Keluar dari Jalur Iblis, aritnya mereka keluar dari jalur yang dianggap neraka oleh sebagian besar pendekar. Li Wei benar-benar lega saat ini.
Pilihannya untuk melewati jalur iblis sebagai alternatif pelarian mungkin bukan tindakan tepat, lebih ke arah nekat, tapi pada akhirnya mereka berhasil keluar dari Jalur Iblis dengan selamat.
Ini tentu berkat Lanting Beruga, pemuda bermata satu yang gemar mengeluh terhadap perut keroncongannya.
Sekarang, setelah keluar dari Jalur Iblis, wajah Lanting Beruga sedikit lebih ceria dari sebelumnya.
Ada sebuah kota terhampar luas di depannya saat ini. Dari tempat ini, mungkin hanya butuh 10 atau 12 jam untuk sampai ke kota tersebut jika hanya dengan berjalan kaki.
Seluruh kota dikelilingi oleh beton berwarna hitam. Tepat di tengah kota tersebut, Bangunan Hitam dengan 11 menara berdiri gagah dan mendominasi bangunan yang lain.
"Markas Besar Aliran Darah Besi," gumam Li Wei. "Akhirnya kau kembali ke rumah Kek
Liu Sin mengernyitkan kening, mendengar berita itu wajahnya tampak biasa-biasa saja. Bahkan tidak ada rasa simpati di wajah Liu Sin. Dia hanya melirik ke arah wajah Bayi mungil lalu berkata, "oh, jadi dia adalah cucu Ketua Agung ..." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Liu Sin. Tidak Lebih. Ketika semua orang mendengar kabar mengenai Sekte Peri Kematian yang hancur, wajah mereka menjadi tegang, tapi Liu Sin menunjukan wajah yang begitu datar. "Bolehkah aku bertemu dengan Ketua Agung ...?" ucap Li Wei, memohon kepada Liu Sin agar memberinya jalan untuk masuk ke dalam kamar Ketua Agung. Namun Liu Sin malah menimpalinya dengan nada ketus, "Ketua Agung tidak bisa diganggu oleh urusan apapun, dia sedang melakukan latihan untuk mencapai level langit tinggi, jika latihannya gagal, semua yang dikorbankan Ketua akan menjadi sia-sia!" "Tapi ini menyangkut Cucunya sendiri?" "Li Wei, apa kau tidak mendengarku?" tanya Liu Sin. "Aku adalah Pela
Kondisi tukang tempa besi tidak baik-baik saja. Dua kakinya digelung rantai.Sesekali rantai tersebut terdengar 'cring' ketika Tukang tempa besi menggerakkan kakinya.Tangannya gemetaran saat mengangkat bilah logam panas dari tungku perapian, dan ini membuat dirinya kesal.Tangan itu sudah cukup tua dan letih, mana mungkin dapat bertindak seperti dahulu ketika dia masih muda.Lanting Beruga menarik nafas dalam-dalam, seraya memperhatikan tangan-tangan cekatan tukang tempa besi.Di ruangan ini, dia bisa melihat ada banyak senjata sudah selesai dibuat. Beberapa jenis senjata berupa tombak, panah, belati dan pedang.Lanting Beruga mendekati salah satu pedang yang diletakan di atas meja.Mulai meletakan jari jemarinya pada gagang panjang pedang tersebut. Pedang yang cukup aneh, pikir pemuda tersebut."Hanya ada satu bagian mata pedang yang tajam ..." gumam Lanting Beruga. "Gagang pedang yang panjang mungkin diguna
Setelah memeriksa setiap inci dari pedang sisik naga hijau, Pak Bungkuk akhirnya percaya 100% bahwa pedang itu diciptakan oleh tukang tempa besi terbaik di Bumi Tengah bernama Akira.Akira berdarah campuran, meski namanya menggunakan dialeg Aliran Darah Besi, tapi wajahnya sedikit lebih mirip pribumi Kekaisaran Tang.Akira adalah satu-satunya tukang tempa besi terbaik generasi ke dua di Bumi Tengah. Telah banyak menciptakan ragam jenis senjata hebat, bahkan mungkin beberapa senjata level tinggi yang ada di wilayah Aliran Darah Besi maupun Kekaisaran Tang ialah buah dari hasil kerja kerasnya.Namun 75 tahun yang lalu, Tuan Akira ditemukan mati di ruang kerjanya dengan lima tebasan yang memenuhi sekujur tubuhnya. Bahkan, tangan kanan Tuan Akira telah terpisah.Banyak yang berpendapat kematian Tuan Akira disebabkan oleh dendam muridnya sendiri.Kala itu, Tuan Akira berhasil menciptakan sebuah pedang yang melampuai level tinggi, itu adalah pedang palin
Untuk mengalahkan Kekasiran Tang, Ketua Agung Aliran Darah Besi membutuhkan sebuah senjata yang lebih kuat, meski tidak setara dengan sebuah pusaka, paling tidak mendekati. Dari 3 orang tukang tempa terbaik yang ada di wilayah Aliran Darah Besi, hanya Pak Tua Bungkuk yang mempelajari seni tempa besi warisan Tuan Akira. Oleh karena itu, ini merupakan alasan lain kenapa Pak Bungkuk masih hidup selain dari alasan pembunuhan putra angkat Ketua Agung. Ketika waktu mulai beranjak meninggalkan petang, dua utusan Liu Sin datang menemui Pak Bungkuk dengan wajah garang dan suara yang keras, "Kami hanya ingin memperingatkan, jika pedang itu tidak selesai sebelum bulan purnama, maka keluargamu akan dibantai!" Saking kerasnya suara itu, Lanting Beruga yang kini sedang bersiap menelan makanan, terhenti. "Maaf Tuan, bukankah Ketua Agung sudah berjanji tidak akan menyentuh keluargaku?" timpal Pak Bungkuk. "Aku sudah-" "Apa kau sudah berani menantang perintah
Liu Sin begitu geram mendengar laporan dua pendekar yang diutusnya pergi menemui Pak Bungkuk alias tukang tempa besi.Dua pendekar itu nyaris saja mati dengan luka yang cukup parah.Berani sekali, pikir Liu Sin. "Siapa yang melakukan ini?"Salah satu dari pendekar itu menjelaskan mengenai sosok pemuda bermata satu yang memiliki ilmu kanuragan cukup kuat, lebih tangguh dari pendekar puncak tanpa tanding sekalipun.Liu Sin tidak percaya ada pendekar sehebat itu berkeliaran di Wilayah Aliran Darah Besi. Jika memang ada, maka paling tidak mereka mengenal siapa pemuda tersebut."Periksa latar belakang pemuda tersebut, selidik tukang tempa besi!" ucap Liu Sin.Dua pendekar mengangguk tanda mengerti, mengundurkan diri dengan tubuh yang ringkih. Sepertinya dua pendekar itu harus berurusan dengan tabib sebelum kembali menyelidik Lanting Beruga.Di kamar lain, Li Wei mendengar pembicaraan Liu Sin, dan begitu yakin jika pemuda yang mereka selidi
"Tuan Pendekar, apa maksudmu?" Pak Bungkuk mulai cemas setelah mendengar ucapan Lanting Beruga. "Dia adalah Ketua Agung Aliran Darah Besi, kau tidak boleh bicara seperti itu.""Berani sekali kau menentangku-""Ah kau cerewet sekali," potong Lanting Beruga. "Kau pikir aku tidak tahu siapa dirimu?"Lanting Beruga kemudian merebut pedang ditangan Pak Bungkuk lalu berkata, "aku akan menguji pedang ini!"Mendadak cahaya merah menyelimuti pedang tersebut, sebelum kemudian cahaya merah itu bergerak cepat ke arah sosok pria yang melayang di atas udara.Tebasan yang dilakukan oleh Lanting Beruga begitu cepat, nyaris saja membunuh pria tersebut, jika dia tidak sempat menarik tubuhnya ke kiri. Namun demikian, tebasan tersebut masih membuat wajah sebelah kanannya terluka lebar."Tuan Pendekar!" Pak Bungkuk benar-benar ketakutan saat ini, tapi rasa ketakutan itu perlahan hilang setelah melihat pergerakan aneh dari Ketua Agung Aliran Darah Besi.Tu
Lanting Beruga melukai tubuh Liu Sin dalam sekejap mata, membuat koyakan besar tepat dibagian perutnya.Kecepatan pemuda itu benar-benar sulit diikuti oleh mata, bahkan pendekar level bumi sekelas Liu Sin bukan tandingan Lanting Beruga dalam hal gerakan cepat."Pemuda tengik," umpat Liu Sin. "Apa kau pikir Aliran Darah Besi dapat menguasai Kekaisaran Tang? kau sudah salah berpihak anak muda, Aliran Darah Besi tidak akan bertahan lebih lama lagi."Lanting Beruga menghela nafas panjang, "sepertinya kau tidak tahu maksud dan tujuanku datang ke tempat ini, aku akan menghancurkan mereka yang telah memulai perang kepada kami."Lanting Beruga menarik pedangnya ke belakang, salah satu kakinya menekan permukaan tanah untuk dijadikan sebagai batu loncatan, sebelum kemudian dia menderu begitu cepat.Namun sebelum mata pedang Lanting Beruga mengenai tubuh Liu Sin, tiba-tiba tubuh pemuda itu terpental beberapa depa ke belakang.Hampir saja Lanting Beruga
Di dalam kereta megah berbalut emas dengan tirai sutra, tiga orang bangsawan duni sibuk menceritakan harta benda dan pulau-pulau tambang yang mereka kuasai. Mereka selalu membahas mengenai harta, tapi sesekali diselingi oleh para budak manusia atau pula wanita-wanita cantik. "Aku akan membuat Putri Petra terkejut dengan hadiah yang kubawa, betulkan ibu?" pria berambut klimis dengan kulit putih pucat dan bibir berwarna merah berbicara dengan nada yang begitu manja. "Tentu saja Sayang, kau membawa Giok Putih Berlambang Naga, itu adalah giok terbaik yang pernah ada di dunia, seribu budak tidak ada harganya dibandingkan giok putih tersebut..." ucap wanita gendut dengan hiasan bedak tebal dan rambut yang disanggul. "Ayah, bagaimana menurutmu?" tanya pemuda itu lagi. "Kau adalah putraku yang tampan, Puti Petra tidak mungkin menolak lamaranmu ..." Sungguh, pemuda tersebut benar-benar berwajah aneh, sangat jauh dengan status tampan. Dengan ria
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m