Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela.
Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.
Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul.Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"
Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku meSaat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Kepalaku pening. Aku terbangun dari dunia mimpi. Beberapa gelombang tidur masih menyangkut di pelipisku. Aku menyibaknya dengan empasan molekul air dan akhirnya kesadaranku kembali sepenuhnya.Beberapa saat kemudian aku telah bersama secangkir cappuccino dan novel karya Paul Trembley. Anganku menelisik kecil ke dalam serabut kognisi. Bayangan itu seperti film klasik yang tidak mau menghilang. Rasanya sesak. Benar-benar sesak hingga aku tiba-tiba lupa bagaimana caranya bernapas. Astaga, ini terulang lagi.Semua bermula ketika aku mendapati sepasang pupil hitam memandangiku sepanjang waktu. Ketika aku duduk, berjalan, berlari, bersandar, atau terpejam, tatapan itu selalu mengikutiku. Awalnya aku tak menghiraukan sebab kupikir itu hanya semacam halusinasi karena aku terlampau letih.Namun tidak. Pandangan aneh itu masih mengikutiku sampai sekarang. Sampai ketika aku mengetukkan jemariku ke keyboard untuk menulis catatan ini. Rasa takut dalam diriku telah mencuat se
“Tek, Tek, Tek.” jam dindingku berdetak waktu menunjukkan pukul jam 23.45 Wib. Sudah larut malam, tapi mataku masih terjaga, belum ingin tidur, hening, hanya suara tokek saja yang menemani, dua tiga kali suara jangkrik ikut terdengar, sedangkan cicak sedang sibuk mengejar nyamuk di atas sana.Aku berusaha memejamkan mataku, tapi tetap saja aku tidak bisa tidur. Aku meraih ponselku yang tergeletak di meja dekat tempat tidurku, membuka salah satu media sosial, mendapati permintaan pertemanan dari seseorang tak dikenal, dengan nama dan profil yang cukup misterius, aku mengabaikannya, membuka layar beranda beberapa temanku memposting foto dan status.“Good night, mimpi indah.”Salah satu temanku memposting status, tertera jam posting pukul 21.30 Wib, aku iseng mengecek siapa saja yang masih online, aku mendapati hanya aku saja yang online, padahal biasanya mereka bisa online sampai subuh tapi tidak dengan malam ini
Selama pelajaran aku tidak fokus, aku selalu memikirkan apa yang terjadi tadi. Aku membolak-balik buku Bahasa Indonesia dengan gusar.Bel pulang sekolah baru saja berbunyi dengan nyaring. Semua murid berhamburan keluar kelas untuk pulang. Aku segera merapikan barang-barangku dan memasukkannya ke dalam tas."Ayo, Ra," Aku mengajak Tiara. Ia mengangguk sambil memasukkan barang-barangnya. Setelah beberapa lama, Tiara sudah selesai merapikan barangnya, kami pun beranjak keluar kelas untuk pulang.Selalu begini, setiap pulang sekolah, aku harus melewati sebuah lorong yang gelap sendirian di ujung jalan Kota tempat tingalku. Aku sebenarnya tidak suka lewat lorong tersebut, tapi apa boleh buat, langit sudah memerah dan matahari sedikit lagi akan menghilang, aku harus cepat sampai di rumah.“Hati-hati, ya Laila!” ucap Tiara yang jalannya berbeda denganku sambil memberi lambaian tangan lembut. Aku tersenyum. “Iya.”"Ugh, gelap sekali