Beranda / Horor / LAILA / SOSOK YANG MENGGANGGU

Share

SOSOK YANG MENGGANGGU

Penulis: Bias Sastra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Selama pelajaran aku tidak fokus, aku selalu memikirkan apa yang terjadi tadi. Aku membolak-balik buku Bahasa Indonesia dengan gusar.

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi dengan nyaring. Semua murid berhamburan keluar kelas untuk pulang. Aku segera merapikan barang-barangku dan memasukkannya ke dalam tas.

"Ayo, Ra," Aku mengajak Tiara. Ia mengangguk sambil memasukkan barang-barangnya. Setelah beberapa lama, Tiara sudah selesai merapikan barangnya, kami pun beranjak keluar kelas untuk pulang.

Selalu begini, setiap pulang sekolah, aku harus melewati sebuah lorong yang gelap sendirian di ujung jalan Kota tempat tingalku. Aku sebenarnya tidak suka lewat lorong tersebut, tapi apa boleh buat, langit sudah memerah dan matahari sedikit lagi akan menghilang, aku harus cepat sampai di rumah.

“Hati-hati, ya Laila!” ucap Tiara yang jalannya berbeda denganku sambil memberi lambaian tangan lembut. Aku tersenyum. “Iya.”

"Ugh, gelap sekali,” keluhku ketika aku tepat berdiri di depan mulut lorong tersebut. Aku mencoba untuk memberanikan diri dengan cara menarik napas dalam-dalam dan langsung berlari tak memikirkan apa pun yang terjadi. Isi tasku bercampur jadi satu seperti perutku ketika makan pedas, suaranya tidak keruan sehingga membuat kebisingan tersendiri di lorong ini. Suara tasku memecahkan kesunyian untuk saat ini.

Satu persatu lampu di pinggir lorong mulai menyala, itu membuatku sedikit lega walau hanya satu dua yang hidup terang, dan sisanya hanya menampakkan sinar remang-remang tidak jelas. “Huh, mau bagaimana lagi coba? Lagi pun ini masih belum terlalu gelap, mungkin aku bisa berjalan dengan santai sejenak,” renungku dalam hati sambil memeluk tas tenteng milikku erat-erat.

Aku bersenandung pelan untuk menghibur diriku sendiri, menyanyikan beberapa lagu atau sekadar mengangguk-anggukan kepalaku seirama dengan lagu yang berputar di otak. Langkahku terhenti ketika aku melihat sesosok bayangan hitam berdiri di ujung lorong. “Mau apa dia?” tanyaku dalam hati. Bayangan tersebut makin jelas di pengelihatanku, memperlihatkan sesosok wanita dengan jubah berwarna putih sempurna menutup sebagian wajahnya. Mulutnya tertutup oleh masker. Tangannya memperlihatkan sederet luka sayat dan pisau karatan di genggamannya.

“Siapa kau?” tanyaku sedikit berteriak. “Aku?” ulangnya dengan nada serak yang begitu aneh. “Mau apa kau? Hei, jawab pertanyaanku!” aku kembali melontarkan pertanyaan yang seharusnya tidak perlu aku tanyakan.

Sebaiknya aku harus segera pergi dari sini dan menyelamatkan nyawaku sebelum terjadi sesuatu yang mengancam diriku. Aku memilih untuk menahan jeritanku. Dan perlahan menjauhi wanita itu.

***

Hush….semiribit angin berkelak kelok mempermainkan pucuk-pucuk pepohonan eboni yang berderet rapi di sepanjang jalan, jalanan begitu lenggang, sepi, gelap, mencekam. Sunyi seakan meraung-raung hendak menerkam, langit gulita, seakan siluman-siluman bermata iblis bergelantungan di atas langit, kedua mata mereka memerah dengan endapan darah yang mengental, mendadak angin fohn membentuk ring of fire, di dalamnya bersembunyi siluman berkepala serigala, ia mengaum, ia kehilangan mangsanya yang bersembunyi di balik kabut malam, aku terperangah…

Kupijakkan kakiku ke rumah, tempat yang jauh dari keramaian, bahkan dulu ketika aku baru pindah bangunannya sudah tua, ada bagian pondasi rumah yang mulai keropos, seperti pagar rumahnya benar-benar tak terurus, berkarat dan berjamuran, cat rumahnya sudah memudar bahkan mengelupas, bentuk jendela yang kuno lantaran terbuat dari kayu semakin memberikan kesan bahwa rumah ini sangatlah primitif, ukiran yang ada di atas pintu sangatlah menggangguku, betapa tidak mengganggu, ukiran tersebut membentuk gambar seekor ular yang menjulurkan lidahnya yang bersimbah darah, aku ingin muntah jika melihatnya. 

Kalau sekarang bagian yang rusak dari rumah ini sudah banyak diperbaiki oleh orang tuaku. Entah apa alasan ayah memilih rumah tua ini untuk kami tempati, padahal rumah yang dulu masih begitu layak untuk dihuni.

Segala tentang rumah ini bernilai minus, di ruangan tamu banyak benda-benda aneh yang tak kusukai, ada gerabah dan kendi-kendi dengan motif perempuan bertaring, lihatlah beberapa guci kusam yang terletak di setiap sudut ruangan membuat penilaianku terhadap rumah ini bertambah miris, bahkan ada sebilah samurai bertengger di atas dinding ruangan yang tak jauh dari kamar, hal tersebut sangatlah mengganggu pemandanganku, ditambah lagi dengan lemari hias yang dipenuhi dengan keris-keris keramat kian membuatku merinding. Tempat tinggal macam apa ini, segalanya dipenuhi dengan benda-benda penuh misteri yang membuat tengkuk leherku bergidik.

“Aku tak menyukai rumah ini.”

“Sayang, nantinya kau akan terbiasa tinggal di rumah ini, ayah yakin itu.” kata Ayahku waktu itu.

“Aku lebih suka rumah kita yang dulu, aku ingin pulang ke sana!”

“Kita tak akan pernah kembali ke rumah itu lagi.”

“Kenangan tentang nenekmu membuat ayah tersiksa, kita harus bangun kehidupan kita lagi dengan nuansa yang baru, jika kita kembali ayah tak kuasa menahan rasa kehilangan yang begitu dalam, hal tersebut membuat ayah selalu berlarut-larut dalam kesedihan, ayah harap kau mengerti tentang perasaan ayah.”

“Kuharap ayah juga mengerti perasaanku, aku tak ingin tinggal di rumah ini, ayah sudah tak sayang lagi padaku….”

Bergegas aku pergi meninggalkan orang tuaku, tak lagi kuhiraukan saat merekeka berulangkali memanggil namaku, saat itu yang ada dalam hatiku adalah rasa amarah yang meletup-letup yang tak akan lama lagi akan meledak.

Hari-hari yang kulalui sangatlah berat, aku harus memulai dari nol lagi, di sekolah yang baru aku harus belajar mengenal lingkungan tempatku belajar.

***

Aku berjalan menuju dapur rumahku, untuk mengambil segelas air dan meminumnya. Dulu ibu selalu bilang jangan keluar rumah kalau sudah senja dan berhati-hatilah kalau sendirian di rumah. Dan kali ini aku sendirian.

Aku memasuki kamar tidurku, jendelanya terbuka dan gordennya sedikit basah. Pelan-pelan aku menghampiri jendela itu, hari sudah mulai gelap, jalanan sudah terlihat sepi, ditambah hujan turun sangat deras. Aku menutup jendela kamarku dan menghempaskan tubuhku di atas tempat tidur.

Tok… Tok… Tok, suara seseorang mengetuk pintu kamarku, aku membukanya dan sedikit terkejut ternyata Tiara datang padahal dia tidak mengabari mau datang ke rumahku. Bajunya basah karena kehujanan dan badannya sedikit menggigil. “Tiara ini benar kamu, ada apa? kenapa tidak memberi kabar mau kesini?” tanyaku keheranan, Tiara hanya menunduk. 

“Laila tolong aku, to… tolong.” suara Tiara sangat pelan dan terdengar ketakutan. “Ayo masuk Ra, ceritakan di dalam saja.” Ucapku akhirnya mengajak Tiara memasuki kamarku.

“Ada apa?” tanyaku sekali lagi. Tiata melirikku dengan tajam “HI…HI…HI…HI…HI,” dia tertawa sangat keras, aku benar-benar terkejut, mata Tiara mengeluarkan darah, rambutnya panjang terurai. 

“Si…si…siapa kau?” tanyaku sambil berjalan mundur menjauhi sosok menyeramkan itu. “HI…HI…HI…HI,” sosok itu tertawa makin keras, aku berlari secepat mungkin, sosok itu melayang mengikutiku.

Aku sangat ketakutan, badanku menggigil, aku bersembunyi di bawah meja. Tiba-tiba aku merasakan hawa aneh di belakangku, perlahan-lahan aku menengoknya ke belakang dan “AAAAAAAAA,” aku menjerit ketika sosok itu ada di belakangku dia mencekikku, jantungku rasanya berdetak sangat cepat, nafasku sesak. Sosoknya sangat menyeramkan, rambutnya panjang terurai, matanya berdarah dan giginya runcing seperti gergaji.

“Laila… Laila kamu di mana?” itu suara ibuku, sosok menyeramkan itu akhirnya menghilang dari hadapanku. 

Aku berlari menghampiri ibuku, “Ibu… aku takut, aku takut..” kataku seraya memeluk ibuku dengan erat.

“Kau kenapa Laila?” tanya ibu sambil mengelus pelan kepalaku. “ibu aku… aku melihat hantu bu, wajahnya sangat menyeramkan.” ucapku ketakutan.

“Apa wajahnya seperti ini?” aku terkejut melihat wajah ibuku, matanya keluar, dan bibirnya sobek-sobek. “AAAAA,” aku menjerit dan berlari meninggalkan sosok itu.

Cekrek.. Aku mengunci pintu kamarku dan bersembunyi di balik selimut. Aku benar-benar ketakutan, wajahku pucat, dan badanku menggigil hebat.

Bab terkait

  • LAILA   MEYAKINKAN SEKITAR

    Aku selalu mencari jawabannya! Membayangkan sesuatu terjadi ketika aku mulai memejamkan mata. Mengapa detik jam dinding terus berbunyi? Dikala hening, bunyi itu seakan mengancam jiwaku. Yang sewaktu-waktu berubah menjadi sebuah kesunyian yang nyata. Membawaku pada hal yang menakutkan.Entah cerita apa yang ada dibaliknya. Aku terus memikirkannya. Setiap malam dan seterusnya. Aku mulai berpikir mungkin bunyi yang sama ini juga membayangi pikiran kalian. Aku terus memikirkannya, terus dan terus memikirkannya.Ibuku bercerita, jam dinding memang seperti itu. Detiknya selalu menimbulkan suara. Ibuku bilang, “saat detik jam dinding berbunyi, maka hal yang menakutkan bisa saja terjadi.”Dan saat hening. “Kau bisa merasakan bulu kudukmu berdiri,” aku selalu mencerna kata-katanya. Saat yang terdengar hanya detik jam, maka setelahnya kau akan mendengar suara-suara lain. “Suara di dunia lain.” katanya.Ibuku bilang. Saat kau mula

  • LAILA   PRIA MISTERIUS

    Malam itu aku melihat seorang remaja laki-laki sedang asyik bermain-main dengan sepedanya. Siangnya aku melihatnya sedang melukis di taman kota. Sorenya aku melihatnya sedang memotret lukisan alam di hutan kota. Ya, akhir-akhir ini aku melihatnya.Sebenarnya hanya setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu aku melihatnya di luar sekolah. Karena hari-hari itu hari dimana aku les bahasa inggris. Setiap aku berangkat menuju tempat lesku aku selalu melewati tempat ia bermain-main menekuni hobinya, yaitu di depan sebuah perumahan, taman kota, dan hutan kota. Awalnya aku menganggap ini hal biasa, tapi tidak ketika aku terus memperhatikannya. Di mana beda waktu aku melihat, beda tempat juga dia berada.Siapa sebenarnya dikau sebenarnya laki-laki misterius ini? Sebenarnya dirinya yang memasuki alam hidupku atau diriku yang memasuki alam hidupnya.“Laila!” panggilan Ibuku menghamburkan susunan lamunanku yang sudah tersusun rata.“Ia,

  • LAILA   SOSOK YANG MENYERUPAI KELUARGAKU

    Bagi mereka, hal ghaib bukanlah hal penting untuk di perdebatkan.Tapi bagiku, hal ghaib adalah bagian dari diriku. Entah sejak kapan aku mengakuinya, tapi mereka ada. Bahkan di setiap langkah yang ku lalui, mereka selalu ada dan mengikutiku.Dalam hening dan senyap serta gemericik air yang membasahi bumi. Di tengah suasana dingin yang memeluk, aku merasa gelisah. Perasaanku tak menentu, ada sesuatu hal yang terjadi tapi aku tidak tahu itu apa.Aku menutup mataku, berharap rasa gelisah ini menghilang seiring dengan kantuk yang mulai menguasai. Namun aku salah, nyatanya dalam tidur yang nyaman itu aku terganggu.Aku berjalan di satu tempat, tempat yang aku kenal. Salah satu dari mereka datang, merasuk ke alam bawah sadar yang tidak bisa ku kendalikan dengan mudah. Membawaku ke sebuah lubang hitam yang pekat, rasa

  • LAILA   KEADAAN RUMAH

    Entah mengapa, dirumah yang sebesar ini aku merasa sangat-sangat hampa.“Apa karena sepi? atau apa karena sunyi? atau mungkin karena aku masih belum terbiasa dengan suasana rumah ini?”, gumamku dalam hati.Di rumah ini ada enam ruangan utama, yaitu satu ruang tamu, dua kamar tidur yang ditempati oleh oomku yang terkadang datamg ke rumah ini, satu kamar tidur lagi yang ditempati oleh kami sekeluarga dan satu lagi kamar tidur kosong. Kamar tidur disini begitu besar, hingga kami berempat pun masih terasa lapang.Di halaman belakang ini terdapat satu pohon beringin yang sangat besar, disamping pohon beringin itu juga terdapat satu ayunan yang jika dilihat pada malam hari menjadi sangat menyeramkan, ayunannya seperti bergoyang-goyang dengan sendirinya karena pada malam pertamaku disana aku mendengar suara ayunan tersebut. Diseberang pohon beringin tersebut, juga terdapat kolam ikan buatan yang berukuran tidak terlalu besar leng

  • LAILA   POHON BELAKANG RUMAH

    Sehari setelah kasus kejadian tamu yang tak diundang itu selesai, Ayahku pada akhirnya memaafkan apa yang bang Jarwo perbuat dan tidak ingin memperpanjang masalah lagi, karena Ayah pun sama-sama mengerti bagaimana kondisi bang Jarwo tersebut.Apalagi bang Jarwo itu sudah cukup dekat dengan kami sewaktu kami masih tinggal di pinggiran kota, ya walaupun aku dan bang Jarwo sering bertengkar untuk masalah-masalah sepele. Karena seperti yang aku bilang tadi, bang Jarwo walau umur dan postur badannya besar namun pikirannya masih lah seperti anak-anak karena penyakit “step” nya tersebut. Bang Jarwo adalah sepupu laki-laki dari adik Ayahku, dia sering membuat masalah di lingkungan rumahnya bahkan orangtua nya saja sudah angkat tangan melihat perilakunya.Kerjanya di rumah hanya lah tidur-tiduran saja seharian, di suruh sekolah tidak mau, di suruh kerja di bengkel nya sendiri pun juga tidak mau. Tapi, siapa sangka dia sangat ahli dalam urusan pekerjaan bengkel

  • LAILA   LANGKAH KAKI MALAM HARI

    Ke esokan harinya bang Jarwo pun pamit untuk pulang ke rumahnya yang berada di pinggiran kota, tidak jauh dari rumah lama kami. Dan aku pun kembali kepada aktifitasku biasanya yaitu sekolah, pulang, namun pada kali ini aku sangat mengurangi jatahku untuk bermain di halaman belakang sejak kejadian waktu itu. Rasanya rumah ini sungguh terasa asing bagiku sekarang, atau karena aku saja yang terlalu panaroid ya? memang, aku bisa dikatakan sebagai anak yang paling penakut di keluarga ini. Nonton film horror saja, bisa tidak tidur semalaman.Jadi, aku lebih menyibukkan diriku untuk melukis di kanvas pada waktu itu. Ketika aku melukis ini, memang pikiranku akan hal-hal yang membuatku takut sedikit terlupakan. Namun itu hanya bersifat sementara, karena ketika malam telah tiba semua pikiran-pikiran liarku mengenai ruangan yang terkunci itu kembali meluap. Gelisah tak tentu arah, mencoba untuk tidur pun aku tidak bisa karena pikiranku yang selalu mengingat akan hal-hal yang menak

  • LAILA   MENCARI JAWABAN

    Hari ini aku bertekat untuk menceritakan kejadian semalam kepada orang tuaku. Namun tekatku terpaksa harus aku buang jauh-jauh ketika aku mendengarkan sebuah cerita dari teman kelasku ketika mereka bercerita mengenai hantu. Ketika aku sedang ber-istirahat di kelas aku melihat segerombolan anak kelas itu mulai membuat geng mereka sendiri dan memulai percakapan mereka seperti biasanya. Mereka memang sudah biasa membuat geng untuk membicarakan hal-hal yang tidak penting itu, seperti menggosipkan guru-guru tertentu, membicarakan gadis yang mereka suka, atau sekedar membicarakan apa yang mereka tonton semalam. Aku yang memang terkenal sebagai anak yang pendiam tidak terlalu menghiraukan mereka, aku duduk di pojokkan belakang sembari memainkan kertas lipat yang aku buat secara acak dan terkadang aku juga mencuri-curi apa yang mereka bicarakan. Ya, itu pun jika ada hal yang membuatku tertarik. "Oi, kemarin aku sama si Alber kan pergi main kerumah si Faja

  • LAILA   KELABU SETIAP MALAM

    Aku pun sedikit bingung dengan apa yang Khalil jelaskan, tingkat spiritual? apa itu? aku sama sekali tidak mengerti sedikitpun. “Singkatnya, tingkat spiritual itu adalah tingkat kepekaan kita terhadap sesuatu La, mungkin bisa diibaratkan seperti itu.” lalu Khalil menambahkan penjelasannya kembali, “Dan lagi, jika pancaran aura orang tersebut banyak jahatnya, hantu yang datang untuk menampakkan diri kepadanya bisa-bisa mencelakai dia La. Jadi, hantu itu menampakkan dirinya kepada orang-orang tertentu saja. Kalau tingkat spiritualmu rendah, tapi pancaran auramu jahat maka hantu bisa menampakkan dirinya dan bisa mencelakai kamu. Tapi kalau pancaran auramu biasa-biasa saja, ya paling cuma ditakut-takuti saja La.” Aku pun sudah mulai paham mengenai apa yang Khalil sampaikan, tapi aku masih belum mendapatkan jawaban dari Khalil mengenai kenapa ketika bang Jarwo masih ada dirumah itu, mereka tidak menampakkan dirinya? “Tapi lil, aku masih belum mengerti kenapa ketika sepupuku itu m

Bab terbaru

  • LAILA   KEMBALINYA SOSOK YANG HILANG

    Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r

  • LAILA   KEBAIKAN DI BALAS KEJAHATAN

    Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago

  • LAILA   KEBAIKAN DI BALAS KEJAHATAN

    Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago

  • LAILA   RUANG KEMATIAN

    Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia

  • LAILA   MELAWAN TAKDIR YANG DII GARISKAN

    Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.

  • LAILA   KUBURAN KOSONG

    Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me

  • LAILA   UNTUK YANG TERSAYANG

    Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Indi lega karena bukan Igo, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Igo. Indi mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Igo. Dengan perasaan takut Indi bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"Indi ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Igo yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.Saat sampai di depan rumah Indi terkejut melihat Igo yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Indi justru cemburu. Dia menghampiri Igo dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Indi sambil menangis.Igo menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"Indi yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba men

  • LAILA   SEMAKIN TEROBSESI

    Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons

  • LAILA   PENGHALANG TAK HABIS

    Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa

DMCA.com Protection Status