dengan pemikiran Vala.Intan Ayu hanya diam, bagaimanapun mereka tidak bisa memaksa kelompok bajak laut ini, dan lagi, mereka adalah Bajak Laut. Bajak Laut!Lanting Beruga masih duduk di kursi, ketika semua petinggi bajak laut Buaya Putih telah berdiri dan mengakhiri kesepakatan dengan dirinya.Tangan pem
Rengkeh hanya tersenyum, sebenarnya dia merasakan ada sesuatu yang aneh dengan diri Lanting Beruga, lebih-lebih pada mata kirinya yang selalu terpejam.Lanting Beruga tidak menggunakan alat utuk menutup mata kiri itu, dia hanya memejamkannya saja, agar tidak terlalu mencolok.Masih terlihat keren di hadapan para bajak laut ini, tiba-tiba Lanting Beruga langsung bersandar di dek kapal, tapi hal ini membuat semua kru bajak laut malah tertawa."Hahaha ...Elang Api mabuk lagi ...""Dia berlagak hebat ...""Bodoh, benar-benar payah ..."Lanting Beruga menoleh ke arah semua orang itu, dia juga tertawa kecil, tapi sesekali menutup matanya karena menahan mabuk."Tidak adakah yang memberiku obat?"3 hari telah berlalu.Di Sursena, di halaman depan Istana yang begitu luas ada sebuah panggung eksekusi berdiri. Untuk saat ini tidak ada orang yang melihat Jubarda Agung.Di bawah panggung eksekusi itu, ada hampir seribu p
Selang beberapa saat kemudian, sosok Jubarda Agung digiring empat orang prajurit Sursena. Wajah-wajah prajurit itu ditutupi oleh kain hitam, dan hanya menampakan dua biji mata mereka saja.Rantai sebesar jari telunjuk terdengar gemerincing ketika langkah kaki lemah Jubarda Agung meniti setiap anak tangga panggung eksekusi.Kepala Jubarda Agung ditutupi oleh kain hitam, ketika dia tepat berada di depan bejana, barulah penutup kepala Pangeran itu dibuka. Terlihatlah wajah sedih dan suramnya.Beberapa Rakyat menutup mulut mereka menahan tangis yang menyengkal di pangkal kerongkongan, yang lain menutup mata karena tidak sanggup melihat kenyataan ini."Lihatlah Saudaraku!" Rosalawu menarik tubuh Jubarda Agung ke tepi panggung eksekusi, agar Jubarda Agung bisa melihat gelegak air mendidih di bawah mereka. "Kau akan berenang di sana, menikmati sakitnya kematianmu."Jubarda Agung menatap Rosalawu dengan sayu, barang kali tidak menduga jika kakak kandungnya
Nyai Cempaka Ayu menarik dua tangannya, dan pada saat yang sama Jubarda Agung beserta belasan bawahannya ikut tertarik ke arah Nyai Cempaka Ayu.Rosalawu tidak bisa membiarkan panggung eksekusi ini gagal, jadi dia memerintahkan semua prajuritnya untuk memanah Jubarda Agung."Sekarang!" teriak Rosalawu, begitu geram dirinya sampai-sampai matanya seperti akan keluar dari kolopaknya. "Jangan biarkan dia selamat, bunuh! BUNUH!"Ratusan prajurit menarik panah, membidik Jubarda Agung yang melayang di awang-awang. Meski bidikan mereka tidak terlalu tepat, tapi dengan jarak yang begitu dekat, dan jumlah pemanah yang banyak, tampaknya Jubarda Agung tidak akan selamat.Tapi nasip beruntung masih berpihak kepada Jubarda Agung.Tiba-tiba.Wush.Sebuah pedang menyala ke emasan melewati udara, menderu cepat dan menghantam bejana yang berisi air mendidih. Selang beberapa saat, bejana itu pecah, air panas tumpah dan mengenai beberapa prajurit yang be
Jubarda Agung tiba selamat di tangan Nyai Cempaka Ayu. Wanita itu segera melepaskan belenggu yang melilit kaki dan tangannya. Nyai Cempaka Ayu lantas memberinya sebuah ramuan yang berfungsi untuk memulihkan tubuh pria itu."Efek ramuan ini hanya sementara," ucap Nyai Cempaka Ayu, "Pangeran mungkin akan mengalami rasa sakit lagi setelah 5 jam pemakainnya."Jubarda Agung mengangguk tanda mengerti, dia segera menelan ramuan itu dan duduk bersila tepat di samping Nyai Cempaka Ayu.Di sisi lain, Rosalawu melihat hal itu dan semakin kesal. Kematian Jubarda Agung sudah bisa dia lihat di depan mata, tapi bagaimana mungkin nyawa pangeran itu selamat.Selang beberapa saat kemudian, tembok Sursena bergetar beberapa kali. Para prajurit mulai memperhatikan dan menjadi waspada.Semakin lama getarannya semakin kuat, hingga tiba-tiba 1/4 dari tembok itu hancur. Suara teriakan di luar tembok menunjukan wajahnya.Seluruh aliansi sekte aliran lurus telah berku
Rismananati, melihat ayahnya terguling di permukaan tanah, tidak kuasa menahan diri dan langsung bergegas menemuinya. Di belakang gadis itu, Subansari mengiring pula."Ayah ..." Rismananti berteriak keras.Jubarda Agung terbatuk beberapa kali, kini kepalanya telah kumuh dengan darah dan debu-debu tanah, mendapati anaknya baik-baik saja, beban di hidup Jubarda Agung menjadi berkurang.Meninggalkan dunia ini tidak masalah bagi Jubarda Agung, tapi satu hal yang dia pikirkan adalah, bagaimana nasip Putrinya setelah kematian dirinya. Rismananti mungkin akan diburu, oleh Rosalawu."Aku baik-baik saja," ucap Jubarda Agung. "Jangan khawatir."Rismananti menahan harus saat ini, ini sudah dua kali dia melihat kondisi ayahnya yang begitu menyedihkan."Lebih baik paman pergi ke sisi belakang pasukan," ucap Subansari, "kami akan melindungi paman dari ancaman."Jubarda Agung menoleh ke arah Subansari, sepak terjang gadis itu rupanya cukup mir
Sejauh ini, belum dapat di prediksi kelompok mana yang akan memenangkan pertarungan ini, lagipula beberapa petinggi kedua belah pihak belum mengeluarkan kekuatan asli mereka. Hingga tiba-tiba, seorang melompat dari Istana Sursena dan berdiri tepat di bawah panggung eksekusi. Matanya begitu dingin, menyimpan keinginan membunuh yang begitu besar. Dia menggunakan baju lengan panjang, celana panjang dan juga pedang yang cukup besar dan melengkung seperti bulan sabit. "Salah satu petinggi Bulan Darah ..." Benggala Cokro mengenal jelas siapa gerangan orang yang baru saja muncul itu, karena dia telah bertarung melawan orang itu dan ternyata benar-benar kuat. "Lalang Hitam, pemimpin Bulan Sabit." Nyai Seburuk Mayat masih berada di atas panggung eksekusi, mengernyitkan kening karena melihat pria yang jarang sekali keluar dari organisasi bulan darah, tiba-tiba telah turun tangan. "Hehehehe ..." Ki Rindung Petoko menoleh ke bawah, kemud
"Jendral aku akan membantumu-" "Tidak perlu ..." Dewangga memotong ucapan Dewa Beralis Tebal, "Aku tugaskan kau menjaga Jubarda Agung apapun yang terjadi!" "Dia tidak akan mati sebelum musuh berhasil membunuhku," ucap Dewa Beralis Tebal dengan mantap, lalu kemudian bergerak ke arah Jubarda Agung. Dengan pedang di tangannya, Dewa Beralis Tebal membantu Subansari Dan Rismananti menghalau musuh-musuh mereka yang datang silih berganti. Sementara itu, Dewangga bergerak ke arah Lalang Hitam. Pria itu merasa hanya dirinya yang bisa menghentikan Lalang Hitam saat ini. Dewangga melompat ke awang-awang melewati beberapa barisan prajurit, kemudian mendarat tidak jauh dari hadapan Lalang Hitam. "Pak tua Dewangga ada di sini!" ucap beberapa prajurit yang memiliki level pilih tanding di jalur kependekaran. Ada sekitar lima orang yang mencoba menghentikan pria tua itu, menggunakan tenaga dalam dan ilmu kanuragan mereka untuk membunuh De