Jantungku semakin berdegup kencang, dia keheranan mengapa mulutku seperti terkunci sekarang. Aku tidak bisa berkata apa-apa, dengan sekuat tenaga aku memejamkan mata kemudian menutup kedua telingaku keras-keras. Karena sosok perempuan masih saja berbicara kepadaku.
“Per…,” Aku merasa sekarang dia bisa berbicara. “pergi! Pergi! Pergiiii!!!” sambil menggelengkan kepala dengan kencang. Namun lama-lama kepalaku terhenti karena ada tangan yang menahanku.
“La! Laila?!” suaranya berbeda dengan suara perempuan barusan.
Aku mencoba membuka mata pelan-pelan, “Eh..?” dihadapanku ternyata sekarang adalah Tiara, aku benar-benar tak menyadari kedatangannya. Sebelum pergi ke toilet juga Tiara menyarankan agar aku langsung pergi ke ruang UKS tetapi aku menolak.
“Kamu engga apa-apa kan? Aku disuruh samperin kamu soalnya sampe pelajaran habis kamu belum juga balik ke kelas juga, takutnya ada kenapa-napa…”
Padahal aku merasa bahwa aku baru berada di toilet ini s
Suatu ketika saat aku sama teman-teman di Kafe, tidak sengaja aku memperhatikan pemuda yang duduk di pojokan sendiri. Cuma orang yang kurang kerjaan yang memperhatikan dia. Kebetulan aku kurang kerjaan dan iseng memperhatikannya. Bukan tanpa alasan. Karena aku seperti mengenalinya, wajahnya itu seperti Damar pemuda yang selama ini hilang setelah memberikan janji kepadaku. Aku hampir tidak percaya setelah sekian lama pergi, ia kembali. Tetapi kenapa sikapnya seperti itu, tidak sadar dengan keberadaanku. Aku coba mendekatinya. Dari jauh dia seperti berbincang, tapi entah dengan siapa padahal dia duduk seorang diri. Aku mencoba lebih dekat lagi. Secara diam-diam aku berada di belakangnya. Aku perhatikan tidak ada headset di telinganya. Kecurigaanku semakin bertambah saat dia menoleh kebelakang seakan ada yang memberitahu keberadaanku."Ada apa?" Tanyanya.Aku sudah mempersiapkan 1000 alasan untuk menghadapi kondisi ini."Maaf ganggu, apa namamu Damar." Tanyaku penu
Setelah mengunjungi Desi, kami kembali ke kafe. Di dalam perjalan kami berbincang."Apa Desi baik-baik saja di bawa ke luar kota. Jika benar penyakitnya dikirim orang lain. Pasti orang itu tidak akan menyerah mengirim sesuatu dari jarak jauh untuk menyakiti Desi." Khawatir Tiara."Kenapa dia tidak membuat Desi tewas saja, malah buat dia tersiksa." Sambung Sofia."Menurutku sih yang dikirim itu setan. Setan bukanlah malaikat maut jadi tidak bisa membunuh manusia. Sebaliknya manusia yang bersekutu dengan setan akan menjadi setan. Jadi sesama setan bisa saling membunuh." Ucap Wira bikin aku merinding."Maksudmu yang mengirim setan untuk menyakiti Desi bakalan mati?" Tanyaku.Tepat sekali kami sampai di kafe. Wira bergegas keluar. Aku tahu dia ingin menghindariku lagi. Aku juga ikut turun. Sofia menegurku, "Mau kemana kamu, Lalial?""Mau pulang diantar Wira." Ucapku."Ya udah, kalau begitu kami pergi." Balas Sofia."Tunggu dulu. Aku
"Ada apa Wira?" Tanyaku."Temanku mau lewat sini. Katanya mau ketemu aku. Kita berhenti sebentar ya." Jawab Wira. Sofia keluar dari mobilnya kemudian memajang wajah di jendela kanan belakang dekat dengan Wira duduk, "Mau pesan apa kamu Wira, aku mau ke warung." "Wira aja yang ditawari nih, kami enggak?" Sambung Tiara."Kalian juga!" Jawab Sofia."Jangan karena kita ada ditikungan kamu mau nikung aku!" Ucapku terang-terangan. Aku mah gitu orangnya."Aku becanda tahu!" Sofia kemudian pergi. Suasana hening. Tiba-tiba."A a a ah gr" Teriakan terdengar. Seakan bergema."Suara terompet malaikat Israfil atau tangisan manusia yang disiksa di perut Bumi." Ucap Tiara langsung.Dari kaca mobil aku dapat melihat keadaan di luar, beberapa pengendara keluar dari mobilnya seperti mencari sumber suara."Ah!" Jantungku hampir copot, Sofia muncul tiba-tiba."Kalian dengar! itu suara jeritan hantu." Ucap Sofia. Tiara langsung ke luar mobil dan bersama
Cukup lama aku bikin minuman. Aku tidak pernah merasa segugup ini.Saat aku tiba di teras. Ayah berdiri."Ayah sudah cukup tahu tentang Wira. Ayah mau pergi ke dalam lagi nyelesain pekerjaan. Silahkan temani Wira." Perintah ayah kemudian pergi.Aku lalu duduk dengan secangkir minuman di tangan."Kamu suka kopi atau teh?" Tanyaku ke Wira."Aku suka teh!" Jawabnya."Yah, aku bikinnya kopi." Balasku."Kalau gitu aku suka kopi." Lanjutnya bikin aku tersenyum."Kamu bicarain apa aja ke ayah?" Tanyaku."Ayahmu baik. Dia rela ninggalin pekerjaannya sebentar demi anaknya." Balas Wira."Tapi tetap ayah selalu sibuk." Sambungku."Eh, ih tuh kan pertanyaanku gak dijawab lagi." Lanjutku."Kamu bisa tanya ke ayahmu langsung." Jawab Wira."Sebenarnya pertanyaanku di telepon tadi bukan pertanyaan yang ku maksud." Ucapku.Wira menoleh ke arah lain. Gerak-geriknya terlihat khawatir. Apa dia mendapatkan kabar dari teman hantunya
"Nanti aku kembalikan setelah dicuci." Lanjutnya."Tidak perlu. Pakaian itu sudah ayah berikan untukmu." Balasku."Biaya rumah sakit. Ayahmu juga yang bayarkan?""Kalau itu pakai uang tabunganku sendiri." Jawabku sambil tersenyum ke arahnya."Kamu benaran suka sama aku." Ucap Wira. Aku langsung pasang muka datar."Aku lucu aja lihat kamu. Gak kelihatan habis dikeroyok sekelompok orang." Balasku."Ini karena lukaku di rambut, dilengan dan badan yang gak kelihatan." Lanjutnya."Kamu kenapa suka baju lengan panjang dan celana panjang, tidak pernah aku lihat kamu berpakaian pendek." Tanyaku. "Kamu kenapa gak konsisten, kadang pakaian pendek, kadang pakaian panjang, kadang longgar, kadang ketat." Balasnya meniru kata-kataku. Dia udah berani main lempar kata. Bikin pertarungan kami sengit saja. Di luar rumah sakit kami bertemu Tiara dan Sofia."Wah, kami baru mau jenguk. Kalian udah mau pulang. Masuk lagi sana." Sapa Tiara dengan gaya ngeselinnya.
Perjalanan masih lama. Aku manfaat kesempatan ini untuk bicara."Kamu bisa berhenti melakukan hal berbahaya itu." Pintaku karena takut kehilangannya."Jika kamu punya kemampuan melawan penjahat, apa kamu hanya diam saja melihat kejahatan di depanmu?" Balasnya."Jadi, benar kamu dapat melawan setan!" Lanjutku dengan suara pelan agar supir tidak mendengarnya.Kami lalu bicara berbisik."Tadi itu bahan skripsi." Kata Wira."Bukannya kamu belu lulus." Tanyaku."Skripsi orang lain.""Kenapa?""Karena itu usahaku." Jawab Wira bikin aku kaget."Terus, apa yang kamu bilang ke ayahku malam tadi!""Aku bilang, usaha penyedian barang dan jasa untuk kampus.""Tetap caramu itu ilegal. Aku ingin kamu cari usaha lain."Kami akhirnya sampai di rumahku."Itu motorku!" Ucap Wira menunjuk motornya di dalam pagar."Oh iya. Aku lupa. Tadi malamkan kamu datang ke sini.""Bang, aku di sini saja. Gak jadi ke kantor polisi
Aku melihat ke arah Wira di depan pagar. Dia menghilang lagi. Apa dia kabur? Tapi kumendengar suara Wira.Aku menoleh ke arah asal suara di sebelah kiriku. Benar ada Wira yang sedang bicara dengan pak Satpam. Aku sudah berpikir Wira mau menghindari dugaan yang inginku tanyakan."Izinkan saya masuk pak. Saya mau bantu!" Ucap Wira."Kamu orang pintar?" Tanya Satpam."Bukan." Jawab Wira singkat."Orang asing dilarang masuk." Balas Satpam.Saat aku ingin membujuk Satpam untuk memperbolehkan Wira masuk. Karena aku menduga Wira yang kirim para hantu dan dia juga yang dapat mengatasinya. Sofia tiba-tiba bicara, "Tiara! kamu kenapa?"Aku langsung menoleh ke arah Tiara di belakangku."Tidak apa-apa!" Jawab Tiara, sambil memegangi kepalanya.Seketika Tiara ambruk.Suasana pagi itu semakin mencekam saat beberapa murid mencoba keluar dari area sekolah. Aku tidak berpikiran mau bertanya dugaanku pada Tiara saat itu.Pak Satpam terlihat sibuk menenangkan m
"Sesuatu yang paling berharga bagi dia itu HPnya." Suara laki-laki tiba-tiba terdengar.Kami langsung menoleh ke asal suara. Sosok pemuda tampan berdiri gagah dengan HP Tiara di tangangnya."HPku." Ucap Tiara langsung mengambil HPnya sambil mengusap air mata.Siapa lagi pemuda misterius ini? dalam benakku bertanya-tanya. Dari kami bertiga, pemuda ini cuma memandangi Tiara. Sepertinya dia tergoda dengan keseksian Tiara, yang mengenakan celana pendek putih, baju ketat putih dan kulit yang putih mulus.Aku berdiri menghalangi pandangannya."Apa yang kamu lihat?" Tanyaku."Tadi aku dengar pembicaraan kalian. Jadi temanmu yang cantik itu namanya Tiara." Jawabnya.Aku terus memandang dia tajam."Namaku Jugo." Pemuda itu mengulurkan tangan.Belum sempat aku menyambut tangannya, Sofia tiba-tiba menyalami Jugo, "Kalau aku Sofia. Dan temanku yang jutek ini namanya Laila." "Bagaimana bisa kamu dapatkan HP Tiara?" Sambungku."Aku lihat dari jauh Tia