Bagi mereka, hal ghaib bukanlah hal penting untuk di perdebatkan.
Tapi bagiku, hal ghaib adalah bagian dari diriku. Entah sejak kapan aku mengakuinya, tapi mereka ada. Bahkan di setiap langkah yang ku lalui, mereka selalu ada dan mengikutiku.
Dalam hening dan senyap serta gemericik air yang membasahi bumi. Di tengah suasana dingin yang memeluk, aku merasa gelisah. Perasaanku tak menentu, ada sesuatu hal yang terjadi tapi aku tidak tahu itu apa.
Aku menutup mataku, berharap rasa gelisah ini menghilang seiring dengan kantuk yang mulai menguasai. Namun aku salah, nyatanya dalam tidur yang nyaman itu aku terganggu.
Aku berjalan di satu tempat, tempat yang aku kenal. Salah satu dari mereka datang, merasuk ke alam bawah sadar yang tidak bisa ku kendalikan dengan mudah. Membawaku ke sebuah lubang hitam yang pekat, rasa was-was mulai menghampiriku.
Aku masuk ke lubang hitam itu, melewati dimensi yang tidak pernah ku ketahui sebelumnya. Ku pikir, itu hanya sebuah pintu biasa. Nyatanya aku salah mengira, itu adalah gerbang mereka. Berbagai bentuk dan wujud mendatangiku, aku mulai ketakutan dan panik.
Harapanku hanya satu, aku ingin keluar dari sana saat itu juga. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba aku langsung terbangun dari tidurku dengan rasa lelah dan nafas yang tersengal.
Aku melirik ke selilingku, nyatanya aku berada di rumahku, di tempat tidurku. Tapi apa itu? Kenapa mimpi itu seakan nyata untukku? Bahkan tubuhku seakan kehabisan tenaga, dan rasa lelah itu benar-benar nyata.
"Semoga saja, itu hanya sebuah mimpi" gumamku penuh harap.
Walau terkadang ada hal lain yang selalu mengganggu, namun aku memilih untuk mengabaikannya dan menganggap bahwa tidak ada apapun yang terjadi.
Malam itu, aku tidur dengan tenang dan nyaman. Tidak ada tanda-tanda keanehan yang terjadi, aku benar-benar merasa tentram.
Waktu terus maju, saat itu mungkin jam menunjukkan pukul 12 malam. Dalam tidur yang nyaman itu, tiba-tiba mimpi indahku berubah dalam sekejap.
Aku berada di suatu tempat yang asing, walau begitu aku merasa tenang. Entah karna apa, tapi aku membuka sebuah kaca yang mengarah langsung ke belakang tubuhku.
Rasa terkejut langsung aku rasakan, tubuhku membeku. Dapat aku lihat ada seorang nenek tua yang tertangkap dalam pantulan cermin itu, wajahnya tampak pucat dengan rambut yang di sanggul rendah.
Aku membalik tubuhku, memastikan apakah memang ada nenek itu di balik pagar kayu itu. Namun ternyata tidak ada, aku kembali menatap cermin dan nenek itu masih ada.
Lalu aku berbalik lagi melihat ke arah yang sama secara langsung, tapi memang tidak ada apapun disana. Aku mulai merasa aneh, akhirnya aku menatap cermin itu untuk terakhir kali.
Aku amat terkejut saat nyatanya wajah nenek itu kini memenuhi kaca itu, mataku melotot tak percaya. Tiba-tiba nenek itu keluar dari kaca kecil yang ku bawa itu, ia muncul di hadapanku dan menyentil celah di antara kedua alisku.
"Nenek A.. apa itu kau?" tanyaku dengan gagap. Dia hanya tertunduk diam tak jauh dari keberadaanku. Aku yakin ia nenekku, tapi kan dia sudah meninggal. Apa ini hanya mimpi belaka? Atau kejadian ini pernah kualami sebelumnya? Aku terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Ada apa sebenarnya dengan diriku? Apa yang ku rasakan ini? Aku takut, sungguh takut dengan semua kejutan tak terduga itu.
Aku tidak menerimanya, apapun itu yang membuatku bisa melihat mereka aku menolaknya. Aku tidak menerimanya, aku tidak mau melihat mereka." Gumamku penuh penolakkan.
Entah kenapa aku merasa seakan ada yang membuka sisi lain dari diriku, dengan mimpi itu aku merasa dahiku jadi bergetar dan terasa pusing. Ini nyata, dan bukan sebuah mimpi biasa karna rasa itu benar-benar aku rasakan setelah kesadaranku kembali.
Aku berharap semua bisa kembali normal dan baik-baik saja. Apapun itu, ku harap semua kembali ke keadaan yang seharusnya.
Tepat di rakaat kedua, aku mendengar suara bangku di depan rumah bergerak seakan ada yang mendudukinya. Biasanya Ayahku yang memiliki kebiasaan seperti itu setelah pulang kerja, aku pun kembali fokus pada solatku.
Masih dalam posisi berdiri di rakaat kedua, ada yang lewat di belakangku. Aku tidak memperhatikan jelasnya karna aku sedang solat, jadi aku mengabaikan dan fokus pada solatku.
Seusai solat aku merapikan mukenaku, lalu aku bertanya pada Ayahku yang biasanya pulang lebih cepat dari itu. Kebetulan kamar orang tuaku tidak jauh dari tempat aku solat, sehingga suaraku masih bisa terdengar ke kamar itu.
"Udah pulang Yah? Tumben telat pulangnya?" Tanyaku dengan santai.
Namun tidak ada jawaban apapun yang ku terima, suasana tampak sepi-sepi saja bagai tidak ada siapapun di sana.
Karena penasaran pertanyaanku di abaikan aku pun menghampiri kamarnya, dan mencari dimana keberadaan Ayahku. Aku pun tiak melihat keberadaan ibuku, tapi biasanya ia sedang menyiram kebunnya di halaman belakang kalau pagi seperti ini.
Degh...
Bagai tertimpa sebuah batu hatiku mulai gelisah, lidahku pun mulai kelu.
Saat aku membuka kamar orang tuaku, tidak ada siapapun disana. Tidak ada Ayah maupun ibuku, juga tidak ada yang lainnya. Sepi dan kosong, itulah yang kudapatkan.
Merasa tidak beres, aku mulai memeriksa kamar mandi dan dapur. Tapi semua kosong, tidak ada siapapun yang terlihat. Jantungku berdegup kencang, rasa was-was mulai menghampiriku.
"Ayah.. Ibu.." panggil ku lagi di seluruh bagian rumah, tapi tidak ada jawaban apapun.
Nyatanya Ayahku belum pulang. Aku sedikit tertegun, memikirkan hal mengejutkan itu.
Jika memang Aya belum pulang, lalu siapa yang datang tadi? Siapa yang duduk di bangku? Dan siapa yang lewat di belakangku saat solat tadi?' batinku bertanya-tanya.
Ada banyak pertanyaan menghampiriku, namun aku berusaha tenang dan santai. Aku menghela nafas sesaat, dan menenangkan jantungku yang mulai berdetak tak beraturan.
"Ternyata ada tamu yah, bertamu si boleh aja. Tapi jangan ganggu, masing-masing aja." Ucapku dengan lantang, tanpa takut dan resah.
Aku membiasakan diri untuk menerima kejutan-kejutan itu, karna aku tau jika kita hidup bukan di dunia milik kita sendiri. Ada hal lain yang tersembunyi, yang tidak bisa kita ungkap begitu saja.
Aku pun meghela napas merasa lega karena kehadirannya. "Tadi, aku mendengar suara dari luar Bu. Jadi aku mengeceknya, aku kira tadi Ayah yang baru pulang dari kantor." Kataku seraya berbalik dan menunjuk ke arah pintu depan rumah yang terbuka karena tak sempat ku tutup. Tapi, tiba-tiba saja aku merasakan hal aneh lagi saat itu. Aku merasa seperti berbicara sendiri, tidak ada tanggapan dari Ibuku yang ku yakini tadi menyapa di sebelahku.
Saat aku mekalingkan wajah lagi, aku terkejut dan mengambil beberapa langkah ke belakang. Tidak ada Ibu, ia menghilang entah kemana? Jadi yang menyapaku tadi siapa? Aku semakin dibuat cemas saja, padahal tadi aku sudah merasa lega dengan kedatangannya.
"Laila, sayang... sedang apa kamu?" aku berbalik ketika melihat Ayah baru saja datang berdiri di dekat pintu depan dengan kebingungan sambil memegang tas kantor di tangan kanannya.
Aku mendekatinya dengan perlahan, "Ayah, ini benar Ayah kan?" tanyaku yang tidak yakin.
"Iya benar ini Ayah, memangnya kamu sudah hilang ingatan sampai tidakm mengenali Ayah lagi." katanya.
Aku terdiam karena masih takut dengan kejadian barusan. Ayahku pun mendekatiku dan mengusap lembut kepalaku yang membuatku yakin kalau itu benar dia adanya, "Kenapa Nak?"
"Tadi ibu..." sebelum aku menjelaskan kejadian tadi Ayahku memotong ucapanku.
"OH! Ibumu sedang berada di rumah tetangga sebelah tadi, Ayah sempat menyapa mereka yang sedang mengobrol dengan Ibu-ibu yang lain. Biasa ibu-ibu kalau sudah ada tukang sayur pasti mereka lama ngerumpinya!" jelas Ayah.
"Oh gitu ya Yah,"
"Kenapa? Kamu di ganggu makhluk gaib lagi." tanya Ayaku.
"Hem.. Tidak Yah, aku hanya kebingungan mencari ibu tadi." elakku. Aku tahu Ayah pasti tidak mau repot jika aku bercerita tentang hal-hal gaib ini.
"Yasudah Ayah, mau masuk kamar dulu ya."
Aku mengangguk pelan.
Entah mengapa, dirumah yang sebesar ini aku merasa sangat-sangat hampa.“Apa karena sepi? atau apa karena sunyi? atau mungkin karena aku masih belum terbiasa dengan suasana rumah ini?”, gumamku dalam hati.Di rumah ini ada enam ruangan utama, yaitu satu ruang tamu, dua kamar tidur yang ditempati oleh oomku yang terkadang datamg ke rumah ini, satu kamar tidur lagi yang ditempati oleh kami sekeluarga dan satu lagi kamar tidur kosong. Kamar tidur disini begitu besar, hingga kami berempat pun masih terasa lapang.Di halaman belakang ini terdapat satu pohon beringin yang sangat besar, disamping pohon beringin itu juga terdapat satu ayunan yang jika dilihat pada malam hari menjadi sangat menyeramkan, ayunannya seperti bergoyang-goyang dengan sendirinya karena pada malam pertamaku disana aku mendengar suara ayunan tersebut. Diseberang pohon beringin tersebut, juga terdapat kolam ikan buatan yang berukuran tidak terlalu besar leng
Sehari setelah kasus kejadian tamu yang tak diundang itu selesai, Ayahku pada akhirnya memaafkan apa yang bang Jarwo perbuat dan tidak ingin memperpanjang masalah lagi, karena Ayah pun sama-sama mengerti bagaimana kondisi bang Jarwo tersebut.Apalagi bang Jarwo itu sudah cukup dekat dengan kami sewaktu kami masih tinggal di pinggiran kota, ya walaupun aku dan bang Jarwo sering bertengkar untuk masalah-masalah sepele. Karena seperti yang aku bilang tadi, bang Jarwo walau umur dan postur badannya besar namun pikirannya masih lah seperti anak-anak karena penyakit “step” nya tersebut. Bang Jarwo adalah sepupu laki-laki dari adik Ayahku, dia sering membuat masalah di lingkungan rumahnya bahkan orangtua nya saja sudah angkat tangan melihat perilakunya.Kerjanya di rumah hanya lah tidur-tiduran saja seharian, di suruh sekolah tidak mau, di suruh kerja di bengkel nya sendiri pun juga tidak mau. Tapi, siapa sangka dia sangat ahli dalam urusan pekerjaan bengkel
Ke esokan harinya bang Jarwo pun pamit untuk pulang ke rumahnya yang berada di pinggiran kota, tidak jauh dari rumah lama kami. Dan aku pun kembali kepada aktifitasku biasanya yaitu sekolah, pulang, namun pada kali ini aku sangat mengurangi jatahku untuk bermain di halaman belakang sejak kejadian waktu itu. Rasanya rumah ini sungguh terasa asing bagiku sekarang, atau karena aku saja yang terlalu panaroid ya? memang, aku bisa dikatakan sebagai anak yang paling penakut di keluarga ini. Nonton film horror saja, bisa tidak tidur semalaman.Jadi, aku lebih menyibukkan diriku untuk melukis di kanvas pada waktu itu. Ketika aku melukis ini, memang pikiranku akan hal-hal yang membuatku takut sedikit terlupakan. Namun itu hanya bersifat sementara, karena ketika malam telah tiba semua pikiran-pikiran liarku mengenai ruangan yang terkunci itu kembali meluap. Gelisah tak tentu arah, mencoba untuk tidur pun aku tidak bisa karena pikiranku yang selalu mengingat akan hal-hal yang menak
Hari ini aku bertekat untuk menceritakan kejadian semalam kepada orang tuaku. Namun tekatku terpaksa harus aku buang jauh-jauh ketika aku mendengarkan sebuah cerita dari teman kelasku ketika mereka bercerita mengenai hantu. Ketika aku sedang ber-istirahat di kelas aku melihat segerombolan anak kelas itu mulai membuat geng mereka sendiri dan memulai percakapan mereka seperti biasanya. Mereka memang sudah biasa membuat geng untuk membicarakan hal-hal yang tidak penting itu, seperti menggosipkan guru-guru tertentu, membicarakan gadis yang mereka suka, atau sekedar membicarakan apa yang mereka tonton semalam. Aku yang memang terkenal sebagai anak yang pendiam tidak terlalu menghiraukan mereka, aku duduk di pojokkan belakang sembari memainkan kertas lipat yang aku buat secara acak dan terkadang aku juga mencuri-curi apa yang mereka bicarakan. Ya, itu pun jika ada hal yang membuatku tertarik. "Oi, kemarin aku sama si Alber kan pergi main kerumah si Faja
Aku pun sedikit bingung dengan apa yang Khalil jelaskan, tingkat spiritual? apa itu? aku sama sekali tidak mengerti sedikitpun. “Singkatnya, tingkat spiritual itu adalah tingkat kepekaan kita terhadap sesuatu La, mungkin bisa diibaratkan seperti itu.” lalu Khalil menambahkan penjelasannya kembali, “Dan lagi, jika pancaran aura orang tersebut banyak jahatnya, hantu yang datang untuk menampakkan diri kepadanya bisa-bisa mencelakai dia La. Jadi, hantu itu menampakkan dirinya kepada orang-orang tertentu saja. Kalau tingkat spiritualmu rendah, tapi pancaran auramu jahat maka hantu bisa menampakkan dirinya dan bisa mencelakai kamu. Tapi kalau pancaran auramu biasa-biasa saja, ya paling cuma ditakut-takuti saja La.” Aku pun sudah mulai paham mengenai apa yang Khalil sampaikan, tapi aku masih belum mendapatkan jawaban dari Khalil mengenai kenapa ketika bang Jarwo masih ada dirumah itu, mereka tidak menampakkan dirinya? “Tapi lil, aku masih belum mengerti kenapa ketika sepupuku itu m
Malam itu aku pun dibawa oleh keluargaku ke tempat tukang pijat yang tempatnya tidak jauh berada di belakang gang sekolahku. Sesampainya di sana aku pun menunggu antrian giliranku, malam itu jarum jam sudah menunjukkan ke angka setengah sepuluh namun orang yang mengantri untuk dipijit pun masih cukup ramai. Aku pun duduk bersama orang-orang yang mengantri itu sembari menahan rasa sakit yang tak tertahan ini. Kakiku pada saat itu rasanya benar-benar panas sekaligus sangat sakit untuk digerakkan, ditambah lagi bengkaknya yang semakin menjadi-jadi, membuatku semakin cemas. Belum sampai antrianku dipanggil, tiba-tiba orang yang duduk disampingku menanyakan mengenai kakiku itu, “Nak.. kenapa kakinya kok bisa sebengkak itu?” tanya kakek yang sudah ber-umur ini. “Ini kek.. digigit sama lebah barusan..” jawabku sembari menahan rasa sakit yang menyengat ini. “Pasti lebah jadi-jadian ya nak?” ucap kakek itu, mendengar perkataannya aku hanya bisa terdiam
Sesampainya di sekolah, aku pun langsung berjalan menuju ke kelas dengan cepatnya sembari melihat ke arah kanan dan ke kiri, “mana Khalil? belum datang ya kayaknya..” tanyaku dalam hati. Melihat Khalil yang ternyata belum datang, aku pun mengambil posisi dudukku sembari menunggu kedatangan Khalil tersebut. Menit demi menit pun berlalu sampai bel sekolah pun berbunyi yang pertanda bahwa mata pelajaran pertama akan segera dimulai. “Lah, gak biasanya Khalil terlambat seperti ini..” risauku. Lalu aku pun berbisik kepada sahabatku yang duduk disampingku, “eh Ra, tumben Khalil telat ya?” tanyaku. “Telat? gak lah La, dia kan udah beberapa hari ini gak hadir..” aku pun terkejut mendengar pernyataan dari anak kelasku itu. “Waktu kamu gak sekolah, dia juga udah gak sekolah hari itu La..” tambahnya lagi. “Kira-kira kenapa ya si Khalil gak sekolah?” tanyaku guna memastikan bahwa Khalil baik-baik saja. “Guru sih bilang sakitnya kamb
Paginya aku pun pergi ke sekolah seperti biasanya dan hari ini pun aku masih berharap bahwa Damar sudah selesai dari urusan yang sedang dijalaninya itu. Tapi sayangnya harapan hanyalah sekedar harap, hari ini pun Damar belum menampakkan batang hidungnya di sekolah ini, padahal aku ingin menanyakan maksud dari gambar-gambarnya tersebut.Pernah terpintas di benakku, apa jadinya jika aku memberitahukan teka-teki ini kepada si Khalil? Khalil merupakan anak kelasku yang cukup dekat dengan Damar karena ia duduk se-meja dengannya, dan dia pun terkenal di sekolah ini sebagai pemecah teka-teki terbaik. Karena dia sering sekali memecahkan teka-teki kuis-kuis soal yang diberikan oleh guru, mungkin dia juga bisa memecahkan teka-teki gambar yang menyeramkan ini. Tapi aku urungkan niatku untuk itu, karena aku tidak tahu bahaya apa yang akan menghampiri Khalil nanti jika sampai dia tahu mengenai gambar-gambar menyeramkan ini. Terpaksa harus aku yang memecahkannya sendirian, karena mun