Sebenarnya bukan hanya itu saja yang membuat bulu kudukku merinding, awal kedatanganku ke puskesmas ini saja sudah membuat bulu kudukku tegak satu per satu. Pasalnya suasana yang ada di puskesmas dan lingkungan ini sama sepinya dengan suasana yang ada pada lingkungan rumahku, mungkin karena masih satu daerah kali ya? pikirku saat itu. Dan lagi hanya ada beberapa perawat saja yang ada di puskesmas ini padahal puskesmas ini tergolong besar dan juga bertingkat.
“Menurutku suasana disini lebih menyeramkan daripada yang ada dirumahku saat ini.” ketika aku dan keluargaku menunggu diruang tunggu, aku pun tanpa sengaja mendengar percakapan antara kedua perawat yang sedang bertugas ini, “Eh sis, dua hari yang lalu aku kan shift malam sama si yusuf. Tau gak kami dilantai atas kemarin melihat bayangan orang yang lagi lari-lari! Padahal dilantai atas gak ada orang kan.” cerita salah satu perawat sambil berbisik kepada temannya.
Setelah tiba di rumah, aku pun mencoba untuk bersikap tenang dan bersikap seolah aku tidak melihat apapun ketika di puskesmas tadi.“Sebenarnya ada apa sih dengan lingkungan ini? kenapa semuanya tampak menyeramkan.”kesalku ketika itu. Aku pun memutuskan untuk tidak memikirkan terlalu keras lagi, dan lebih mengalihkan perhatianku kepada lukisan yang sedang aku buat sekarang. Malamnya aku pun bergegas untuk tidur, tapi anehnya suara-suara yang biasanya mengangguku pada malam hari tidak terdengar sama sekali, padahal waktu itu juga sudah menunjukkan jam sebelas lewat lima menit. Besoknya,saking bosannya, aku pun berjalan ke arah halaman belakang dan sekilas aku melihat ayunan yang selama ini tidak pernah aku mainkan sebelumnya,“Udah hampir dua tahun ayunan itu gak pernah ada satupun orang yang naikin.. padahal kemarin ini juga keluarga dari jauh banyak yang kerumah, tapi mereka malah gak melirik ayun
Aku melihat layar ponsel, lagu yang aku putar masih berjalan. Bar yang menunjukan lagu berjalan terus bergerak. Tetapi suaranya tidak ada, meskipun aku sudah menaikan volumenya tetap saja lagunya tidak terdengar. Aku mencabut earphone yang menempel di ponsel, tidak ada perubahan sama sekali. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mematikan lalu menghidupkan kembali ponselku dan melihat apa yang terjadi. “Masih item aja layarnya, kenapa yah?” lalu beberapa saat kemudian muncul sebuah gambar lampu yang cahayanya berwarna kuning. “ih kenapa sih!!” menekan tombol power diponsel tetapi lampu yang menyala masih di sana. Aku melihat ada sesuatu yang bergerak ke arah sorot lampu. Tiba-tiba sosok itu menampakan wajahnya ke layar ponselku. Wajah yang berwarna putih pucat, dengan mata tanpa bulatan hitam ditengahnya. Sontak aku kaget dan secara tidak sengaja melempar ponsel. “Arghh!!!” aku menutup mataku. Adikku yang mendengar teriakan langsung bergerak menuju kamar
Jantungku semakin berdegup kencang, dia keheranan mengapa mulutku seperti terkunci sekarang. Aku tidak bisa berkata apa-apa, dengan sekuat tenaga aku memejamkan mata kemudian menutup kedua telingaku keras-keras. Karena sosok perempuan masih saja berbicara kepadaku. “Per…,” Aku merasa sekarang dia bisa berbicara. “pergi! Pergi! Pergiiii!!!” sambil menggelengkan kepala dengan kencang. Namun lama-lama kepalaku terhenti karena ada tangan yang menahanku. “La! Laila?!” suaranya berbeda dengan suara perempuan barusan. Aku mencoba membuka mata pelan-pelan, “Eh..?” dihadapanku ternyata sekarang adalah Tiara, aku benar-benar tak menyadari kedatangannya. Sebelum pergi ke toilet juga Tiara menyarankan agar aku langsung pergi ke ruang UKS tetapi aku menolak. “Kamu engga apa-apa kan? Aku disuruh samperin kamu soalnya sampe pelajaran habis kamu belum juga balik ke kelas juga, takutnya ada kenapa-napa…” Padahal aku merasa bahwa aku baru berada di toilet ini s
Suatu ketika saat aku sama teman-teman di Kafe, tidak sengaja aku memperhatikan pemuda yang duduk di pojokan sendiri. Cuma orang yang kurang kerjaan yang memperhatikan dia. Kebetulan aku kurang kerjaan dan iseng memperhatikannya. Bukan tanpa alasan. Karena aku seperti mengenalinya, wajahnya itu seperti Damar pemuda yang selama ini hilang setelah memberikan janji kepadaku. Aku hampir tidak percaya setelah sekian lama pergi, ia kembali. Tetapi kenapa sikapnya seperti itu, tidak sadar dengan keberadaanku. Aku coba mendekatinya. Dari jauh dia seperti berbincang, tapi entah dengan siapa padahal dia duduk seorang diri. Aku mencoba lebih dekat lagi. Secara diam-diam aku berada di belakangnya. Aku perhatikan tidak ada headset di telinganya. Kecurigaanku semakin bertambah saat dia menoleh kebelakang seakan ada yang memberitahu keberadaanku."Ada apa?" Tanyanya.Aku sudah mempersiapkan 1000 alasan untuk menghadapi kondisi ini."Maaf ganggu, apa namamu Damar." Tanyaku penu
Setelah mengunjungi Desi, kami kembali ke kafe. Di dalam perjalan kami berbincang."Apa Desi baik-baik saja di bawa ke luar kota. Jika benar penyakitnya dikirim orang lain. Pasti orang itu tidak akan menyerah mengirim sesuatu dari jarak jauh untuk menyakiti Desi." Khawatir Tiara."Kenapa dia tidak membuat Desi tewas saja, malah buat dia tersiksa." Sambung Sofia."Menurutku sih yang dikirim itu setan. Setan bukanlah malaikat maut jadi tidak bisa membunuh manusia. Sebaliknya manusia yang bersekutu dengan setan akan menjadi setan. Jadi sesama setan bisa saling membunuh." Ucap Wira bikin aku merinding."Maksudmu yang mengirim setan untuk menyakiti Desi bakalan mati?" Tanyaku.Tepat sekali kami sampai di kafe. Wira bergegas keluar. Aku tahu dia ingin menghindariku lagi. Aku juga ikut turun. Sofia menegurku, "Mau kemana kamu, Lalial?""Mau pulang diantar Wira." Ucapku."Ya udah, kalau begitu kami pergi." Balas Sofia."Tunggu dulu. Aku
"Ada apa Wira?" Tanyaku."Temanku mau lewat sini. Katanya mau ketemu aku. Kita berhenti sebentar ya." Jawab Wira. Sofia keluar dari mobilnya kemudian memajang wajah di jendela kanan belakang dekat dengan Wira duduk, "Mau pesan apa kamu Wira, aku mau ke warung." "Wira aja yang ditawari nih, kami enggak?" Sambung Tiara."Kalian juga!" Jawab Sofia."Jangan karena kita ada ditikungan kamu mau nikung aku!" Ucapku terang-terangan. Aku mah gitu orangnya."Aku becanda tahu!" Sofia kemudian pergi. Suasana hening. Tiba-tiba."A a a ah gr" Teriakan terdengar. Seakan bergema."Suara terompet malaikat Israfil atau tangisan manusia yang disiksa di perut Bumi." Ucap Tiara langsung.Dari kaca mobil aku dapat melihat keadaan di luar, beberapa pengendara keluar dari mobilnya seperti mencari sumber suara."Ah!" Jantungku hampir copot, Sofia muncul tiba-tiba."Kalian dengar! itu suara jeritan hantu." Ucap Sofia. Tiara langsung ke luar mobil dan bersama
Cukup lama aku bikin minuman. Aku tidak pernah merasa segugup ini.Saat aku tiba di teras. Ayah berdiri."Ayah sudah cukup tahu tentang Wira. Ayah mau pergi ke dalam lagi nyelesain pekerjaan. Silahkan temani Wira." Perintah ayah kemudian pergi.Aku lalu duduk dengan secangkir minuman di tangan."Kamu suka kopi atau teh?" Tanyaku ke Wira."Aku suka teh!" Jawabnya."Yah, aku bikinnya kopi." Balasku."Kalau gitu aku suka kopi." Lanjutnya bikin aku tersenyum."Kamu bicarain apa aja ke ayah?" Tanyaku."Ayahmu baik. Dia rela ninggalin pekerjaannya sebentar demi anaknya." Balas Wira."Tapi tetap ayah selalu sibuk." Sambungku."Eh, ih tuh kan pertanyaanku gak dijawab lagi." Lanjutku."Kamu bisa tanya ke ayahmu langsung." Jawab Wira."Sebenarnya pertanyaanku di telepon tadi bukan pertanyaan yang ku maksud." Ucapku.Wira menoleh ke arah lain. Gerak-geriknya terlihat khawatir. Apa dia mendapatkan kabar dari teman hantunya
"Nanti aku kembalikan setelah dicuci." Lanjutnya."Tidak perlu. Pakaian itu sudah ayah berikan untukmu." Balasku."Biaya rumah sakit. Ayahmu juga yang bayarkan?""Kalau itu pakai uang tabunganku sendiri." Jawabku sambil tersenyum ke arahnya."Kamu benaran suka sama aku." Ucap Wira. Aku langsung pasang muka datar."Aku lucu aja lihat kamu. Gak kelihatan habis dikeroyok sekelompok orang." Balasku."Ini karena lukaku di rambut, dilengan dan badan yang gak kelihatan." Lanjutnya."Kamu kenapa suka baju lengan panjang dan celana panjang, tidak pernah aku lihat kamu berpakaian pendek." Tanyaku. "Kamu kenapa gak konsisten, kadang pakaian pendek, kadang pakaian panjang, kadang longgar, kadang ketat." Balasnya meniru kata-kataku. Dia udah berani main lempar kata. Bikin pertarungan kami sengit saja. Di luar rumah sakit kami bertemu Tiara dan Sofia."Wah, kami baru mau jenguk. Kalian udah mau pulang. Masuk lagi sana." Sapa Tiara dengan gaya ngeselinnya.