Suatu ketika saat aku sama teman-teman di Kafe, tidak sengaja aku memperhatikan pemuda yang duduk di pojokan sendiri. Cuma orang yang kurang kerjaan yang memperhatikan dia. Kebetulan aku kurang kerjaan dan iseng memperhatikannya. Bukan tanpa alasan. Karena aku seperti mengenalinya, wajahnya itu seperti Damar pemuda yang selama ini hilang setelah memberikan janji kepadaku. Aku hampir tidak percaya setelah sekian lama pergi, ia kembali. Tetapi kenapa sikapnya seperti itu, tidak sadar dengan keberadaanku. Aku coba mendekatinya. Dari jauh dia seperti berbincang, tapi entah dengan siapa padahal dia duduk seorang diri. Aku mencoba lebih dekat lagi. Secara diam-diam aku berada di belakangnya. Aku perhatikan tidak ada headset di telinganya. Kecurigaanku semakin bertambah saat dia menoleh kebelakang seakan ada yang memberitahu keberadaanku.
"Ada apa?" Tanyanya.
Aku sudah mempersiapkan 1000 alasan untuk menghadapi kondisi ini.
"Maaf ganggu, apa namamu Damar." Tanyaku penu
Setelah mengunjungi Desi, kami kembali ke kafe. Di dalam perjalan kami berbincang."Apa Desi baik-baik saja di bawa ke luar kota. Jika benar penyakitnya dikirim orang lain. Pasti orang itu tidak akan menyerah mengirim sesuatu dari jarak jauh untuk menyakiti Desi." Khawatir Tiara."Kenapa dia tidak membuat Desi tewas saja, malah buat dia tersiksa." Sambung Sofia."Menurutku sih yang dikirim itu setan. Setan bukanlah malaikat maut jadi tidak bisa membunuh manusia. Sebaliknya manusia yang bersekutu dengan setan akan menjadi setan. Jadi sesama setan bisa saling membunuh." Ucap Wira bikin aku merinding."Maksudmu yang mengirim setan untuk menyakiti Desi bakalan mati?" Tanyaku.Tepat sekali kami sampai di kafe. Wira bergegas keluar. Aku tahu dia ingin menghindariku lagi. Aku juga ikut turun. Sofia menegurku, "Mau kemana kamu, Lalial?""Mau pulang diantar Wira." Ucapku."Ya udah, kalau begitu kami pergi." Balas Sofia."Tunggu dulu. Aku
"Ada apa Wira?" Tanyaku."Temanku mau lewat sini. Katanya mau ketemu aku. Kita berhenti sebentar ya." Jawab Wira. Sofia keluar dari mobilnya kemudian memajang wajah di jendela kanan belakang dekat dengan Wira duduk, "Mau pesan apa kamu Wira, aku mau ke warung." "Wira aja yang ditawari nih, kami enggak?" Sambung Tiara."Kalian juga!" Jawab Sofia."Jangan karena kita ada ditikungan kamu mau nikung aku!" Ucapku terang-terangan. Aku mah gitu orangnya."Aku becanda tahu!" Sofia kemudian pergi. Suasana hening. Tiba-tiba."A a a ah gr" Teriakan terdengar. Seakan bergema."Suara terompet malaikat Israfil atau tangisan manusia yang disiksa di perut Bumi." Ucap Tiara langsung.Dari kaca mobil aku dapat melihat keadaan di luar, beberapa pengendara keluar dari mobilnya seperti mencari sumber suara."Ah!" Jantungku hampir copot, Sofia muncul tiba-tiba."Kalian dengar! itu suara jeritan hantu." Ucap Sofia. Tiara langsung ke luar mobil dan bersama
Cukup lama aku bikin minuman. Aku tidak pernah merasa segugup ini.Saat aku tiba di teras. Ayah berdiri."Ayah sudah cukup tahu tentang Wira. Ayah mau pergi ke dalam lagi nyelesain pekerjaan. Silahkan temani Wira." Perintah ayah kemudian pergi.Aku lalu duduk dengan secangkir minuman di tangan."Kamu suka kopi atau teh?" Tanyaku ke Wira."Aku suka teh!" Jawabnya."Yah, aku bikinnya kopi." Balasku."Kalau gitu aku suka kopi." Lanjutnya bikin aku tersenyum."Kamu bicarain apa aja ke ayah?" Tanyaku."Ayahmu baik. Dia rela ninggalin pekerjaannya sebentar demi anaknya." Balas Wira."Tapi tetap ayah selalu sibuk." Sambungku."Eh, ih tuh kan pertanyaanku gak dijawab lagi." Lanjutku."Kamu bisa tanya ke ayahmu langsung." Jawab Wira."Sebenarnya pertanyaanku di telepon tadi bukan pertanyaan yang ku maksud." Ucapku.Wira menoleh ke arah lain. Gerak-geriknya terlihat khawatir. Apa dia mendapatkan kabar dari teman hantunya
"Nanti aku kembalikan setelah dicuci." Lanjutnya."Tidak perlu. Pakaian itu sudah ayah berikan untukmu." Balasku."Biaya rumah sakit. Ayahmu juga yang bayarkan?""Kalau itu pakai uang tabunganku sendiri." Jawabku sambil tersenyum ke arahnya."Kamu benaran suka sama aku." Ucap Wira. Aku langsung pasang muka datar."Aku lucu aja lihat kamu. Gak kelihatan habis dikeroyok sekelompok orang." Balasku."Ini karena lukaku di rambut, dilengan dan badan yang gak kelihatan." Lanjutnya."Kamu kenapa suka baju lengan panjang dan celana panjang, tidak pernah aku lihat kamu berpakaian pendek." Tanyaku. "Kamu kenapa gak konsisten, kadang pakaian pendek, kadang pakaian panjang, kadang longgar, kadang ketat." Balasnya meniru kata-kataku. Dia udah berani main lempar kata. Bikin pertarungan kami sengit saja. Di luar rumah sakit kami bertemu Tiara dan Sofia."Wah, kami baru mau jenguk. Kalian udah mau pulang. Masuk lagi sana." Sapa Tiara dengan gaya ngeselinnya.
Perjalanan masih lama. Aku manfaat kesempatan ini untuk bicara."Kamu bisa berhenti melakukan hal berbahaya itu." Pintaku karena takut kehilangannya."Jika kamu punya kemampuan melawan penjahat, apa kamu hanya diam saja melihat kejahatan di depanmu?" Balasnya."Jadi, benar kamu dapat melawan setan!" Lanjutku dengan suara pelan agar supir tidak mendengarnya.Kami lalu bicara berbisik."Tadi itu bahan skripsi." Kata Wira."Bukannya kamu belu lulus." Tanyaku."Skripsi orang lain.""Kenapa?""Karena itu usahaku." Jawab Wira bikin aku kaget."Terus, apa yang kamu bilang ke ayahku malam tadi!""Aku bilang, usaha penyedian barang dan jasa untuk kampus.""Tetap caramu itu ilegal. Aku ingin kamu cari usaha lain."Kami akhirnya sampai di rumahku."Itu motorku!" Ucap Wira menunjuk motornya di dalam pagar."Oh iya. Aku lupa. Tadi malamkan kamu datang ke sini.""Bang, aku di sini saja. Gak jadi ke kantor polisi
Aku melihat ke arah Wira di depan pagar. Dia menghilang lagi. Apa dia kabur? Tapi kumendengar suara Wira.Aku menoleh ke arah asal suara di sebelah kiriku. Benar ada Wira yang sedang bicara dengan pak Satpam. Aku sudah berpikir Wira mau menghindari dugaan yang inginku tanyakan."Izinkan saya masuk pak. Saya mau bantu!" Ucap Wira."Kamu orang pintar?" Tanya Satpam."Bukan." Jawab Wira singkat."Orang asing dilarang masuk." Balas Satpam.Saat aku ingin membujuk Satpam untuk memperbolehkan Wira masuk. Karena aku menduga Wira yang kirim para hantu dan dia juga yang dapat mengatasinya. Sofia tiba-tiba bicara, "Tiara! kamu kenapa?"Aku langsung menoleh ke arah Tiara di belakangku."Tidak apa-apa!" Jawab Tiara, sambil memegangi kepalanya.Seketika Tiara ambruk.Suasana pagi itu semakin mencekam saat beberapa murid mencoba keluar dari area sekolah. Aku tidak berpikiran mau bertanya dugaanku pada Tiara saat itu.Pak Satpam terlihat sibuk menenangkan m
"Sesuatu yang paling berharga bagi dia itu HPnya." Suara laki-laki tiba-tiba terdengar.Kami langsung menoleh ke asal suara. Sosok pemuda tampan berdiri gagah dengan HP Tiara di tangangnya."HPku." Ucap Tiara langsung mengambil HPnya sambil mengusap air mata.Siapa lagi pemuda misterius ini? dalam benakku bertanya-tanya. Dari kami bertiga, pemuda ini cuma memandangi Tiara. Sepertinya dia tergoda dengan keseksian Tiara, yang mengenakan celana pendek putih, baju ketat putih dan kulit yang putih mulus.Aku berdiri menghalangi pandangannya."Apa yang kamu lihat?" Tanyaku."Tadi aku dengar pembicaraan kalian. Jadi temanmu yang cantik itu namanya Tiara." Jawabnya.Aku terus memandang dia tajam."Namaku Jugo." Pemuda itu mengulurkan tangan.Belum sempat aku menyambut tangannya, Sofia tiba-tiba menyalami Jugo, "Kalau aku Sofia. Dan temanku yang jutek ini namanya Laila." "Bagaimana bisa kamu dapatkan HP Tiara?" Sambungku."Aku lihat dari jauh Tia
Terlihat olehku, Jugo mengenggam dengan erat. Tiba-tiba dia melepaskan tangan Wira dengan cepat."Tanganmu dingin sekali." Ucap Jugo ke Wira. "Kami ditraktir juga ya." Sambung Sofia.Jugo cuma diam dan terlihat kesal.Aku tidak suka dengan Jugo, tapi melihat Jugo tidak suka dengan Sira. Aku jadi tertarik membuat Jugo kesal dengan mempertemukan mereka berdua."Katanya kamu pengusaha. Jadi tidak masalahkan, traktir kami semua." Sambungku."Mobilku cuma muat empat orang." Balas Jugo sambil menatap tajam Wira."Aku pakai mobilku Sendiri. Biar Wita ikut aku." Ucap Sofia."Aku tidak ikut. Aku di sini saja bersihin sekolah, biar hukuman kalian ringan." Balas Wira. Sebenarnya aku kecewa Wira tidak ikut. Tapi karena aku yang kelelahan tidak sanggup lagi kerja dan tubuh ini juga butuh makanan. Aku terpaksa.Aku, Tiara, Sofia dan Jugo lalu pergi untuk makan malam. Di dalam mobil Jugo, aku pinta Tiara duduk di sampingku di bangku belakang. Sedangkan Sofia
Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me
Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Indi lega karena bukan Igo, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Igo. Indi mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Igo. Dengan perasaan takut Indi bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"Indi ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Igo yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.Saat sampai di depan rumah Indi terkejut melihat Igo yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Indi justru cemburu. Dia menghampiri Igo dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Indi sambil menangis.Igo menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"Indi yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba men
Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons
Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa