Pesta pernikahan megah dan mewah digelar malam bagi Khirani Mahardika dan Aabid Barak Hakim. Semua mata memandang ke kedua pengantin cantik dan tampan sama-sama anak bungsu pengusaha terkaya.Senyum merekah melingkupi seluruh kerabat dan undangan merasakan kebahagiaan tak terkira. Aabid tidak menyangka bila bertemu mantan kakak ipar bekerja menjadi sekretaris CEO Kaivan. Dunia terasa berbeda jika Amirah menikahi bossnya dan kembali menjadi saudara ipar lagi.Di atas pelaminan Khirani dan Aabid sibuk menyalami kolega kedua orang tua mereka. Sesi photo tiada henti lebih dari 5000 undangan diperkirakan hadir memenuhi ballroom silih berganti. Perhelatan besar yang pernah dilakukan dua keluarga pengusaha terkenal memberi kesan mendalam.CEO Kaivan paling sibuk menjawab pertanyaan yang sering ditanyakan kapan menyusul setelah adik bungsu Khirani menikah. Jawaban mudah dan cepat sambil melirik pendamping cantik bagai dewi selalu tersenyum dibalik kekesalan yang disembunyikan."Jangan merengu
What the hell! Umpatnya kesal.Pandangan sang CEO Kaivan memutar namun tak ditemukan sosok sekretaris bergaun hitam. Amirah tidak mungkin menghilang begitu saja ditelan bumi. Pamit mengambil minuman tapi belum kembali lagi padanya sungguh membuatnya gila.Gugup atas kehilangan janda itu darinya lalu bergegas mencari ke sana kemari. Sapaan menggoda beberapa wanita disambut Kaivan seperti angin lalu. Pusat perhatiannya terpecah ketika Amirah tak berada di ruangan yang sama dengannya.Sayang, kau ada di mana?! Keluhnya berkepanjangan."Kaivan!" teguran pelan seorang wanita cantik menyentuh lengannya. "Kau tampan sekali malam ini maukah kita pergi bersenang-senang mengenang masa lalu?"Kecupan di pipi sang CEO begitu basah untung saja tak meninggalkan noda lipstick dari mantan kencannya. Tak pelak lagi Kaivan mengusapnya agar tak ketara menimbulkan masalah antara dia dan Amirah nanti."Sorry, Shania," bisiknya cepat. "Aku sedang sibuk, carilah pria yang cocok untukmu di pesta ini untuk di
Pakde Bambang Hadiningrat terus mengingatkan keponakannya berhati-hati hidup sendirian tanpa suami. Nasihat panjang lebar telah diutarakan bersama istrinya yang sebenarnya enggan meninggalkan Amirah dan Bagaskara di rumah mendiang kakaknya. "Nduk, kami akan pulang ke Yogya, sepupumu Ayu meminta supaya tak lama tinggal di Jakarta apalagi tahu hubungan dengan suaminya Mas Bagus sedang mengalami krisis saat ini." "Baiklah Pakde dan Bude, terima kasih sudah menginap di sini," ujar Amirah. "Kami masih kangen nanti saat libur kerja mungkin bisa berkunjung ke sana lagi." Bude Tantri memeluknya erat lalu mencium pipi cucu tersayang berkali-kali. "Bagas, jangan nakal ya sayang, kalau sudah besar ganti kamu yang menjaga Mama." Bocah lima tahun itu cuma mengangguk. Hadiah mainan dari Eyang Kakung dan Putri didekap erat. Bandara penuh penumpang lalu lalang berangkat dan tiba dari tujuannya masing-masing. Lambaian tangan kecilnya sejenak melepas mereka kemudian ibunya langsung membawanya pulan
Kembali bekerja di kantor menghadapi masalah yang sama. Belum lagi sikap CEO Kaivan seharian kemarin tak ada kabar berita seakan menghapus kebersamaan beberapa bulan bukan cuma sebagai atasan dan bawahan namun teman akrab. Pukul 10 pagi ketukan sepatu berbeda terdengar di telinga Amirah Lashira. High heels seorang gadis cantik sedang berjalan mesra berdua bossnya. Wanita sama dirangkul Kaivan di pesta pernikahan Aabid dan Khirani. Itulah alasan kuat yang ditebaknya mengapa sang CEO tidak sekalipun berniat membalas seluruh pesan dan panggilan gawai sekretarisnya. Mereka bersenang-senang melupakan hasil kerja kerasnya membantu prosesi pernikahan hingga berakhir. "Selamat pagi Tuan Kaivan dan Nona .. " sapanya ramah menyindir keterlambatan pimpinan di luar kebiasaan. "Hey Ra, siapkan kopi dan minuman dingin untuk kekasihku!" teriak Kaivan tanpa memandangnya langsung membuka pintu kantor mengajak gadis cantik itu ke dalam. Canda tawa mengulas kenangan saat lampau hubungan mereka dan
Sudah tiga hari berlalu Kaivan baru menyadari sekretaris Amirah tak hadir lagi di meja kerjanya. Terlalu sibuk urusan pribadi sampai melupakan tanggung jawab sebagai CEO perusahaan.Semua bermula karena balas dendam ditujukan ke seorang janda yang membuat kemarahannya belum usai sampai detik ini. Menyaksikan Alagar leluasa mencium mantan istri tanpa pemberontakan berarti.Dasar brengsek kalian berdua! Makinya terus berulang-ulang. Sesaat petugas kantor membawakan secangkir kopi barulah mengetahui putra tunggal Amirah sedang sakit."Selamat pagi Tuan Boss, maaf menyampaikan pesan Ibu sekretaris ijin tidak masuk kantor katanya merawat Bagaskara masih demam tinggi."Oh. Kaivan lama terdiam.Pak Arifin pamit keluar ruangan menutup pintu rapat membiarkan sang CEO sunyi sepi sendiri. Tamu gadis muda itu tak bersama lagi. Semua kembali normal tak ada suara tawa dan desahan kepalsuan. Menghilang tanpa jejak seperti Amirah Lashira.Jari Kaivan langsung menekan nomor panggilan seseorang diacuhk
"Ra, kamu ada di mana sekarang?" buru Kaivan tak tenang melihat keadaan rumahnya sepi tanpa kehidupan. "Apa dirimu mencoba melarikan dariku lagi?!"Sial. Seharusnya ia menemui pagi tadi bukan sepulang kerja begini. Belum lagi rapat internal perusahaan yang memakan waktu lebih lama dan jalanan macet menjelang akhir pekan padat merayap.Deru nafas berat Amirah terdengar sedang menanggung beban yang sarat. "Maaf Tuan Kaivan, aku sedang di Yogyakarta karena panggilan darurat Pakde Bambang tiba-tiba saja dilarikan ke rumah sakit siang tadi.""Oh sorry, aku kira kau kemana," sesalnya menuding sekretaris sengaja menutup pintu hati hingga rumahnya. "Pakde-mu kenapa, bukannya waktu datang ke pernikahan adikku kelihatan baik-baik saja?""Aku juga ga tak tahu, pembuluh darah otak sudah pecah sekarang keadaan sedang tak sadarkan diri," jelas Amirah. "Beliau pengganti orang tuaku selama ini sepatutnya membalas budi baik.""Kau perlu bantuan?" tawar Kaivan serius.Amirah tegas menolak. "Tidak Tuan,
Tepat bersamaan Kaivan tiba di kediaman Tuan Mahardika mengunjungi adiknya Khirani dan Aabid selepas bulan madu di Eropa. Om Sudirman adik papa juga berada di sana membahas urusan perusahaan keluarga yang akhirnya melibatkan putra sulung kebanggaan mereka."Mas Ivan ini oleh-oleh buatmu juga Mba Amirah dan Bagaskara," seru Khirani memberikan souvenir tanda terima kasih ke mereka yang membantu prosesi pernikahan sampai selesai.Kaivan menolaknya. "Kamu kirim langsung saja ke Amirah!""Dih Mas 'kan sekantor masa sih ga mau serahin ke sekretarismu yang cantik dan baik hati itu," desak adik bungsu kesal. "Kalau memang ga mau bilang aja huh!""Ran, ga boleh gitu dong sama kakakmu." Aabid merangkul istrinya duduk manis di sofa melepas kerinduan bersama keluarga baru mertua. "Nanti biar aku yang mengantar ke rumahnya sekalian menengok Bagas.""Mereka lagi di Yogya menengok Pakde Bambang sedang sakit katanya," kelit Kaivan pedas diabaikan oleh sekretaris sendiri. Panggilan telepon tak pernah
Termenung Amirah sendirian di depan nisan kayu bertulis Bambang Hadiningrat yang baru saja dikebumikan pagi ini. Hati sedih dan resah pengganti papa Bisma Nareswara telah tiada. Tempat berbagi keluh kesah dan bercerita pergi meninggalkannya. Selamat jalan Pakde-ku tersayang! Bisiknya pelan. Kemudian beranjak ditemani Kaivan yang mengawasi dari semalam mengurusi keperluan pemakaman. Om Dirman telah mengantar keluarganya lebih dahulu yang tinggal hanya mereka berdua. "Ayo Ra, kita pulang," ajaknya sambil menggenggam tangan mungil Amirah. "Mas Kaivan kok ga pulang?" tanyanya bingung. Bossnya menggeleng. "Kau dan Bagas kembali ke Jakarta bersamaku walau harus aku seret ke dalam pesawat sekalipun!" ancamnya tegas tak main-main lagi. Amirah malah balas menggeleng. "Ga Mas, aku ga mau, urusan mendiang Pakde masih banyak." "Biarkan aku membantumu kali ini, Ra," pinta Kaivan sungguh-sungguh. "Kau tak bisa melakukan sendirian!" Raut wajah sekretarisnya berubah pias menunduk malu. Kata-