Hari ini aku bertekat untuk menceritakan kejadian semalam kepada orang tuaku. Namun tekatku terpaksa harus aku buang jauh-jauh ketika aku mendengarkan sebuah cerita dari teman kelasku ketika mereka bercerita mengenai hantu.
Ketika aku sedang ber-istirahat di kelas aku melihat segerombolan anak kelas itu mulai membuat geng mereka sendiri dan memulai percakapan mereka seperti biasanya.
Mereka memang sudah biasa membuat geng untuk membicarakan hal-hal yang tidak penting itu, seperti menggosipkan guru-guru tertentu, membicarakan gadis yang mereka suka, atau sekedar membicarakan apa yang mereka tonton semalam. Aku yang memang terkenal sebagai anak yang pendiam tidak terlalu menghiraukan mereka, aku duduk di pojokkan belakang sembari memainkan kertas lipat yang aku buat secara acak dan terkadang aku juga mencuri-curi apa yang mereka bicarakan. Ya, itu pun jika ada hal yang membuatku tertarik.
"Oi, kemarin aku sama si Alber kan pergi main kerumah si Faja
Aku pun sedikit bingung dengan apa yang Khalil jelaskan, tingkat spiritual? apa itu? aku sama sekali tidak mengerti sedikitpun. “Singkatnya, tingkat spiritual itu adalah tingkat kepekaan kita terhadap sesuatu La, mungkin bisa diibaratkan seperti itu.” lalu Khalil menambahkan penjelasannya kembali, “Dan lagi, jika pancaran aura orang tersebut banyak jahatnya, hantu yang datang untuk menampakkan diri kepadanya bisa-bisa mencelakai dia La. Jadi, hantu itu menampakkan dirinya kepada orang-orang tertentu saja. Kalau tingkat spiritualmu rendah, tapi pancaran auramu jahat maka hantu bisa menampakkan dirinya dan bisa mencelakai kamu. Tapi kalau pancaran auramu biasa-biasa saja, ya paling cuma ditakut-takuti saja La.” Aku pun sudah mulai paham mengenai apa yang Khalil sampaikan, tapi aku masih belum mendapatkan jawaban dari Khalil mengenai kenapa ketika bang Jarwo masih ada dirumah itu, mereka tidak menampakkan dirinya? “Tapi lil, aku masih belum mengerti kenapa ketika sepupuku itu m
Malam itu aku pun dibawa oleh keluargaku ke tempat tukang pijat yang tempatnya tidak jauh berada di belakang gang sekolahku. Sesampainya di sana aku pun menunggu antrian giliranku, malam itu jarum jam sudah menunjukkan ke angka setengah sepuluh namun orang yang mengantri untuk dipijit pun masih cukup ramai. Aku pun duduk bersama orang-orang yang mengantri itu sembari menahan rasa sakit yang tak tertahan ini. Kakiku pada saat itu rasanya benar-benar panas sekaligus sangat sakit untuk digerakkan, ditambah lagi bengkaknya yang semakin menjadi-jadi, membuatku semakin cemas. Belum sampai antrianku dipanggil, tiba-tiba orang yang duduk disampingku menanyakan mengenai kakiku itu, “Nak.. kenapa kakinya kok bisa sebengkak itu?” tanya kakek yang sudah ber-umur ini. “Ini kek.. digigit sama lebah barusan..” jawabku sembari menahan rasa sakit yang menyengat ini. “Pasti lebah jadi-jadian ya nak?” ucap kakek itu, mendengar perkataannya aku hanya bisa terdiam
Sesampainya di sekolah, aku pun langsung berjalan menuju ke kelas dengan cepatnya sembari melihat ke arah kanan dan ke kiri, “mana Khalil? belum datang ya kayaknya..” tanyaku dalam hati. Melihat Khalil yang ternyata belum datang, aku pun mengambil posisi dudukku sembari menunggu kedatangan Khalil tersebut. Menit demi menit pun berlalu sampai bel sekolah pun berbunyi yang pertanda bahwa mata pelajaran pertama akan segera dimulai. “Lah, gak biasanya Khalil terlambat seperti ini..” risauku. Lalu aku pun berbisik kepada sahabatku yang duduk disampingku, “eh Ra, tumben Khalil telat ya?” tanyaku. “Telat? gak lah La, dia kan udah beberapa hari ini gak hadir..” aku pun terkejut mendengar pernyataan dari anak kelasku itu. “Waktu kamu gak sekolah, dia juga udah gak sekolah hari itu La..” tambahnya lagi. “Kira-kira kenapa ya si Khalil gak sekolah?” tanyaku guna memastikan bahwa Khalil baik-baik saja. “Guru sih bilang sakitnya kamb
Paginya aku pun pergi ke sekolah seperti biasanya dan hari ini pun aku masih berharap bahwa Damar sudah selesai dari urusan yang sedang dijalaninya itu. Tapi sayangnya harapan hanyalah sekedar harap, hari ini pun Damar belum menampakkan batang hidungnya di sekolah ini, padahal aku ingin menanyakan maksud dari gambar-gambarnya tersebut.Pernah terpintas di benakku, apa jadinya jika aku memberitahukan teka-teki ini kepada si Khalil? Khalil merupakan anak kelasku yang cukup dekat dengan Damar karena ia duduk se-meja dengannya, dan dia pun terkenal di sekolah ini sebagai pemecah teka-teki terbaik. Karena dia sering sekali memecahkan teka-teki kuis-kuis soal yang diberikan oleh guru, mungkin dia juga bisa memecahkan teka-teki gambar yang menyeramkan ini. Tapi aku urungkan niatku untuk itu, karena aku tidak tahu bahaya apa yang akan menghampiri Khalil nanti jika sampai dia tahu mengenai gambar-gambar menyeramkan ini. Terpaksa harus aku yang memecahkannya sendirian, karena mun
Sebenarnya bukan hanya itu saja yang membuat bulu kudukku merinding, awal kedatanganku ke puskesmas ini saja sudah membuat bulu kudukku tegak satu per satu. Pasalnya suasana yang ada di puskesmas dan lingkungan ini sama sepinya dengan suasana yang ada pada lingkungan rumahku, mungkin karena masih satu daerah kali ya? pikirku saat itu. Dan lagi hanya ada beberapa perawat saja yang ada di puskesmas ini padahal puskesmas ini tergolong besar dan juga bertingkat. “Menurutku suasana disini lebih menyeramkan daripada yang ada dirumahku saat ini.”ketika aku dan keluargaku menunggu diruang tunggu, aku pun tanpa sengaja mendengar percakapan antara kedua perawat yang sedang bertugas ini,“Eh sis, dua hari yang lalu aku kan shift malam sama si yusuf. Tau gak kami dilantai atas kemarin melihat bayangan orang yang lagi lari-lari! Padahal dilantai atas gak ada orang kan.”cerita salah satu perawat sambil berbisik kepada temannya.
Setelah tiba di rumah, aku pun mencoba untuk bersikap tenang dan bersikap seolah aku tidak melihat apapun ketika di puskesmas tadi.“Sebenarnya ada apa sih dengan lingkungan ini? kenapa semuanya tampak menyeramkan.”kesalku ketika itu. Aku pun memutuskan untuk tidak memikirkan terlalu keras lagi, dan lebih mengalihkan perhatianku kepada lukisan yang sedang aku buat sekarang. Malamnya aku pun bergegas untuk tidur, tapi anehnya suara-suara yang biasanya mengangguku pada malam hari tidak terdengar sama sekali, padahal waktu itu juga sudah menunjukkan jam sebelas lewat lima menit. Besoknya,saking bosannya, aku pun berjalan ke arah halaman belakang dan sekilas aku melihat ayunan yang selama ini tidak pernah aku mainkan sebelumnya,“Udah hampir dua tahun ayunan itu gak pernah ada satupun orang yang naikin.. padahal kemarin ini juga keluarga dari jauh banyak yang kerumah, tapi mereka malah gak melirik ayun
Aku melihat layar ponsel, lagu yang aku putar masih berjalan. Bar yang menunjukan lagu berjalan terus bergerak. Tetapi suaranya tidak ada, meskipun aku sudah menaikan volumenya tetap saja lagunya tidak terdengar. Aku mencabut earphone yang menempel di ponsel, tidak ada perubahan sama sekali. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mematikan lalu menghidupkan kembali ponselku dan melihat apa yang terjadi. “Masih item aja layarnya, kenapa yah?” lalu beberapa saat kemudian muncul sebuah gambar lampu yang cahayanya berwarna kuning. “ih kenapa sih!!” menekan tombol power diponsel tetapi lampu yang menyala masih di sana. Aku melihat ada sesuatu yang bergerak ke arah sorot lampu. Tiba-tiba sosok itu menampakan wajahnya ke layar ponselku. Wajah yang berwarna putih pucat, dengan mata tanpa bulatan hitam ditengahnya. Sontak aku kaget dan secara tidak sengaja melempar ponsel. “Arghh!!!” aku menutup mataku. Adikku yang mendengar teriakan langsung bergerak menuju kamar
Jantungku semakin berdegup kencang, dia keheranan mengapa mulutku seperti terkunci sekarang. Aku tidak bisa berkata apa-apa, dengan sekuat tenaga aku memejamkan mata kemudian menutup kedua telingaku keras-keras. Karena sosok perempuan masih saja berbicara kepadaku. “Per…,” Aku merasa sekarang dia bisa berbicara. “pergi! Pergi! Pergiiii!!!” sambil menggelengkan kepala dengan kencang. Namun lama-lama kepalaku terhenti karena ada tangan yang menahanku. “La! Laila?!” suaranya berbeda dengan suara perempuan barusan. Aku mencoba membuka mata pelan-pelan, “Eh..?” dihadapanku ternyata sekarang adalah Tiara, aku benar-benar tak menyadari kedatangannya. Sebelum pergi ke toilet juga Tiara menyarankan agar aku langsung pergi ke ruang UKS tetapi aku menolak. “Kamu engga apa-apa kan? Aku disuruh samperin kamu soalnya sampe pelajaran habis kamu belum juga balik ke kelas juga, takutnya ada kenapa-napa…” Padahal aku merasa bahwa aku baru berada di toilet ini s